- Judul: Rakyat Bukan Papan Begesting, Esai-esai dari Facebook dan Ruang Ilmiah
- Penulis: I Gde Made Metera
- Penerbit: Mahima Institute Indonesia
- Cetakan Pertama: September 2019
- Tebal: xii + 211 halaman
- ISBN: 978-623-7220-13-8
——
Sebagian besar tulisan dalam buku ini diunggah di facebook, terutama esai-esai pendek yang berisi pemikiran yang padat. Jika ada angka tanggal, bulan dan tahun di bawah tulisan, artinya tulisan itu diunggah di facebook pada tanggal sebagaimana dituliskan, atau setidaknya diunggah di sekitar tanggal-tanggal itu.
Meski selalu gatal menulis esai berupa status di facebook, I Gde Made Metera tetap saja memegang ciri khasnya sebagai seorang intelektual lulusan S3 dan seorang rektor di Universitas Panji Sakti Singaraja yang serius dan berpengetahuan luas, yang berpegang ketat pada nalar, etika dan logika keilmuan, dan tentu saja riwayat keilmiahannya bisa dilacak. Ia bukan penulis status media sosial yang sekadar tulis, sebagaimana kerap dilakukan warga media sosial yang rutin menuliskan kegiatan sehari-hari, kadang hanya penting untuk diri mereka sendiri, atau seseorang yang sekadar nyinyir, sentimentil, dan terlalu galau pada diri atau keadaan di sekitarnya.
Pada setiap esai pendek yang ditulisnya di facebook, hampir bisa dipastikan memiliki riwayat dan bisa dihubungkan dengan hasil-hasil pemikiran yang ia lontarkan pada seminar, serasehan, diskusi, ceramah, simposium, atau pada ruang-ruang penyebaran ilmu pengetahuan yang lebih serius semacam ketika ia menjadi konsultan di Pemkab Buleleng dan kantor pemerintahan yang lain.
Misalnya, pada pagi hari ia menjadi pemateri dalam seminar atau diskusi tentang Pilkada yang diselenggarakan sebuah lembaga resmi, lalu pada siang atau sore harinya atau besok paginya ia akan menggunggah status di laman facebook yang berisi intisari dari pemikiran yang dilontarkannya pada ruang diskusi itu. Bahasa yang digunakan tentu saja disesuaikan dengan bahasa umum agar bisa dibaca oleh siapa pun yang gemar mencari pengetahuan di media sosial. Artinya, di ruang seminar, pemikirannya yang lengkap, yang lebih ilmiah, dinikmati oleh peserta seminar yang memang terdiri dari orang-orang khusus, sementara di ruang media sosial pemikirannya tetap bisa dinikmati oleh publik yang lebih heterogen dan umum.
Hal yang sama juga berlaku pada esai-esainya yang dimuat di tatkala.co, sebuah media warga yang dikelola Mahima Institute Indonesia. Intisari dari pemikirannya yang biasanya panjang dan ilmiah di ruang seminar, biasanya ditulis lagi secara lebih bernas dan segar untuk disiarkan ditatkala.co. Demikian juga jika ia harus menulis semacam kajian terhadap perencanaan pembangunan atas permintaan sebuah lembaga pemerintah, atau riset yang ditulis pada jurnal ilmiah. Hasil kajian dengan riset yang mendalam, data statistik yang menjelimet dan metode penulisan yang kaku, biasanya ia olah kembali menjadi esai pendek yang lebih populer untuk dimuat di tatkala.co, atau dalam versi yang lebih pendek lagi diunggah di facebook.
Mungkin tidak banyak intelektual yang melakukan kerja-kerja penulisan yang biasa dilakukan I Gde Made Metera. Padahal, penyebaran pengetahuan dan pemikiran dengan menggunakan berbagai media, dari media kelas khusus hingga kelas umum, dari media serius hingga “media main-main”, bisa disebut sebagai salah satu strategi pengembangan literasi pada masa milenial ini. Literasi bukan hanya sekadar kegiatan membaca buku, melainkan juga sebuah upaya untuk mendapatkan pengetahuan, mengelola pengetahuan, dan menyebarkan pengetahuan, dari media apa saja.
Bisa saja satu pengetahuan dan pemikiran-pemikiran pada awalnya bersumber dari buku, lalu disebarkan di ruang seminar, lalu dipecah ke media sosial, lalu didiskusikan di warung-warung kopi. Atau pengetahuan, opini dan pemikiran, itu bisa saja menyebar terlebih dulu pada berbagai ruang dan media, lalu dikumpulkan menjadi buku — sebagaimana buku yang Anda pegang saat ini.
Judul buku ini, Rakyat Bukan Papan Begestingdiringkas dari sebuah judul tulisan berjudul “Dalam Pilkada: Rakyat Jangan Hanya Menjadi “Papan Begesting”. Papan begesting, atau di tempat lain juga biasa disebut papan bekisting, adalah papan yang hanya dipakai sebagai bagian dari rangkaian peralatan untuk cor beton. Setelah pembetonan selesai, papan itu biasanya tak bisa dipakai lagi, maka ia diabaikan dan dibuang. Nasib papan begesting tentu berbeda dengan papan yang dipakai sebagai bahan bangunan semacam plafon, tiang atau penyekat ruangan, yang digunakan bertahun-tahun bahkan direhabilitasi terus-menerus.
Agar bukan hanya menjadi papan begesting, rakyat memang harus berdaya, cerdas dan rasional. Jika dikaitkan dengan politik pemilu atau pilkada, rakyat harus menjadi pemilih yang cerdas dan rasional dengan mendasarkan pada program kerja calon, kompetensi dan rekam jejak calon sebagai bahan pertimbangan menentukan pilihan. Untuk menjadi pemilih yang cerdas, rajinlah membaca, termasuk membaca status-status facebook I Gde Made Metera dan tentu saja membaca buku ini juga. [T]