9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Melawat ke Flores [2]: Mengarungi Perairan Komodo

I Komang Gde SubagiabyI Komang Gde Subagia
February 5, 2020
inTualang
Melawat ke Flores [2]: Mengarungi Perairan Komodo

Kapal-kapal yang Berlabuh di Sekitar Pulau Kelor [Foto: IK Gde Subagia]

11
SHARES

Baca juga:

  • Melawat ke Flores [1] : Perjalanan Dimulai Dari Labuan Bajo

Sekoci kecil membawa saya meninggalkan pelabuhan. Berlenggak-lenggok di antara kapal-kapal lain yang sedang parkir. Menuju salah satu kapal yang parkir di tengah, kapal yang akan saya tumpangi.

Saya akan melaut tiga hari ke depan. Mau mengelilingi perairan Taman Nasional Komodo. Menuju satu pulau ke pulau lain. Bersama teman-teman baru yang bergabung dalam satu kapal.


Sebuah Kapal yang Biasa Mengarungi Perairan Taman Nasional Komodo, Menarik Sekoci di Belakangnya [Foto: IK Gde Subagia]

Nama keren kegiatan ini adalah open trip. Perjalanan dari gabungan individu atau beberapa orang yang tak saling kenal sebelumnya. Ini adalah paket jualan wisata umum di Labuan Bajo. Dan saya mencobanya. Cocok untuk berbagi ongkos kapal dan biaya perjalanan.

Total ada delapan belas orang di kapal yang saya naiki. Empat belas wisatawan. Satu pemandu. Satu nahkoda. Satu koki. Dan dua anak buah kapal. Nama teman-teman baru dalam satu kapal ini tak saya hafal seluruhnya. Nanti akan saya tulis khusus satu per satu dari mereka untuk kenang-kenangan. Okelah kalau begitu.

Mulai Melaut

Perjalanan di laut pun dimulai. Kapal berjalan perlahan. Meninggalkan pelabuhan Labuhan Bajo.

Ricardus Gopong, pemandu kami sangat ramah. Ia yang berumur 20 tahun selalu melucu. Selalu mewanti-wanti untuk hemat air selama di kapal. Tak membuang sampah sembarangan ke laut, terutama yang dari plastik. Mantap.


Kapal Mulai Berjalan Perlahan Meninggalkan Labuan Bajo [Foto: IK Gde Subagia]
Abire, Sang Nahkoda Kapal [Foto: IK Gde Subagia]

Nahkoda kapal bernama Abire. Nama lengkapnya hanya Abire. Satu suku kata saja. Tak ada embel-embel lain. Lelaki 65 tahun yang berasal dari Bone ini dipanggil Opa Abi. Ia telah lama malang melintang di tengah laut. Sering pulang pergi dari Labuan Bajo ke Makassar. Saya mempercayakan nasib di laut kali ini padanya.

Taman Nasional Komodo

Taman Nasional Komodo adalah kawasan perairan dan kepulauan. Terletak di perbatasan Pulau Flores dan Pulau Sumbawa. Secara administratif, menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Terdiri dari tiga pulau besar : Komodo, Rinca, dan Padar. Serta puluhan pulau kecil lainnya. Dengan berbagai macam spesies. Termasuk komodo, kadal raksasa yang menjadi satwa endemik di wilayah ini.


Papan Petunjuk Tentang Taman Nasioanl Komodo yang Bisa Dijumpai di Setiap Pulau [Foto: IK Gde Subagia]
Saya (penulis) di Dalam Kawasan Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Taman nasional yang dinobatkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO mengalami polemik belakangan ini. Rencananya mau ditutup sementara waktu. Usulnya dari pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur. Di bawah arahan sang gubernur, Viktor Laiskodat.

