Nama-nama raja Bali Kuno yang dikenal sampai saat ini seperti raja Udayana, raja Jaya Pangus dan raja Astasura Ratnabumibanten bersumber dari prasasti-prasasti yang ditemukan di Bali. Suatu prasasti dapat memberikan gambaran yang lengkap dari suatu pranata sosial masyarakat atau hanya sebagian kecil, tergantung dari kelengkapannya.
Terkadang, temuan prasasti bersifat fragmentaris, sehingga informasi yang terkandung tidak banyak. Secara umum, prasasti yang lengkap memiliki unsur-unsur yang terdiri atas bagian pembukaan, bagian isi, dan bagian penutup.
Bagian pembukaan biasanya berisi (a) angka tahun dan unsur penanggalannya, (b) nama atau gelar raja yang memerintahkan pengeluaran prasasti, dan (c) nama pejabat yang menerima perintah raja.
Bagian isi biasanya berisi (a) sambandha, yaitu sebab-sebab dikeluarkannya prasasti, (b) keputusan raja yang biasanya berisi tentang keringanan dan atau pembebasan pajak, (c) hak dan kewajiban penduduk desa yang menerima anugerah keputusan tersebut, (d) aturan pembagian waris, dan (e) batas-batas desa.
Bagian penutup biasanya berisi (a) saksi-saksi yang terdiri atas pejabat tingkat pusat dan daerah, (b) para dewa yang diserukan sebagai saksi turunnya keputusan tersebut, (c) sapatha, yaitu kutukan bagi mereka yang berani melanggar ketetapan yang termuat dalam prasasti tersebut.
Prasasti-prasasti tersebut lebih banyak ditulis dalam sebuah lempengan tembaga dan juga batu dan tersebar di beberapa tempat di Bali. Prasasti ini menggunakan huruf Bali Kuno, Jawa Kuno dan Kadiri Kwadrat. Bahasanya pula berbeda-beda, seperti Bali Kuno, Jawa Kuno dan Sansekerta. Selain itu prasasti merupakan sesuatu yang sangat dikeramatkan oleh masyarakat Bali, diupacarai dan dipercaya dapat melindungi desa tempat prasasti itu berada.
Membaca prasasti memerlukan keahlian khusus mengenai pengetahuan bahasa dan huruf, serta pula wajib memilih hari baik dan juga melaksanakan upacara khusus. Untuk itu membaca secara langsung prasasti memiliki tantangan yang cukup rumit. Walaupun begitu sudah cukup banyak prasasti yang berhasil dibaca oleh para peneliti dari dulu hingga sekarang ini. Orang yang ahli dalam prasasti ini dikenal dengan nama Efigraf. Dari pembacaan prasasti itulah nama-nama raja yang pernah memerintah Bali Kuno dapat diketahui.
Lalu sebenarnya pada masa Bali Kuno, ada berapa raja yang sempat memerintah? Dari prasasti-prasasti yang sudah ditemukan sampai saat ini, menyebutkan ada 23 nama raja yang sempat memerintah pada masa Bali Kuno. Istilah Bali Kuno digunakan oleh para peneliti untuk menyebut Bali sebelum adanya pengaruh kekuasaan Majapahit di Bali.
Prasasti pertama yang memuat nama raja adalah prasasti Blanjong (835 Ç) dengan nama Raja Sri Kesari Warmadewa yang merupakan cikal bakal dari dinasti Warmadewa di Bali. Prasasti lain yang menyebut nama raja itu, yakni Prasasti Panempahan dan Prasasti Malet Gede (835 Ç). Setelah raja Sri Kesari Warmadewa, yang memerintah Bali adalah Sang Ratu Sri Ugrasena. Raja Ugrasena mengeluarkan prasasti-prasastinya tahun 837-864 Ç (915-942 M). Sedikitnya ada sembilan buah prasasti yang dikeluarkan, dan semuanya berbahasa bahasa Bali Kuno. Prasasti-prasasti yang dimaksud adalah prasasti Srokadan (837 Ç), Babahan I (839 Ç), Sembiran AI (844 Ç), Pengotan AI (846 Ç), Batunya AI (855 Ç), Dausa, Pura Bukit Indrakila AI (857 Ç), Serai AI (858 Ç), Dausa, Pura Bukit Indrakila BI (864 Ç), Gobleg, Pura Batur A.
Pengganti Raja Ugrasena adalah Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama dengan permaisurinya yaitu Sri Subhadrika Dharmmadewi pada kurun waktu 877-889 Ç (955-977 M). Sedikitnya ada 4 prasasti yang memuat nama raja suami-istri tersebut, yakni prasasti Manik Liu AI (877 Ç), Manik Liu BI (877 Ç), Manik Liu C (877 Ç), Kintamani A (889 Ç). Pada tahun 882 Ç muncul seorang raja lain yang bernama Sang Ratu Sri Indra Jayasingha Warmmadewa. Raja ini dapat diketahui dari sebuah prasasti, yaitu prasasti Manukaya (882 Ç). Raja berikutnya bergelar Sang Ratu Sri Janasadhu Warmadewa, satu-satunya prasasti atas nama raja tersebut adalah prasasti Sembiran AII (897 Ç).
