31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Nusa Penida, Pulau Bandit atau Korban “Pembanditan”?

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
February 10, 2020
inOpini
Nusa Penida, Pulau Bandit atau Korban “Pembanditan”?

Atuh Beach, Belahan Timur Pulau NP Sumber: swissbel-arjuna.com

440
SHARES

Sebelum sektor pariwisata menggeliat (maju) seperti sekarang, Nusa Penida (NP) pernah menyandang predikat “masa lalu” yang tak mengenakkan. Misalnya, dicap sebagai daerah terisolir (tertinggal, terpencil, terbelakang), gersang atau tandus hingga sarang ilmu hitam (black magic). Yang paling tak mengenakkan lagi, NP dijuluki sebagai Pulau Bandit. Julukan ini dihembuskan oleh sejumlah penulis barat.

Biar tidak terburu-buru panas, saya iseng-iseng membuka KBBI online. Memastikan apa sih sesungguhnya makna kata bandit. Eh, ketemulah saya dengan tiga makna utamanya yaitu penjahat, pencuri dan tokoh penjahat dalam cerita drama. “Wah, ini stigma yang memalukan!” pikir saya.

Pikiran lugu saya langsung terbang melayang jauh ke tanah kelahiran saya, Pulau NP. Saya membayangkan bahwa dulu (waktu zaman kerajaan) NP menjadi sarang perampok, perompak, garong atau sejenis copetlah. Mungkin ada pula gangster dan preman yang saling mengkampling teritorial di NP. Misalnya, “Preman Kutu Kupret” menguasai wilayah Sakti, “Preman Mata Satu” menguasai Pantai Toya Pakeh dan lain sebagainya.

Wah, tentu stabilitas keamanan di NP waktu itu sangat buruk. Angka kriminalitas pasti meningkat tajam. Kehidupan mengandalkan adu kekerasan, adu otot dan strategi berbuat jahat. Lalu, saya membayangkan para gerombolan preman atau garong tersebut mengancam para penguasa di NP zaman itu. Kalau jumlahnya banyak, tidak menutup kemungkinan dapat mengkudeta atau mengambil paksa kekuasaan di NP.

Begitulah imajinasi (liar) awal saya. Untuk meredam keliaran imajinasi lebih lanjut, saya membaca penelitan sejarawan Ida Bagus Sedimen yang berjudul “Penjara di Tengah Samudra: Studi tentang Nusa Penida sebagai Pulau Buangan”.

Konon, ketertarikan Sidemen melakukan penelitian tersebut didorong dari klaim  penulisan barat yang menyebut kepulauan NP dengan nama Bandieten Eiland atau Bandit Island. Sidemen menduga bahwa julukan Pulau Bandit berkaitan erat dengan NP sebagai pulau pembuangan zaman kerajaan di Bali.

Berdasarkan beberapa sumber(Paswara Astanegara-naskah transkripsi milik Gedong Kirtya Singaraja, Rereg Gianyar-lontar milik perpustakaan Fakultas Sastra UNUD, Paswara Bangli-naskah transkripsi milik Gedong Kirtya Singaraja), NP merupakan wilayah kerajaanKlungkung, dan digunakan sebagai tempat pembuangan atau penjara bagi narapidana dari beberapa kerajaan di Bali yakni Klungkung, Gianyar dan Bangli, yang dikenakan hukuman buangan. Nusa Penida juga berfungsi sebagai koloni deportasi, sebagai tempat pembuangan seumur hidup (http://www.nusapenida).

Koloni deportasi yang dimaksudkan Sidemen ialah satu bentuk koloni yang digunakan sebagai penjara, tempat buangan, tempat kerja paksa, bagi warga negeri induk yang dikenakan hukuman pembuangan. Contohnya, Australia dan Tasmania bagi kerajaan Inggris, Siberia dan Sachalin bagi Kerajaan Rusia, dan Pulau Hokkaido bagi kerajaan Jepang. Lalu, orang-orang jahat seperti apa yang harus dibuang ke Pulau NP?

Dalam uraiannya, Sidemen mengelompokkan 4 narapidana yang dibuang ke Pulau NP. Jumlah tertinggi diisi kuota penjahat politik, seperti pemberontak, pengkhianat dan kegiatan mata-mata. Jumlahnya sangat mencolok terutama pada akhir abad XIX.

Kedua, kasus yang berhubungan dengan masalah hutang piutang, pembayaran denda, pajak dan yang sejenisnya. Namun, sulit menemukan data ini karena hukumannya relatif singkat. Ketiga, kasus pembuangan yang dihubungkan dengan sistem kepercayaan ilmu hitam. Pelanggaran kasus seperti ini biasanya dikenakan hukuman mati (dibunuh atau ditenggelamkan di laut sampai mati) dan yang paling ringan dibuang ke NP. Keempat, kasus pembuangan yang erat hubungannya dengan pelanggaran peraturan adat perkawinan, misalnya kawin dengan saudara kandung, dengan ibu/ bapak kandung, kawin dengan binatang, menjinahi istri orang lain, dan seterusnya, termasuk pula berani mengawini putri golongan bangsawan. Jumlahnya juga tidak banyak.

Sekali lagi, jumlah yang paling banyak ialah kasus tuduhan melakukan kejahatan politik. Saya berpikir, pasti Pulau NP dulu banyak dihuni oleh para politikus maaf “busuk” dari Gianyar, Bangli, dan Klungkung.

Benarkah demikian? Benarkah orang-orang yang dibuang ke NP merupakan murni politikus busuk? Keraguan ini muncul karena saya tidak mendapatkan penjelasan detail tentang faktor-faktor yang memicu kejahatan politik tersebut dalam penelitian Sidemen. Jangan-jangan tuduhan politikus busuk itu murni karena ketidaksukaan raja terhadap seseorang yang kristis dan pemberani untuk meluruskan kekeliruan raja. Bisa jadi, Kan?

Bukankah terlalu gampang bagi penguasa (raja) untuk menuduhkan seseorang dengan klaim penjahat politik. Apalagi zaman kerajaan, raja merupakan pemegang mutlak kebenaran, dengan karakter mayoritas bersifat anti-kritik.

Kalau ada masyarakat/ pejabat kerajaan sedikit berseberangan pandangan dengan raja, maka tuduhan pemberontak atau penghianat terlalu mudah bagi raja. Apa yang tidak mungkin bagi raja?

Begitu juga dengan kasus tuduhan melakukan ilmu hitam. Bukankah sangat sulit untuk membuktikannya? Namun, penguasa merasa terancam dengan keberadaan ilmu ini. Takut jika sewaktu-waktu raja atau keluarganya diserang ilmu hitam, maka musnahlah estafet kepimpinan keluarga raja.

Kapan saja, raja dapat berkenan menuduh seseorang berhendak jahat (menyerang raja dengan ilmu hitam) termasuk kepada orang baik (mungkin). Namun, jika raja memiliki rasa sentimen (tidak suka) terhadap orang yang memiliki pandangan oposisi-cukup satu kata titah, “Tangkap, seret, tenggelamkan atau buang ke Pulau NP!” Terus, siapa yang berani melawan titah raja?

Atau alasan lain, keluarga tertentu (entah pejabat/ rakyat biasa misalnya) dituduhkan menyukai putri raja. Lalu, keluarga raja merasa diremehkan atau terancam wibawanya. Maka, sangat mungkin raja akan menuduh keluarga tersebut melanggar peraturan adat perkawinan dan harus dibuang. Orang-orang mau ngomong apa, coba?

Wah, pikiran saya terus berkecamuk! Rupanya otak saya mulai dipenuhi dengan cerita-cerita raja yang pernah aku dengar dalam sandiwara radio tahun 90-an. Apa yang tidak mungkin bagi raja?

Penguasa dan Klaim Bandit

Jadi, klaim bandit pada masa kerajaan sangat mungkin dipengaruhi oleh unsur subjektif dari sikap dan cara pandang penguasa (raja). Faktor like/ dislike dari raja merupakan standar simpel untuk mengklaim bandit atau bukan bandit. Unsur subjektif ini sangat kuat mengingat penguasa sistem kerajaan bersifat langgeng. Bukan karena kemampuan menjadi seorang pemimpin.

Karena itulah, keluarga raja tidak boleh disaingi apalagi terancam. Hambatan-hambatan atas kelangsungan estafet penguasa harus dicegah sedini mungkin. Apa pun alasannya, entah rasional ataupun irasional, keluarga raja adalah titipan Tuhan untuk memerintah (bukan untuk diperintah).

Kebenaran menjadi monopoli mutlak raja. Namun, tidak semua raja berwatak demikian. Raja-raja yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, tentu memiliki kebijaksanaan dan sikap objektif (kebenaran) yang tinggi. Sebaliknya, raja-raja yang haus kekuasaan lebih dominan mengandalkan sikap subjektif.

Nah, jika benar orang-orang yang dibuang ke NP   itu memiliki moral yang baik, tetapi berseberangan dengan raja-masih etiskah menyebutnya dengan para bandit? Pertanyaan investigatif ini mungkin cocok ditujukan kepada para penulis barat tersebut. Karena merekalah yang memberikan julukan pulau para bandit.