Tapi usul itu mendapat tentangan. Terutama dari pelaku pariwisata. Seperti hotel, jasa transporasi darat, persewaan kapal, dan oleh-oleh. Jika Komodo ditutup, matilah usaha mereka. Daripada ditutup, pembangunan hotel atau resort di taman nasional lah yang harus dicegah. Hmmm…

Sementara dari kalangan peneliti, khususnya dari LIPI, mengatakan bahwa tak ada korelasi signifikan antara kegiatan wisata dengan populasi komodo. Wisatawan hanya melihat. Tidak mengambil atau membunuh komodo. Juga mengikuti jalur-jalur yang memang diperbolehkan. Yang perlu dititikberatkan malah pada penduduk sekitar dan pemukiman di taman nasional.

Bahkan kepala taman nasional pernah mengatakan bahwa rencana penutupan hanyalah wacana saja. Popolasi komodo aman-aman saja. Walaupun penataan dan perbaikan pengelolaan tetap harus dijalankan. Untuk menghindari mass tourism, perizinannya saja yang diperketat. Atau tiket masuknya dinaikkan.


Pulau Padar dan Sekitarnya dalam Kawasan Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Ke Pulau Kelor

Setelah berlayar sekitar satu jam, kami tiba di Pulau Kelor. Pulau tak berpenghuni yang berlokasi tak jauh dari daratan Flores. Kondisinya berbukit dengan rumput-rumput ilalang. Pantainya berpasir putih. Airnya jernih. Kebiruan.

Tapi suasananya ramai. Ada banyak sekali kapal yang parkir di sekitarnya. Membawa banyak wisatawan. Untuk bermain di pantai. Dan mendaki bukit kecilnya. Ke puncak yang tingginya hanya 100 meter dari permukaan laut.

Di bukit ini pemandangannya memang menarik. Tempat yang pas untuk foto-foto. Jumlah wisatawan mungkin seratusan lebih. Mengantri di jalur pendakian. Dan mengantri di spot-spot foto favorit.


Pulau Kelor yang Ramai. Banyak Orang yang Akan Mendaki ke Puncak Bukitnya [Foto: IK Gde Subagia]
Kapal-kapal yang Berlabuh di Sekitar Pulau Kelor [Foto: IK Gde Subagia]

Saya sebenarnya tak begitu suka jalan-jalan ke alam yang kondisinya ramai. Tapi mau bagaimana lagi. Ini di Komodo. Dan musim liburan. Namanya sudah mendunia. Mengundang semua orang untuk datang. Mau tak mau, saya harus menikmati suasana ini.

Kesialan Wallace di Masa Silam

Selepas tengah hari, kapal melaju ke Pulau Rinca. Pulau ini adalah pulau terbesar kedua di kawasan taman nasional. Di sinilah kita bisa melihat komodo. Satwa dari zaman dinosaurus yang masih bertahan sampai sekarang. Yang luput dari pengamatan Alfred Russel Wallace, naturalis dari Inggris itu.


Garis Wallace, Membagi Nusantara Menjadi Dua Kawasan Sebaran Fauna Asia dan Australasia

Wallace terkenal karena teorinya. Ia membagi sebaran spesies nusantara dengan garis imajiner, membentang utara ke selatan. Antara Kalimantan dan Sulawesi. Serta antara Bali dan Lombok. Sebelah barat masuk kawasan Asia. Sebelah timur masuk Australasia.

Sayang, Wallace tak pernah melihat komodo dalam ekspedisinya. Spesies yang hanya satu-satunya di Kepulauan Sunda Kecil. Ia kehilangan bahan penelitian yang spektakuler : naga yang menjadi dongeng nusantara kala itu. Yang menginspirasi dunia di kemudian hari.

Melihat Komodo di Rinca

Kapal berlabuh di dermaga Teluk Loh Buaya. Wisatawan masih ramai. Beberapa kapal membuang sauh. Membawa penumpangnya dengan sekoci merapat ke tepi pantai. Lalu berkeliling di sekitar pulau bersama pemandu setempat.

