Pada Tanggal 29 Desember 2019, Kulidan Kitchen mengadakan pameran bertema illegal trade. Ketua panitia pameran adalah I Putu Adi Putra Wiwana. Di artikel ini, karya yang akan dibahas adalah suatu karya digital yang dibuat oleh I Kadek Adi Putra Wijaya. Dia memberi judul karyanya yaitu Ketidakterimaan.
Deskripsi
Di Dalam karya ukuran panjang 60 cm dan lebar 85 cm terdapat dua objek utama. Objek pertama dalam karya ini adalah burung jalak bali berbulu putih dengan kelopak mata biru dan berparuh kuning. Burung jalak bali dalam karya ini ditampilkan seperti para dewa dalam mitologi yang dibuktikan dengan adanya gelang emas di masing masing sayapnya. Di lehernya ia mengenakan hiasan berwarna sama seperti di gelangnya. Pada dahi burung, terdapat ornamen ukiran berwarna kuning mengkilap dan batu permata merah di tengahnya. Burung diantromorphisasi (dilukiskan berperilaku seperti manusia) pada objek kedua.
Objek tersebut merupakan seorang manusia. Latar lukisan berupa langit berwarna gelap dan petir yang menyambar membuat suasana di dalam lukisan ini tegang. Burung jalak bali menampilkan kemarahan dengan menancapkan kedua kakinya yang memiliki cakar di kepala manusia. Manusia dalam lukisan ini menjadi sasaran kemarahan karena sifat serakahnya dan merusak yang mengancam kelestarian jalak bali.
Bentuk , Medium dan Komposisi
Karya ini dibuat dengan medium digital sehingga hasilnya berbeda dengan karya seni lukis yang menggunakan cat atau tinta. Corak warna objek kedua yaitu manusia sama dengan yang biasa dilihat di poster poster tercetak.
Pada objek pertama burung jalak bali, terdapat pola irama yang teratur yaitu bulu bulu burung pada sayap. Bulu bulu tersebut dilukis sesuai dengan polanya di mana ujung atas bulunya hitam dan bawahnya putih. Ujung bulu berwarna hitam terlihat jelas karena burung dilukiskan sedang mengepakkan sayapnya.
Interpretasi
Karya seni I Kadek Adi Putra Wijaya membawa suatu pesan bagi orang ornag yang mengamatinya. Pesan tersebut berupa terancamnya Jalak Bali. Di Bali , selain Jalak Bali berbulu putih terdapat juga burung endemic yang hanya hidup di pulau Bali saja yaitu Jalak Tunggir Abu. Dua spesies burung ini adalah yang paling unik di dunia karena tingkat endemisnya. Karena keunikan geografis dan keindahannya, dua spesies ini sering dijadikan objek perdagangan. Pada tahun 2017, populasi jalak tunggir abu diperkirakan antara 50 ekor hingga 250 ekor, sebagian besar hidup di taman nasional Bali barat (1).
Foto: Jalak Tunggir Abu (2)
Burung burung ditangkap dari habitat aslinya, dikurung lalu dijual. Seorang oknum menawarkan jalak bali via facebook seharga 1,2 juta per ekor(3). Setelah ditelusuri oleh pihak berwenang, si penjual tidak memiliki ijin resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam untuk meperdagangkannya.
Menurut data birdlife International, organisasi konservasi burung dunia, dua spesies ini statusnya terancam punah ( Critically Endangered ).
Leucopsar rothschildi | Bali Myna | Sturnidae (Starlings) | CR |
Acridotheres melanopterus | Black-winged Myna | Sturnidae (Starlings) | CR |
Sumber Tabel: Birdlife International(4)
Catatan : Bali Myna adalah jalak bali. Black-winged Myna merupakan nama Inggris dari jalak tunggir abu
Selain perdagangan, factor yang mengancam keberlangsungan hidup dua spesies burung ini adalah tutupan hutan di Bali yang kurang dari 35% total luas pulau Bali. Habitat kedua burung ini yang paling ideal adalah hutan , oleh karena itu hutan perlu dipulihkan untuk menjaga kelestarian burung dalam jangka panjang. Populasi jalak bali tahun 1912 diperkirakan 900 ekor (5).Pada tahun 2019, di Taman Nasional Bali Barat, populasi Jalak Bali mencapai 236 ekor di alam bebas. Di penangkaran, jumlahnya 390 ekor. Taman Nasional Bali Barat menargetkan populasinya mencapai 500 ekor di tahun tahun berikutnya(6).
Dari infomasi di atas dapat disimpulkan bahwa dua spesies burung langka di Bali ini sebagian besar tinggal di taman nasional Bali Barat . Meski sudah melibatkan masyarakat setempat dan lembaga nirlaba seperti Yayasan Begawan dalam menangkarkan burung , untuk jangka panjang perlu dilakukan restorasi hutan di kabupen kabupaten Bali untuk menyediakan habitat ideal bagi keragaman hayati dua burung tersebut. Selain itu hutan yang mejadi habitat utama burung ini merupakan cadangan air bagi penduduk.
