10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gagasan Terpinggir Siwaratrikalpa

Jero Penyarikan Duuran BaturbyJero Penyarikan Duuran Batur
January 23, 2020
inEsai
Gagasan Terpinggir Siwaratrikalpa

Foto ilustrasi diambil dari https://heuristplus.sydney.edu.au/

52
SHARES

Tiada terkira bingungnya Yama, sang dewa penghakim. Tanpa diduga, Bhatara Siwa yang agung menurunkan sekompi Gana Bala untuk menjemput roh Lubdaka untuk diantarkan ke Siwaloka. Atas perintah Siwa, Lubdaka yang pembunuh itu berhak menghuni Siwalaya karena pernah berbuat pahala mulia pada suatu malam tergelap.

Yama tak terima. Sembari memerintahkan para Kingkara membuat pagar betis, ia mengecek catatan hidup-mati yang dicatat secara teliti oleh sekretaris Yamaloka, Suratma. Berulang kali dibulak-balik lontar usang itu, guratnya tiada menunjukkan kebohongan. Dalam catatannya Lubdaka adalah pendosa. Dia seorang pembunuh! Sebagai pemburu, ia telah memotong ribuan nafas mahkluk hutan para abdi Pasupati.

***

Demikian kisah yang tersurat dalam Kakawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung. Kisahnya lebih lanjut tak perlu saya ceritakan kembali. Intelektual yang sekiranya membaca catatan ini saya yakini telah mengetahui akar-tunas dari kisah Lubdaka. Tak perlu diuraikan bagaimana gemuruh para Ganabala menghujam Kingkarabala. Mari berimajinasi latar perangnya. Meskipun saya yakin dan percaya, peperangan antara bala tentara Siwa dan bala tentara Yama tidak lebih kejam dari kedua perang dunia atau gerakan-gerakan genosida yang didasari hanya karena perbedaan pandangan, bangsa, apalagi agama.

Tampaknya kita tidak perlu juga mendiskusikan hal-hal yang terjadi setelah “tabungan pahala” Lubdaka habis di Siwaloka. Akan perlu waktu yang lama jua jika kita bersikeras berdebat soal sebab-musabab Lubdaka begitu beruntung. Ketidaksengajaannya begadang di malam yang sama sekali tidak ia ketahui sebagai yoga Siwa membuatnya terhindar [untuk sementara?] dari siksa api neraka yang konon begitu panas.

Intinya, para pembaca barangkali sepakat, Lubdaka adalah seorang nisada tercela yang beruntung. Ketidaktahuannya tentang sastra dan upacara ini dan itu, termasuk waktu baik-buruk dapat membuatnya tidur nyenyak di keraton Siwa. Lalu, apa gunanya pembacaan dan laku-laku yang selama ini kita lakukan? Berdebat soal ideologi, sastra, agama ini dan itu. Kita telah beribadah dan mengasah ritus begini dan begitu, namun tiada sekali pun pernah bertemu Siwa. Termasuk ketika saya menulis atau pun pembaca membaca tulisan ini. Tidak ada janji dan jaminan Siwa akan nyekala. Jatuh dari langit sebagaimana ikonografi arca-arca yang terabadikan di Candi Siwa Prambanan.

Kita hanya mencoba mendiskusikan catatan-catatan terpinggirkan dari Siwaratrikalpa. Siapa tahu bisa digunakan sebagai “camilan” melakoni Siwaratri. Semoga tiada picik yang menyelimuti.

“Kadewan-dewan”

Istilah kadewan–dewan lumrah di Bali. Frasa ini merujuk pada orang atau prilaku yang terlalu berlebihan berhubungan dengan alam niskala yang abstrak. Hobinya tirta yatra, sedikit-sedikit karauhan, penampangnya berambut panjang atau maprucut. Berpakaian poleng atau keseluruhan putih, lengkap dengan kalung dan gelang rudraksa aneka mukhi melilit di leher dan tangan kanan-kirinya. Sekarang, banyak pula golongan ini yang ke sana-sini membawa tongkat komando. Entah apa wujud pasukan yang dipimpinnya.

Kadewan-dewanmenjadi [hanya] salah satu ciri teks sastra tradisional. Entah ideologi pengarangnya yang sedemikian rupa, atau pembacanya yang salah membaca. Atau jangan-jangan, kita yang selama ini salah menafsir simbol? Entahlah, yang jelas hal-hal rohaniah seringkali menjadi sajian utama teks tradisional, termasuk dalam Kakawin Siwaratrikalpa.

Kakawin Siwaratrikalpa di Bali [dan Indonesia] dijadikan rujukan utama pelaksanaan Hari Suci Siwaratri yang diperingati umat Hindu setiap panglong ping 14 Sasih Kapitu dalam penanggalan Saka. Konon, malam itu adalah malam Siwa, sehingga umat Hindu patut melaksanakan jagra (tidak tidur) untuk mendapat anugerah Siwa yang murni.

Dalam panggung sastra Jawa Kuno, Kakawin Siwaratrikalpa menjadi pusat perhatian sejumlah peneliti tersohor. Saking menariknya, diskusi panjang telah dibangun hanya terkait masa penulisannya. Krom berpendapat karya sastra ini ditulis pada masa Singasari, sebab ditemukan nama Girindrawangśaja dalam manggala Siwaratrikalpa. Poerbatjaraka sepakat, ia menduga kakawin ini diadakan sebagai upaya menyenangkan hati Ken Arok. Di sisi lain, R. Friederich yang melandasi dirinya dengan tradisi kesastraan Bali berpendapat teks ini sebagai hasil gubahan zaman Kediri. Menurutnya, Tanakung adalah putra Mpu Rajakusuma.

Sementara itu, A. Teeuw dan P.J. Zoetmulder berpendapat bahwa Kakawin  Siwaratrikalpa ditulis pada masa Majapahit akhir. Landasan Zoetmulder adalah Prasasti Waringin Pitu  (1447 Masehi) dan Prasasti Pamintihan (1473 Masehi) yang dikeluarkan Singha Wikrama atau Suraprabhawa, yang namanya disebut dalam manggala Śiwaratrikalpa. Sejalan dengan itu, A. Teeuw yang mengamati bahasa kakawintersebut dan menyimpulkan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa antara tahun 1466-1478 Masehi (lihat Agastia, 2002).

Jika perdebatan panjang tersulut hanya karena tahun penggubahannya, maka bukan hal yang mengagetkan  jika tafsir-tafsir terhadap isi teks hadir sangat beragam. Teks adalah simbol-simbol kata, ia tidak akan habis untuk dikupas dan dikupas kembali. Setiap orang pun berhak atas tafsir-tafsirnya, termasuk melihat sisi-sisi lebih realistis yang disajikan Siwaratrikalpa.

Gagasan Terpinggir

Jika membaca Kakawin Siwaratrikalpa secara “lugu”, kita akan menemukan sejumlah bahasan yang sangat realistis. Gagasan-gagasan pendobrakan atas tradisi feodal dan kepekaan terhadap lingkungan menjadi dua gagasan yang cukup kentara. Selama ini keduanya tampak terpinggir, sebab kalah tenar dengan gagasan religius yang lebih besar tentang Siwaratri.

Kakawin Siwaratrikalpa adalah mahakarya unik. Jalan kreatif yang ditempuh Tanakung adalah pendobrakan atas kebiasaan kesastraan pada zamannya. Entah ia lahir di zaman Kediri, Singasari, maupun Majapahit akhir, karya sastra yang berlatar tokoh luar istana sangat sedikit ditemukan.

Kita memang tak dapat memastikan apakah Siwaratrikalpa terinspirasi dari suatu teks lain yang lebih tua atau jangan-jangan ada teks sejenis yang hidup di masa itu, namun tidak sampai kepada kita. Namun, yang pasti, teks ini sangat berbeda dari pilihan tokohnya. Rata-rata, teks di zamannya berlatar pada tokoh-tokoh istana –ksatria, brahmana, dan orang terpandang lainnya. Sebagian teks yang kita warisi menyajikan gerak-gerik tokoh yang eksis dalam perut epos agung Mahabarata dan Ramayana. Pun ada kisah-kisah lain, rata-rata mengisahkan petualangan raja-raja di zamannya atau kisah para dewa.

Tanakung, seorang kawitanpa cinta, tampak hadir melampaui masanya. Ia menerobos ruang feodal yang sampai sekarang –di zaman penghormatan humanisme di atas segala-galanya— masih dianut dan dibangga-banggakan sejumlah orang. Jika Tanakung masih hidup di tahun 2020, dia mungkin akan tertawa cekikikan melihat fenomena dan klaim Keraton Agung Sejagat, Sunda Empire, Majapahit Cabang Bali, atau Majapahit yang terpusat di Bungkulan.

Pada bilah lainnya, Tanakung tampaknya adalah pemerhati lingkungan yang peka. Cobalah perhatikan bait-bait awal kakawin yang dibangun 231 bait dalam 39 wirama itu. Antara wirama II dan III misalnya, tepatnya ketika Tanakung menggambarkan perjalanan Lubdaka masuk hutan. Di sana kita akan disajikan berbagai pemandangan alam yang tak lagi harmonis.

Pada bait-bait itu ia menyebut ada balai-balai yang tampak asri, namun atapnya telah lapuk (nyāśanyārja tinon hatêp rahab i raŋkaŋnyālamuk katruhan—Wirama II.5). Penggambaran ini disajikan bersanding dengan keindahan alam yang mungkin jika dibayangkan di era ini sangat menggugah rasa.

Tanakung semakin tegas menyampaikan kondisi lingkungan yang tak harmonis pada bait selanjutnya. Pada wirama III.4 ia menyatakan banyaknya bangunan yang telah rusak, saluran air yang telah tersumbat, tanaman yang tak lagi asri, termasuk keberingasan kumbang yang merusak dan menggugurkan bunga kemuning (akweh nyāśa huwus rusak sahananiŋ katutupan ndatan hili, maŋkāŋ bwat rawi sopacāra nika purwaka sama-sama tan kadiŋ lagi, tistis tan hana wurya-wuryaniŋ umampira ri nata-natar nikāsamun, kĕmbaŋ niŋ kemuniŋ ruru manarasah sumawur inupĕtiŋ madhubrata).

Mengapa kondisi-kondisi itu digambarkan Tanakung di dalam mahakaryanya yang konon ditujukan untuk sarana pemujaan pada Siwa? Memang, Zoetmulder (1985) pernah menyatakan bahwa dalam khazanah teks Jawa Kuno penggambaran alam ada kalanya didasari kemiripan alam dengan sifat manusiawi, sehingga mungkin saja penggambaran itu adalah simbol bagi manusia itu sendiri. Di sisi lain, kita tampaknya juga tak adil jika melupakan kodrat dasar manusia sebagai bagian dari ekosistem. Sehingga, dalam ranah kesastraan turut merekam kondisi lingkungan.

Sampai di sini, saya tak lagi dapat membaca, apalagi menafsir. Apakah kita terlampau senang beromantisme dengan hal abstrak hingga melupakan realitas? Masih pantaskah kita melakukan pemujaan ini dan itu sembari abai terhadap realitas lingkungan yang semakin rapuh? Danau yang tercemar, laut penuh sampah, hutan yang terbabat, dan kebakaran di sana-sini cukup bagi kita mengetuk kembali sisi kealaman manusia. Mungkin saya gagal menafsir, atau jangan-jangan saya gagal membaca. Semoga demikian. [T]

Tags: balihinduSiwaratri
Previous Post

Ini yang Terjadi di Jembrana Bila Tol Gilimanuk-Tabanan Terealisasi

Next Post

Galungan Ngelawang Barong Bangkung, Imlek Ngelawang Barongsai

Jero Penyarikan Duuran Batur

Jero Penyarikan Duuran Batur

Memiliki nama lahir I Ketut Eriadi Ariana. Pemuda Batur yang saat ini dosen di Prodi Sastra Jawa Kuna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Senang berkegiatan di alam bebas.

Next Post
Galungan Ngelawang Barong Bangkung, Imlek Ngelawang Barongsai

Galungan Ngelawang Barong Bangkung, Imlek Ngelawang Barongsai

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co