3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Salam Konor dari Nusa Penida, Sebuah Alarm Autokritik

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
February 25, 2020
inOpini
Salam Konor dari Nusa Penida, Sebuah Alarm Autokritik

Konor (kiri) Dieksplor dalam Video (Youtube). Sumber foto:pokelagu.com

156
SHARES

“Bangka Eda!” Itulah kalimat identik yang diucapkan oleh Konor setiap melihat orang-orang yang lewat. Kalimat ini bermakna kurang lebih “Mampus Kau!” Semacam kalimat makian dan sangat kasar. Namun, tidak demikian halnya dengan Konor. Pemuda lapuk ini justru tidak pernah merasa berdosa melontarkan kalimat tersebut dalam situasi apapun. Entah dengan orang desa/ kota, orang yang dikenal maupun tak dikenal, orang miskin/ kaya, pejabat atau orang biasa–entah di pasar, pelabuhan, jalan raya, tempat tajen, dan lain sebagainya. Pokoknya ia akan selalu menyapa dengan kalimat makian tersebut, plus gesture dan muka yang ekspresif.

Anehnya, tidak ada satu pun orang tersinggung ketika dimaki seperti itu. Ya, maklumlah. Masyarakat NP mengenalnya sebagai orang yang kurang waras. Namun, tidak ada yang persis tahu profil Konor sesungguhnya. Hingga sekarang, lelaki ini masih saja misterius. Misterius daerah asalnya, keluarganya, tempat tinggalnya, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, jangan tanya eksistensinya. Ia bisa saja muncul kapan dan di mana saja. Tiba-tiba ia muncul di pasar. Sebentar kemudian, nongol di pelabuhan, di banjar dan acara seremonial adat/ keagamaan di suatu tempat. Bahkan, sering pula terperangkap di emper-emper toko yang sunyi (tutup).

Hingga kini, tidak banyak yang berubah dari sosok Konor. Secara fisik, ia identik dengan tubuh tinggi tegap, kulit hitam, berkumis, dengan pakaian lusuh, kucel dan dekil. Kondisi yang lumrah, sama seperti orang kurang waras pada umumnya. Namun yang membedakan Konor ialah sapaan yang latah yaitu “Bangka Eda!” Ujaran ini menjadi ikonis yang begitu populer di kalangan masyarakat NP.

Saking identiknya, masyarakat NP menyebut ujaran latah “Bangka Eda!” itu sebagai pemilik sah dari Konor. Kalangan milenial NP mengkategorikannya sebagai semacam salam. Salam khas dari Konor. Lucunya, belakangan salam ini justru merasuki berbagai kalangan di NP, seperti anak-anak, remaja dan orang tua. Mereka yang normal malah latah (ikut-ikutan) menggunakan Salam Konor untuk berbagai kepentingan. Kok, bisa?

Salam Konor, Sebuah Autokritik

Sesungguhnya, ujaran “Bangka Eda!” sudah biasa digunakan oleh masyarakat NP. Namun, konteksnya dalam percakapan yang akrab. Artinya, kedua belah pihak (penutur-pendengar) sudah saling mengenal.

Hakikinya, ujaran tersebut digunakan untuk tujuan mengkritik. Misalnya, mengkritik lawan bicara yang isi tuturnya kurang baik, seperti mengandung unsur kebohongan (hoaks), arogansi, dan terjerumus tindakan negatif. Jadi, kalau penutur (pembicara) mengumbar kebohongan, arogansi, dan tindakan (termasuk pikiran, perkataan) yang menyimpang dari norma—maka lawan bicara pasti meresponnya dengan ujaran “Bangka Eda!” Ujaran ini kurang lebih seperti “catatan koreksi” atas isi pembicaraan yang kurang baik. Targetnya, si pembicara tidak mengulangi lagi. Atau untuk selanjutnya, si pembicara diharapkan lebih baik dalam berpikir, berbicara, dan berbuat.

Di samping itu, ujaran “Bangka Eda!” juga digunakan untuk kepentingan memotivasi teman bicara. Misalnya, ketika teman tidak cakap melakukan sesuatu, hasil karyanya kurang bagus, dan ekonominya kurang bagus—maka ujaran “Bangka Eda!” akan memecah percakapan. Namun ingat, konteksnya dengan teman yang sudah akrab. Realisasi ujaran itu memang seolah-olah mengejek/ membully, tapi suasananya bercanda dan santai.

Ujaran “Bangka Eda!” juga digunakan untuk mengutuk orang lain yang berpikir, berkata dan berbuat melanggar etika dan norma yang berlaku. Misalnya, ada sopir ugalan-ugalan di jalan dan mengancam keselamatan pengendara lain, maka sopir itu akan mendapat makian “Bangka Eda!” Maknanya kurang lebih “Semoga kamu mengalami celaka”. Jika sang sopir mulat sarira, makian itu sebetulnya “alarm kesadaran” agar tidak lagi melakukan hal yang sama (ugal-ugalan).

Ketika Salam Konor populer dan viral di dunia maya, penggunaan “Bangka Eda!” kian berkurang. Masyarakat lebih memilih kalimat “Baang Ia Salam Konor!” Maknanya kurang lebih “Kasi dia Salam Konor!” Maksudnya sama dengan “Bangka Eda!”