Pengganti Raja Janasadhu Warmadewa adalah seorang raja perempuan bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Satu-satunya prasasti menyebut nama raja ini adalah prasasti Gobleg, Pura Desa II (905 Ç). Setelah masa pemerintahan Sri Wijaya Mahadewi berakhir, muncul seorang raja bernama Sri Dharmodayana Warmadewa yang memerintah bersama permaisurinya Sri Gunapriyadharmapatni. Kiprah raja suami istri itu termuat dalam beberapa prasasti, yakni Prasasti Bebetin A I (911 Ç), Serai AII (915 Ç), Buwahan A (916 Ç), Sading A (923 Ç). Dalam prasasti, nama Gunapriyadharmapatni lebih dahulu disebutkan daripada Udayana. Pada tahun 933 Ç terbit sebuah prasasti atas nama raja Udayana sendiri, tanpa permaisurinya, yakni Prasasti Batur, Pura Abang A (933 Ç). Setelah raja Udayana, muncul nama raja Ratu Sri Sang Ajna Dewiyang mengeluarkan prasasti Sembiran AIII (938 Ç). Kemudian diganti oleh pemerintahan Paduka Haji Sri Dharmawangsawardhana Marakatapangkajasthanottunggadewayang mengeluarkan prasasti-prasasti antara lain Prasasti Batuan (944 Ç), Prasasti Sawan AI (945 Ç), Tengkulak A (945 Ç), Buwahan B (947 Ç).
Setelah pemerintahan raja Marakata, selanjutnya diganti oleh Paduka Haji Anak Wungsuyang memerintah tahun 971-999 Ç. Raja yang memerintah terlama diantara raja-raja pada jaman Bali Kuno. Ada 31 prasasti dikeluarkannya atau yang dapat diidentifikasikan sebagai prasasti-prasasti yang terbit pada masa pemerintahannya. Raja Anak Wungsu diganti oleh Sri Maharaja Sri Walaprabhu yang memerintah tahun 1001-1010 Ç, yang mengeluarkan tiga buah prasasti yaitu Prasasti Babahan II, prasasti Ababi A, prasati Klandis. Pengganti Sri Walaprabhu adalah Paduka Sri Maharaja Sri Çlendukirana Isana Gunadharmma Lakumidhara Wijayatunggadewi. Gelar ini terbaca dalam prasasti Pengotan BI (1010 Ç) dan Pengotan BII (1023 Ç). Kemudian diganti oleh Paduka Haji Sri Maharaja Sri Suradhipa (1037-1041 Ç)dengan mengeluarkan prasasti-prasasti Gobleg, Pura Desa III (1037 Ç), Angsari B (1041 Ç), Ababi, dan Tengkulak D.
Setelah berakhir masa pemerintahan Raja Suradhipa, secara beruntuun memerintah di Bali empat orang raja yang menggunakan unsur jaya dalam gelarnya, yaitu (1) Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti tahun 1055-1072 Ç (1133-1150 M), (2) Paduka Sri Maharaja Sri Ragajaya tahun 1077 Ç (1155 M), (3) Paduka Sri Maharaja Sri Jayapangus Arkajacihnatahun 1099-1103 Ç (1178-1181 M), dan (4) Paduka Sri Maharaja Haji Ekajayalancana beserta ibunya, yaitu Paduka Sri Arjaryya Dengjayaketana yang mengeluarkan prasastinya pada tahun 1122 Ç (1200 M).
Pada akhir masa Bali Kuno, masih terjadi lima kali pergantian raja. Bhatara Parameswara Sri Wirama (1126 Ç) terbaca dalam prasasti Pura Kehen C, Bhatara Parameswara Hyang ning Hyang Adidewalancana (1182 Ç) terbaca dalam prasasti Bulihan B, Bhatara Sri Mahaguru (1246-1247 Ç), mengeluarkan tiga buah prasasti, namun memuat gelarnya berbeda-beda. Dalam prasasti Srokadan (1246 Ç) disebut dengan Paduka Bhatara Guru yang memerintah bersama-sama dengan cucunya (putunira), yakni Paduka Aji Sri Tarunajaya. Dalam prasasti Cempaga C (1246 Ç) disebut dengan gelar Paduka Bhatara Sri Mahaguru dan dalam prasati Tumbu (1247 Ç) Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmadewa. Selanjutnya Paduka Tara SriWalajayakattaningrat(1250 Ç) terbaca dalam prasasti Selumbung, dan terakhir Paduka Bhatara Sri Astasura Ratnabhumibanten (1259-1265 Ç). Gelar ini terbaca dalam prasasti Langgahan yang berangka tahun 1259 Ç.
Selain nama-nama raja yang telah disebutkan di atas, dalam prasasti Pengotan E (1218 Ç) dan Sukawana D (1222 Ç) terbaca nama rajapatih bernama Kbo Parud. Apabila dilihat dari angka tahun prasasti yang dikeluarkan, maka rajapatih ini mengisi kekosongan pemerintahan setelah masa pemerintahan Raja Adidewalancana. [T]
Sumber:
- Astra. I Gde Semadi. 1997. “Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno Abad XII-XIII”. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
- Ardika, I Wayan, I Gde Parimartha, A.A Bagus Wirawan. 2013.Sejarah Bali: Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar: Udayana University Press
- Goris, Roelof. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: N.V. Masa Baru.
- Goris, Roelof. 1954. Prasasti Bali II. Bandung: N.V. Masa Baru.
- Suhadi, Machi. 1979. Himpunan Prasasti Bali Koleksi R. Goris dan Ketut Ginarsa. Jakarta
- Tim Peneliti. 2004. Himpunan Prasasti-Prasasti Masa Pemerintahan Raja Jaya Pangus. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali