12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kepala Daerah Bebal & Wabah — Ramalan Albert Camus

Sugi LanusbySugi Lanus
March 14, 2020
inEsai
Kepala Daerah Bebal & Wabah — Ramalan Albert Camus
11
SHARES

Percayakah Anda pada Pemerintah Daerah dalam menghadapi penyakit menular?

Bagi yang membaca dengan baik karya-karya ALBERT CAMUS pasti tidak pernah percaya kalau Pemerintah Daerah bisa cekatan dan siaga menghadapi epidemi alias penyakit menular.

Albert Camus merumuskannya dengan sangat baik dalam novelnya yang monumental: SAMPAR (dalam bahasa Perancis: La Peste) yang terbit tahun 1947.

Pemerintah Daerah tidak berani ambil sikap dan tidak punya ketegasan dalam mengambil keputusan, padahal ini sangat mendesak dalam penyelamatan masyarakat dalam menghadapi penularan penyakit yang tidak diketahui obat dan pola penularannya masih berkembang dan berubah, dengan sangat cepat.

Telah terbukti ada yang meninggal karena penyakit menular melanda kota, tapi pemerintah daerah masih tidak bergerak.

Hal ini dinyatakan dalam bagian percakapan Dokter Rieux:

”Saya tidak mengerti sama sekali,” Richard mengaku, “sudah ada dua yang meninggal, satu dalam waktu empat puluh delapan jam, lainnya dalam jangka waktu tiga hari. Pasien yang kedua menunjukkan tanda-tanda akan sembuh ketika saya tinggalkan pagi itu.”

”Kabari saya jika ada kasus lain,” kata Rieux.

Dia menelepon beberapa dokter lain. Hasilnya, dia ketahui bahwa sekitar dua puluhan kasus yang sama telah terjadi pada hari-hari terakhir. Hampir semuanya mengakibatkan kematian. Karena Richard menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter di Oran, Rieux minta karantina bagi pasien- pasien baru.

”Saya tidak dapat melakukannya,” kata Richard, “harus ada keputusan Pemerintah Daerah. Lagi pula, siapa yang memberitahu Anda bahwa ada risiko penularan?”

”Tidak ada yang memberitahu. Tetapi gejala-gejalanya mengkhawatirkan.”

Dokter kebingungan dengan menunggu sikap Pemerintah Daerah di Oran, yang menjadi setting terjadinya wabah mematikan dalam novel ALBERT CAMUS.

Dokter tidak bisa menyembuhkan. Tugasnya hanya melakukan pengecekan dan siapa saja yang tertular dikarantina.

Sebuah kota tenang berubah menjadi mencekam. Dokter Rieux (tokoh utama) dalam usahanya yang keras untuk meyakinkan Pemerintah Daerah hampir putus asa menghadapi epidemi yang bergerak cepat seperti melahap seisi kota. Sebagai seorang dokter, Rieux perasaannya mencekam menghadapi situasi, tapi ia berjuang untuk bisa berbuat melakukan kewajibannya. Tidak ada dokter yang bisa melakukan usaha dalam menyembuhkan penyakit menular ini, mereka hanya mendiagnosa dan memutuskan untuk menulis perintah karantina. Para perawat bekerja dalam ketakutan tertular, berada di garda depan dengan resiko penularan sangat tinggi.

Dalam situasi tersebut, masih saja Pemerintah Daerah bermain kucing-kucingan.

Komisi Kesehatan dipanggil ke kantor Pemerintah Daerah atas usul Dokter Rieux.

”Memang benar penduduk khawatir,” Dokter Richard mengakui, “tetapi omong kosong terlalu membesar-besarkan segalanya. Kepala Pemerintah Daerah mengatakan kepada saya: ambillah tindakan secepatnya kalau Anda menghendakinya. Tetapi jangan menarik perhatian! Apalagi pejabat itu yakin bahwa ini tidak serius.”

Pemerintah Daerah Kota Oran — yang menjadi lokasi novel SAMPAR —  sekalipun telah berjatuhan korban masih menggangap ini tidak serius.

Semuanya menyebabkan kematian dalam waktu 48 jam. Apakah Dokter Richard mau bertanggung-jawab untuk memastikan bahwa epidemi akan berhenti tanpa tindakan preventif yang ketat?

Richard bimbang, menatap wajah Rieux, katanya,

”Katakanlah dengan sesungguhnya pikiran Anda! Apakah Anda pasti bahwa ini sampar?”

”Anda salah melihat masalahnya. Ini bukan soal kosa kata. Ini soal waktu.”

”Menurut pendapat Anda,” kata Kepala Pemerintah Daerah, “meskipun seandainya ini bukan sampar, tindakan-tindakan preventif ketat yang diperuntukkan masa epidemi sampar seharusnya diberlakukan.”