Lalu, apa dasarnya penulis barat berkesimpulan demikian? Saya tidak mempunyai referensi yang kuat tentang hal ini. Saya hanya mendapat kutipan hasil penelitian arkeolog Claire Holt yang berjudul “Bandit Island: A Short Exploration Trip to Nusa Penida” (dimuatTraditional Balinese Culture). Berdasarkan beberapa sumber lokal dan arsip Belanda, Holt menyebut Pulau NP sebagai wilayah yang diisi oleh orang-orang bermasalah dari pulau utama, yakni Bali.

Di benak saya, orang-orang bermasalah yang dimaksud lebih condong kepada para penjahat politik (jika saya kaitkan dengan tulisan Sidemen). Dalam konteks sekarang, mungkin oposisi atau orang-orang yang dianggap mengancam/ menghambat ambisi penguasa (raja). Pada zaman kerajaan, saya pikir hanya orang kritis, cerdas dan pemberani yang berani berbeda pandangan dengan raja. Artinya, besar kemungkinan penjahat-penjahat politik yang dimaksudkan merupakan politikus andal pada zaman itu. Ah, tentu dibutuhkan peneliti-peneliti andal untuk mengkaji hal itu lebih lanjut.

Sebagai orang barat (apalagi orang Belanda), barangkali mereka memiliki kesamaan dalam mengklaim kategori “bandit”. Bangsa barat (Belanda) yang pernah berkuasa (menjajah) di Indonesia mungkin saja memiliki cara pandang yang sama dengan penguasa (raja-raja di Bali). Semua yang berseberangan atau menghambat kepentingan penguasa adalah bandit. Di mata orang Belanda, Ir. Soekarno dan pahlawan-pahlawan Indonesia lainnya barangkali masuk kategori (maaf) bandit karena menghalangi kelanggengan berkuasa di Indonesia.

Jika membaca lebih dalam penelitian Sidemen, saya tidak mencium aroma pembanditan yang mencolok di NP. Sebab, tidak ditemukan bangunan atau ruang penjara. Para narapidana itu konon dibebasliarkan. Bahkan, dikatakan menikah dengan penduduk setempat (penduduk lokal NP). Mereka dieksploitasi (sistem tanam paksa) untuk membuka lahan pertanian baru untuk mendongkrak ekspor pangan ke Klungkung daratan.

Sebaliknya, saya justru mencium NP menjadi korban maaf “pembanditan” sejarah. Wah, kok jadinya malah serem dan ngawur, ya! Begini, dengan menjadikan NP sebagai tempat pembuangan telah menciptakan citra buruk yang melegenda. Klungkung telah menciptakan stereotip negatif terhadap Pulau NP termasuk penduduk asli setempat.

Kedua, penciptaan stereotip ini sepertinya berhubungan (mungkin) dengan misi tendensius orang Bali daratan (Klungkung) untuk mendominasikan budaya Bali sehingga identitas orang NP menjadi hilang. Menurut Sidemen, akhir abad XIX atau awal XX, unsur-unsur kebudayaan asli NP memperlihatkan gejala kepunahan. Saya berpikir ini merupakan kejahatan (pembanditan) yang cukup memilukan.

Ketiga, sistem tanam paksa yang dibebankan kepada narapidana untuk mendongkrak ekspor pangan dan mensejahteraan masyarakat Klungkung juga merupakan kejahatan yang tak mengenakkan bagi warga NP.

Keempat, saya tidak pernah melihat bukti-bukti sejarah (di NP) yang berkaitan dengan denyut kehidupan kerajaan di NP. Misalnya, sisa-sisa istana kerajaan, tokoh-tokoh pejabat Bali daratan yang pernah ditempatkan di NP dan lain sebagainya. Ah, mungkin saya kuper saja. Selama ini, saya hanya tahu NP hanya menyisakan pura, tanah kapur, batu kapur dan kali kering serta pohon-pohon yang tahan panas. Seolah-olah NP tidak ada dalam rangkaian denyut kerajaan di Bali. Ah, mungkinkah itu berhubungan dengan politik menghilangkan identitas masyarakat NP?

Coba kau tanyakan pada rumput yang bergoyang! Kok, malah kayak lirik lagu Ebiet G. Ade. Yang jelas tanah, batu, kali kering dan langit NP yang persis tahu (saksi bisu) atas apa yang menimpa Pulau NP pada zaman itu. [T]

Tags: Nusa Penidasejarah
Previous Post

Tarian Garis, Tarian Alam I Ketut Suasana Kabul

Next Post

Kekuasaan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Kekuasaan

Kekuasaan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co