Komodo-komodo di Pulau Rinca [Foto: IK Gde Subagia]
Kawasan Sarang Komodo, Tempat Betina Bertelur [Foto: IK Gde Subagia]
Komodo, Satwa Endemik yang Hanya Ada di Kepulauan Komodo [Foto: IK Gde Subagia]
Rusa, Salah Satu Spesies yang Menghuni Pulau-pulau di Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Pulau Rinca adalah pulau terluas kedua di kawasan taman nasional. Ada sekitar 1.500 ekor lebih komodo yang hidup di pulau ini. Menyebar di berbagai tempat.

Jumah komodo yang relatif sama juga ada di Pulau Komodo, pulau terbesar. Serta sejumlah kecil di Pulau Padar, Motang, dan Kode. Kalau ditotal, ada tiga ribuan komodo di dalam kawasan taman nasional.

Selain komodo, ada banyak kerbau liar. Rusa. Monyet ekor panjang. Dan burung elang laut. Setidaknya satwa-satwa inilah yang saya lihat dengan mata kepala sendiri.

Kerbau, rusa, dan monyet adalah mangsa alami komodo. Makanya saya melihat tulang belulang kerbau dan rusa dipajang di depan pintu masuk.

Komodo adalah mahluk siang hari. Memburu mangsanya dengan menunggu. Ia tak bisa bergerak cepat. Hanya memangsa jika sang mangsa berada dalam jangkauannya. Makanya kita harus hati-hati saat berada di dekat komodo. Reptil ini sama berbahanya seperti buaya.

Umur hidup komodo rata-rata adalah dua puluhan tahun. Paling lama yang tercatat adalah lima puluh tahun. Musim kawinnya setiap tahun, sekitar April. Dan bertelur sekitar tujuh bulan kemudian. Bertelurnya di dalam lubang yang dibuat oleh burung. Saat menetas, anak-anak komodo bisa dimangsa oleh komodo dewasa. Termasuk induknya. Ngeri juga. Mereka kanibal.

Pulau Rinca sebenarnya berpenghuni. Kampung yang hanya satu-satunya bernama Kampung Rinca. Warganya bertani di sekitar kampung. Beberapa melaut sebagai nelayan. Karena berdampingan dengan komodo, pernah ada kejadian seorang warga kampung diterkam komodo. Ia terluka dan berhasil diselamatkan.

Bertemu Teman Lama

Sewaktu berlabuh di Teluk Loh Buaya, saya melihat sebuah kapal phinisi. Nama kapalnya adalah Helena. Saya tahu kapal ini. Milik teman lama saya : Untung Sihombing.

Saya celingukan mencarinya. Dan ketemu. Saya melihatnya. Tapi posisinya jauh. Tak mungkin ia melihat saya. Kalaupun berteriak memanggilnya, tak mungkin pula ia mendengar. Kalau ditelpon, telepon saya sudah tak mendapatkan sinyal sejak meninggalkan Labuan Bajo.

Tapi di dermaga, saya melihat anak buah kapalnya. Dari kaos yang bertuliskan Helena. Saya katakan kepada mereka bahwa saya ingin bertemu dengan pemilik kapal. Dan akhirnya bisa. Untung Sihombing pun kaget. Ia tak menyangka akan bertemu saya di Pulau Rinca.


Saya (penulis) melihat Helena [Foto: IK Gde Subagia]
Saya (penulis) bersama Untung Sihombing

Dulu, Untung Sihombing adalah karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi di Jakarta. Satu kantor dengan saya. Kenal bukan karena urusan kerjaan. Tapi karena sering jalan bersama ke alam. Naik gunung atau menyelam di laut.

Ia memang memiliki passion besar di alam. Petualang sejati. Ia berani resign untuk berkelana ke mana-mana. Sampai akhirnya, ia bermarkas di Labuan Bajo dua tahun terakhir ini. Membeli phinisi. Sambil mengelola bisnis pariwisata. Semoga sukses terus, Bro!