”Kalau Anda mendesak saya harus mempunyai ‘pendapat’, ya, memang begitulah!”

Dokter-dokter berunding, akhirnya Richard berkata,

”Jadi kita harus bertanggung jawab bertindak seolah-olah penyakit…”

Perdebatan dan memilih kosa kata, justifikasi untuk melakukan tindakan Kepala Pemerintahan Daerah berjalan alot, menghabiskan waktu seperti abai tidak memikir kecepatan penularan di luar sana. Lebih sibuk memilih kosa kata dan telah kehilangan banyak waktu dalam urusan rapat-rapat memilih kosa kata yang menurut Dokter Rieux tidak sebuah sikap plin-plan Kepala Pemerintahan Daerah yang lamban.

Ada bagian dari kesaksian Dokter Rieux menunjukkan ketidakseriusan Pemerintahan Daerah:

Hari kemudiannya, bagaimanapun juga Rieux melihat kertas-kertas selebaran atas perintah kilat Pemerintah Daerah, ditempelkan di sudut-sudut kota paling jauh.

Dari selebaran ini sukar dibuktikan bahwa pihak berwenang menghadapi situasi dengan kesungguhan. Tindakan-tindakan tidak ketat. Rupanya mereka menghindari kepanikan penduduk Oran. Memang pendahuluan surat keputusan itu mengumumkan bahwa beberapa kasus demam berbahaya yang belum dapat dikatakan risiko penularannya, telah muncul di kawasan Oran. Kasus-kasus ini tidak cukup berciri sehingga benar-benar mengkhawatirkan, dan dalam suasana ini, diharap penduduk tenang.

Dialog kejengkelan Dokter Rieux pada Kepala Pemerintahan Daerah muncul dalam percakapan ini:

”Ya,” sahut Kepala Daerah, “saya mengetahui angka- angka itu. Memang mengkhawatirkan.”

”Lebih dari mengkhawatirkan! Angka-angka itu jelas sekali membuktikan bahwa memang ada epidemi.”

”Saya akan minta instruksi dari pusat.”

Castel turut mendengarkan percakapan itu, melihat Rieux meletakkan kembali teleponnya.

”Perintah dari pusat!” kata Rieux jengkel, “yang diperlukan adalah kreatif dalam menanggapi keadaan secepatnya.”

Di kepala Kepala Pemerintahan Daerah angka-angka menjadi pertimbangan. Sepertinya nyawa manusia telah menjadi angka. Memikirkan kosa kata menghabiskan waktu banyak, demi bagian penting pidato politiknya.

Novel Sampar ini dengan sangat cermat memotret bagaimana Pemerintah Daerah, di mana-mana sama saja, senantiasa berkilah: “Menunggu instruksi dari pusat”. Kalimat kilah cuci tangan ini terus diucapkan sekalipun dalam kebencanaan yang mengancam sebuah kota.

Dalam berbagai kesempatan Dokter Rieux harus menjelaskan bahwa sebagai dokter dia perlu berkoordinasi secara cepat dan sistematis dalam penanganan epidemi dengan pemerintah. Apalagi sebagai dokter sekalipun ia tidak bisa memastikan secara pasti seseorang terpapar atau terjangkiti atau tidak.

Tiada alat kedokteran di daerah Oran yang tersedia dalam mendiagnose. Nol besar. Ia hanya bisa mendikteksi dengan berbekal termometer pengukur suhu.

”Percayalah bahwa saya mengerti keadaan Anda,” akhirnya Rieux berkata, “tapi cara berpikir Anda keliru. Saya tidak dapat membuat surat keterangan karena kenyataannya saya tidak tahu apakah Anda terkena penyakit itu atau tidak. Dan lagi, seandainya betul Anda tidak sakit, saya tidak dapat memastikan, pada detik Anda keluar dari tempat praktek saya dan masuk ke kantor Pemerintah Daerah, Anda tidak terkena penularan. Dan meskipun ….”

Dalam percakapan lain ia mengingatkan bahwa pekerjaanya sebagai dokter beresiko kematian. Pengabdiannya harus ditebus dengan kematian.

”Percayalah bahwa usul Anda ini saya terima dengan senang hati! Saya memerlukan bantuan, lebih-lebih dalam pekerjaan ini. Saya tanggung agar gagasan ini diterima oleh Pemerintah Daerah. Apalagi di waktu ini mereka tidak punya pilihan! Tapi ….”

Rieux berhenti berbicara, tampak berpikir, kemudian meneruskan,

”Tetapi Anda pasti tahu, bahwa pekerjaan ini bisa menyebabkan kematian. Bagaimanapun juga saya harus mengi- ngatkan Anda. Apakah Anda telah memikirkannya baik-baik?”

Akhirnya Kota Oran ditutup.