Konservasi burung jalak bali dan tunggir abu di masa depan bukan hanya untuk pameran saja dimana hewan tersebut menjadi objek pariwisata tetapi juga mendatangkan manfaat lain yaitu pemulihan lingkungan dan manfaat ekologis bagi masyarakat sekitar sehingga motivasi pelestarian semakin besar. Model penggunaan hutan oleh masyarakat yang dapat koeksis secara harmonis dengan satwa liar harus dijadikan bahan kajian ilmiah untuk diterapkan sehingga perluasan hutan demi satwa liar Bali dapat dilakukan. Koridor hijau yang membentang dari taman nasional Bali Barat hingga Karangasem Utara perlu didirikan untuk melindungi sumber air di Bali karena sebagian besar hulu sungai berasal dari sini. Bentang lahannya adalah pegunungan dan perbukitan. Hutan menyediakan pepohonan bagi jalak bali dan jalak tunggir abu untuk bersarang, beristirahat , bermain dan mencari makan dari buah buahan
Di dalam koridor hutan yang saling terhubung dan tidak terisolir, komunitas lokal dapat memanfaatkannya untuk menambah penghasilan. Mereka dapat memanfaatkan kayunya secara berkelanjutan untuk bahan kerajinan. Di hutan, pohon kopi dan kakao dapat ditanam dibawah pohon pohon besar dan diantara tanaman tanaman lainnya. Sistem ini dinamakan rustic. Ekosistem yang ada disebut hutan kopi kakao bukan perkebunan. Sistem rustic pembudidayaan kakao dan kopi menyediakan kanopi bagi beragam spesies hewan hutan.
Sistem Rustic Cacao(7)
Model agroekologi diterapkan di sini untuk kelestarian hutan. Tanaman kopi dan kakao adalah tanaman hutan hujan tropis yang berevolusi di dalam ekosistem tersebut selama jutaan tahun. Penanaman kopi dan kakao model ini membutuhkan banyak tenaga kerja oleh karena itu ini memberikan makna esensial bagi komunitas setempat. Di lahan ini, pekerja mendapat asupan gizi dari penanaman sayur sayuran dan buah buahan. Kompleks agro ekologi hutan Bali yang mana mereka memanfaatkan untuk kerajinan dan pangan dengan pengelolaan dilakukan oleh para pekerja yang tinggal di lingkungan itu akan memberikan masa depan yang lebih terjamin karena sarana produksi dan distribusi dikelola langsung oleh mereka bukan melalui perantara. Para pekerja di hutan inilah yang menjadi pelestari dan pelindung satwa pulau Bali.
Pekerjaan yang dilakukan dengan kondisi seperti ini jauh lebih bermakna daripada menjadi tenaga yang dibayar oleh pihak lain dengan kondisi masa depan rentan karena maraknya outsourching, tenaga lepas dan kontrak. Jumlah petani dan pengrajin di Bali yang berperan dalam konservasi burung dapat meningkat. Bahan kerajinan, coklat, kopi, sayuran serta kerja yang dihasilkan berkualitas bagi pekerja itu sendiri dan menjaga kelestarian stawa liar serta memulihkan hutan Bali yang merupakan sumber air.
Untuk proses distribusi dari pekerja menuju konsumen di kota kota pulau Bali hingga seluruh Indonesia bahkan luar negeri diperlukan sistem perdagangan adil. Konsumen , terutama di Indonesia dan luar negeri yang akan membeli produk kopi, kakao dan produk kerajinan kayu mesti mengenal para pekerja yang merawat tanaman tersebut, mengetaui kondisi mereka dan peran mereka dalam merawat ekologi.
Sumber:
- Jalak Tunggir Abu, Burung Langka yang Terancam Punah. Agustus 2017.https://www.portalhijau.com/2017/08/jalak-tunggir-abu-burung-langka-yang.html
- Ibid
- Penjualan Ilegal Satwa Bali Marak Via Facebook, Begini Fakta Dibaliknya. 18 April 2018. https://bali.tribunnews.com/2018/04/18/penjualan-ilegal-satwa-langka-di-bali-marak-via-facebook-begini-fakta-dibaliknya?page=1
- http://datazone.birdlife.org/species/results?cty=100&rlCR=Y&rec=N&vag=N&hdnAction=ADV_SEARCH
- Cerita Desa Sibangkaja yang Jadi Kampung Jalak Bali. Raras Prawitaningrum. https://news.detik.com/berita/d-4317464/cerita-desa-sibangkaja-yang-jadi-kampung-jalak-bali
- Populasi Jalak bali Meningkat. 21 Juni 2019. http://www.balipost.com/news/2019/06/21/78882/Populasi-Jalak-Bali-Meningkat.html
- Ivette Perfecto, et All. 2012. Nature Matrix Linking Agriculture, Conservation and Food Sovereignty. Chapter 5 Coffee, Cacao, and Food Crops: Case Studies of Agriculture and Biodiversity. Page 164. Earth Scan. London