Pulau Kalong

Menjelang sore, kami meninggalkan Pulau Rinca. Tujuan berikutnya adalah ke Pulau Kalong. Untuk melihat sunset, matahari terbenam.

Seperti namanya, Pulau Kalong memang menjadi sarang kalong, kelelawar besar. Sambil santai di geladak kapal bagian atas, saya menyaksikan langit yang makin memerah.

Ketika remang-remang pertanda malam mulai turun, kalong-kalong mulai berterbangan. Jumlahnya ratusan ribu. Atau mungkin jutaan. Karena memang banyak sekali. Dan kejadiannya lama. Dari yang terbang pertama, sampai yang terbang terakhir.


Kalong-kalong yang Terbang Mencari Makan Saat Malam Menjelang [Foto: IK Gde Subagia]

Pemandangan mahluk ciptaan Tuhan yang unik. Tapi merugikan manusia. Karena kalong adalah hama. Ketika malam telah dimulai seperti ini, mereka terbang mencari makan. Ke pulau-pulau seberang. Flores, Sumba, Sumbawa, Timor, dan lain-lain.

Petani kopi, pisang, dan buah-buahan lainnya tak akan pernah suka dengan kalong. Tak bisa dibayangkan jika semua kalong yang terbang tadi berburu makan di satu kebun. Hasil kebun pasti langsung ludes. Habislah sang petani merugi. Maka tak heran, beberapa orang di Flores juga memakan daging kalong. Hasil menjerat atau berburu di kebunnya.

Bermalam di Teluk

Saat malam telah benar-benar gelap, pemandangan yang terlihat hanya lampu-lampu kapal di kejauhan.

Kami berencana akan ke Pulau Padar. Tapi gelombang tinggi. Kapal terombang-ambing cukup hebat.

Nahkoda memutuskan untuk merapat di sebuah teluk. Bagian dari Pulau Rinca. Begitu juga dengan kapal-kapal lain. Merapat di sekitar kami juga.

Teluknya tenang. Kapal hanya bergoyang pelan mengikuti irama gelombang. Cukup nyaman untuk melewatkan malam. Untuk beristirahat. Juga mandi dan makan malam.

Ini pertama kalinya saya bermalam di tengah laut. Walaupun bukan di tengah lautan lepas. Tapi di pinggir. Berlokasi tak jauh dari daratan. Menyenangkan. Sekaligus mendamaikan.


Suasana malam di kapal [Foto: IK Gde Subagia]

Saya berbaring menengadah menatap langit. Di geladak kapal bagian atas. Merasakan angin yang berhembus. Melihat bintang-bintang bertaburan. Berkerlap-kerlip. Berkilauan menjadi bagian semesta raya. Pikiran melayang ke mana-mana. Berlarian menembus ruang dan waktu. Siapalah saya, yang terdampar di satu titik kecil galaksi ini. [T]

Labuan Bajo, Juni 2019


Selanjutnya baca:

  • Melawat ke Flores [3] : Masih di Perairan Komodo

Tags: FloresIndonesia TimurLabuan BajoPariwisata
Previous Post

Kolaborasi Erick Est, Bayak dan Pohon Tua dalam Hyena

Next Post

Festival Budaya X Jegeg Bagus Tabanan 2020: Ciptakan Keindahan, Lestarikan Kebudayaan

I Komang Gde Subagia

I Komang Gde Subagia

Biasa dipanggil Gejor. Suka menulis. Suka memotret. Suka jalan-jalan. Suka tidur. Tinggal di Denpasar.

Next Post
Festival Budaya X Jegeg Bagus Tabanan 2020: Ciptakan Keindahan, Lestarikan Kebudayaan

Festival Budaya X Jegeg Bagus Tabanan 2020: Ciptakan Keindahan, Lestarikan Kebudayaan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co