Bahkan, semenjak Salam Konor booming, pemanfaatannya kian bertambah luas. Sasarannya tidak lagi pada personal saja, tetapi mengarah ke organisasi (lembaga/ instansi) dan pemerintahan. Ketika aparatur desa pakraman, desa dinas, camat, dan pemda Klungkung dianggap kurang (maaf) becus kinerjanya—masyarakat cukup berkomentar “Kasi Dia/ Mereka Salam Konor!” Komentar yang sangat simpel, bukan? Namun, penuh makna.

Karena itulah, ketika listrik sering mengalami kematian di NP, masyarakat latah berkomentar “Kasi Ia (baca: Mereka) Salam Konor!” Kata ganti ia atau mereka sifatnya fleksibel (menyesesuaikan). Kalau soal kasus listrik, maka ia atau mereka mengacu pada instansi PLN Klungkung. Begitu juga, ketika air PAM mengalami kematian serius, masyarakat NP ramai-ramai kerasukan Salam Konor, baik di dunia nyata dan terlebih lagi di dunia maya.

Tidak hanya hujan Salam Konor, medsos juga diramaikan dengan gambar/ foto-foto Konor, tanpa kata atau kalimat. Para netizen cukup menampilkan fotonya saja dan dianggap mewakili esensi Salam Konor. Saking populernya, beberapa masyarakat NP merekam Konor lewat video lalu diunggah di dunia maya. Tujuannya, sebagai lelucon, olok-olokan, dan hiburan semata. Bahkan, beberapa youtuber asal NP pernah mengeksploitasinya dalam video (berbagai versi) yang bertajuk “Salam Konor”.

Fenomena Konor memang cukup unik. Bagaimana tidak? Jarang terjadi, ada ujaran orang tidak waras dikutip dan malah dijadikan ikon sebagai kritik (oleh orang waras). Saya tidak tahu, ini fenomena apa namanya? Apakah ini bisa disebut sebagai Konor Effect? Entahlah. Mungkin akan menjadi lucu rasanya jika orang kurang waras dianggap memiliki pengaruh cukup besar. Apa kata dunia?

Konor mungkin sebuah perkecualian. Ia mampu membuktikan dirinya sebagai tren berujar bagi banyak orang di NP. Lalu, apa istimewanya Salam Konor itu sehingga mampu mempengaruhi orang banyak?

Pertama, Salam Konor merupakan bentuk penghalusan maksud/ pesan. Bayangkan kalau kita mengkritik (menghujat) seorang atau organisasi dengan ujaran “Bangka Eda!” Kedengarannya sangat kasar dan pedas. Apalagi kepada orang (organisasi) yang tidak akrab dengan kita. Sebaliknya, cukup katakan dengan “Kasi Ia (Mereka) Salam Konor!” Ini mungkin kedengaran lebih sopan dan tidak vulgar.

Kedua, Salam Konor merupakan kritik yang simpel. Salam ini pendek dan dapat digunakan oleh berbagai kalangan tanpa pandang bulu. Entah anak kecil, remaja, dan dewasa dari berbagai latar belakang.

Ketiga, Salam Konor memiliki maksud/ pesan yang fleksibel. Salam ini dapat digunakan dalam berbagai bidang atau ranah. Ia dapat dimasukkan dalam berbagai konteks kasus dan mampu mewakili pelaku kritik, maksud kritik, serta sasaran yang dikritik. Panjang pendeknya kritik yang ingin disampaikan oleh individu, semua dapat diakomodir dengan ujaran singkat “Kasi Dia/ Mereka Salam Konor!”

Keempat, Salam Konor bermakna ambigu (ganda). Penggunaan Salam Konor berpeluang besar menimbulkan ambiguitas maksud. Jika ada pejabat (misalnya) marah atau tersinggung terkena Salam Konor, maka pengguna Salam Konor cukup berdalih “Ah, toh itu salam dari orang yang kurang waras”. Buat apa tersingung dengan kutipan ujaran orang kurang waras? Ya, nggak?

Namun, jika ada orang atau organisasi menanggapi Salam Konor itu sebagai sebuah kritik atas kelemahan, kekeliruan, dan kesalahan yang dilakukan—tentu orang atau organisasi tersebut akan menjadikannya cermin untuk berbuat lebih baik (optimal) ke depannya. Efek inilah yang sebetulnya disasar dari pengguna Salam Konor.

Lalu, bagaimana dengan orang (organisasi) yang masa bodoh dengan Salam Konor? Tidak masalah. Ini sah-sah saja. Namun, tidak menutup kemungkinan Anda malah akan menerima Salam Konor yang lebih masif dari publik. Mau “dikonori”? Eh, diberi Salam Konor maksudnya. [T]

Tags: baliNusa Penida
Previous Post

Gaguritan

Next Post

Debat Mabasa Bali: Keras, Tangkas, Kadang Lucu, Tapi Ini Bukan ILC

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Debat Mabasa Bali: Keras, Tangkas, Kadang Lucu, Tapi Ini Bukan ILC

Debat Mabasa Bali: Keras, Tangkas, Kadang Lucu, Tapi Ini Bukan ILC

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co