Digambarkan suasana kota Oran yang ditutup:

Di dalam kota sendiri, Pemerintah telah memikirkan mengucilkan daerah-daerah tertentu yang sangat parah. Dari sana, yang diperbolehkan keluar hanyalah orang-orang yang bertugas penting. Penghuni di sana terpaksa menganggap tindakan itu sebagai satu gangguan yang khusus ditujukan kepada mereka. Akibatnya, mereka berpikir bahwa penduduk daerah lain adalah orang yang bebas. Sebaliknya, penduduk yang tinggal di pinggiran, di waktu-waktu kesusahan merasa terhibur jika membayangkan orang tengah kota kurang bebas daripada mereka. “Masih ada yang lebih terkurung daripada saya” adalah kalimat yang meringkaskan satu-satunya kemungkinan berharap.

Lalu banyak muncul kerusuhan akibat situasi kota yang sangat absurd. Masyarakat lebih memilih membakar kota daripada pemberantasan kuman yang dipercaya menjadi penyebab epidemi.

Kira-kira pada waktu itu pulalah terjadi banyak kebakaran terutama di daerah rekreasi di pintu kota sebelah barat. Informasi mengatakan bahwa itu adalah orang-orang yang kehilangan akal karena kesedihan dan kemalangan, sepulang dari karantina lalu membakar rumah mereka dengan maksud memusnahkan kuman-kuman sampar. Sukar sekali memberantas perbuatan itu. Padahal, disebabkan oleh angin keras, pembakaran yang sering terjadi itu selalu membahayakan seluruh daerah. Setelah pemberian penyuluhan bahwa pemberantasan kuman yang dilaksanakan pihak berwenang di rumah-rumah guna menghindari risiko penularan ternyata tidak dipedulikan penduduk, dikeluarkanlah keputusan hukuman sangat berat bagi pembakar-pembakar yang tidak sadar itu.

Masyarakat tidak lagi mendapat pasokan pangan tapi terkurung di kotanya. Masyarakat tergesa berebutan mencari kebutuhan pokok. Kota makin chaos:

Ini disebabkan oleh kesukaran pengadaan bahan pokok. Semakin hari semakin gawat. Maka muncullah spekulasi. Bahan-bahan kebutuhan pokok ditawarkan dengan harga setinggi langit. Oleh sebab itu keluarga-keluarga miskin mengalami hidup sangat merana, sedangkan keluarga-keluarga kaya hampir tidak kekurangan sesuatu pun. Dan sampar, yang dengan politik kerjanya tidak membeda-bedakan serta seharusnya membuat semua penduduk berkedudukan sama, kini memberi akibat kebalikannya. Berkat permainan egoisme yang normal pada manusia, sampar membuat hati penduduk lebih peka terhadap ketidakadilan.

Di tengah epidemi yang melanda, si kaya akan bisa bertahan, si miskin akan tambah merana. Kesenjangan kehidupan sosial akan menganga dalam sebuah masyarakat yang dilanda epidemi.

Albert Camus dengan sangat aneh menulis kalimat bahwa ada kesamamerataan dalam situasi epidemi. Apa? Kematian?

Tentu saja masih ada kesamarataan dalam kematian, padahal tak seorang pun menghendaki kematian. Dalam keadaan seperti itu, si miskin yang kelaparan semakin berpikir ke arah kota-kota dan desa-desa tetangga, di mana ada kehidupan bebas dan makanan tidak mahal. Karena Pemerintah Daerah tidak bisa menyediakan bahan makanan secukupnya, penduduk memperhitungkan, meskipun disertai nalar yang tidak sehat, bahwa seharusnyalah mereka diperbolehkan meninggalkan kota Oran. Pendapat itu dinyatakan dalam rumusan tertulis di dinding kota: “roti atau udara bebas!”

Kelambanan Pemerintah Daerah menjadi perhatian besar pemikir besar Perancis ini, Albert Camus. Bahwa dalam menghadapi perluasan epidemi atau penyakit menular letaknya pada kelambanan Pemerintah Daerah.

Novel yang ditulis peraih hadiah Nobel ini adalah pelajaran besar dalam menghadapi epidemi. Bagaimana penundaaan keputusan dan kelambanan Pemerintah Daerah berisiko menjadi kasus pembiaran penularan yang semakin buruk dan beresiko menghabiskan nyawa warga kota.[T]

Tags: kesehatanpemerintahanpenyakitviruswabah
Previous Post

Lelaki yang Mengendap-endap di Kamar Kos Putri

Next Post

Penakluk Dunia, Bernama Corona

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post
Saat Raga Sakit, Biarkan Pikiran Tetap Sehat –Cerita Tentang Pasien Cuci Darah

Penakluk Dunia, Bernama Corona

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co