“Percaya dengan mitos kewanian?” Pertanyaan itu saya terima lewat WA.
Kewanian?
Dengan gamblang saya jawab, saya tidak tahu. Istilah itu baru pertama kali saya dengar.
Percakapan via WA pun saya lanjutkan tentang kewanian. Perlahan teman saya menjelaskan tentang kewanian, yang intinya menderita gatal karena terpapar getah, serat atau apalah itu yang terkait dengan Pohon Wani. Pohon Wani merupakan tanaman buah yang masuk dalam kelas manga-manggan, yang bahasa latinnya Mangifera × odorata Griffith, dikenal juga dengan Kuweni atau Kuwini.
Buah Wani, saya yakin banyak yang sudah tahu, tapi pohonnya belum tentu banyak yang tahu, apalagi mitos tentang pohon wani. Maklum saja, mungkin lahirnya terlalu kota atau diderahnya tidak ada pohon wani. Saya sangat suka dengan buah wani, baik yang mentah maupun yang sudah matang.
Buah wani yang mentah sangat enak kalau pakai rujak, dan buah yang sudah matang apalagi matang pohon rasanya sangat manis dan tekstrunya lembut berserat. Saya tidak tahu banyak tentang pohon wani, jika sekarang diajak ketempat yang banyak pohon waninya, saya pasti akan bertanya “ini pohon apa?”. Hehehe…
Kembali membahas tentang kewanian, istilah yang pertama kali saya dengar. Seperti biasa dijaman sekarang, selalu merasa kalau semua hal ada di google.
Oke google apa itu kewanian? Google ternyata tidak memberikan jawab, dan pencariannya pun cukup kacau. Selanjutnya saya mencoba bertanya di grup WA, ternyata ada teman yang tahu dan pernah mengalami kewanian. Dari penjelasan teman saya mulai mengetahui pohon wani itu dapat menyebabkan gatal-gatal alias ngenitin.
Merasa sudah mendapatkan penjelasan tentang pohon wani, saya kembali bertanya kepada teman yang pertama kali bertanya tentang kewanian. Ada apa dengan kewanian dan siapa korbannya? Dia menjelaskan beberapa karyawan BPBD Buleleng sedang mengalami kewanian setelah melakukan penanganan pohon wani tumbang yang menutup jalan, di Desa Pegadungan Kecamatan Sukasada Buleleng Bali.
Dia pun kembali menjelaskan tentang mitos kewanian. Katanya, bagi mereka yang kewanian agar cepat sembuh harus menari mengelilingi pohon wani sebanyak tiga kali dengan mengunakan topi dadi kukusan bambu. Wah… ini menjadi sesuatu yang baru bagi saya, apalagi yang kewanian itu teman-teman TRC (Tim Reaksi Cepat) BPBD Buleleng dan akan melukan mitos kewanian.
Informasi tentang kewanian saya kabarkan kepada teman-teman wartawan lainnya karena ada beberapa media massa yang mempunyai kolom khusus membahas tentang mitos dan ritual. Demi memenuhi hasrat keingintahuan tentang kewanian, saya merelakan untuk mengorbankan jam tidur saya berkurang, maklum tidurnya selalu dini hari, jani bangun pagi itu cukup berat. TRC BPBD Buleleng akan kelokasi jam 8 pagi.
Sebelum jam 8 pagi, saya sudah ada di kantor BPBD Buleleng, saya mulai mencari teman-teman TRC yang kewanian. Saya masuk ke ruangan bidang kedaruratan. Baru saja masuk ruangan semua staf menyambut dengan ketawa, dan menebak pasti akan liputan mengenai kewanian. Saya datang bukan untuk liputan tapi ingin memenuhi hasrat keingintahuan saja tentang kewanian. Saya menanyakan siapa saja yang kewanian, disebutkan ada empat orang yang kewanian, kondisi paling parah dialami oleh Agra Kusuma, wajahnya penuh dengan bintik-bintik kecil memerah seperti biang keringat. Wajahnya pun bengkak. Raut wajahnya terlihat sangat sayu, menahan rasa gatal disekujur tubuhnya.
Teman-teman TRC pun bercerita bahwa, ini peristiwa kedua kalinya yang mereka alami. Sekitar dua tahun lalu, sempat mengalami hal yang sama, saat itu mereka juga menangani pohon wani di Desa Galungan. Bahkan dua tahun lalu ada lebih parah menderita kewanian. Pengalaman dua tahun lalu, yang kewanian, sempat berobat kedokter dan tidak mempan malahan didiagnose alergi makanan. Dua tahun lalu pun, mereka melakukan mitos kewanian di Desa Galungan, setelah itu gatal-gatal mulai hilang dan sembuhnya sangat cepat.
Seluruh TRC yang kewanian, sudah berkumpul, mereka pun berangkat ke Desa Pegadungan, mengendarai mobil warna orange kendaraan dinas BPBD Buleleng. Saya mengikuti dari belakang. Sekitar lima belas menit perjalanan, akhirnya sampai, lokasinya berdekatan dengan kantor kepala Desa Pegadungan. Seperti biasa, laporan dulu dengan Prebekel Desa Pegadungan Ketut Sudiara. Ditemani oleh Pak Mekel (kepala desa), TRC BPBD Buleleng, menuju pohon wani yang tumbang. Seluruh perlengkapan telah dibawa, canang sari dan kukusan yang telah dipakai.
Saat dilokasi saya, cukup kaget melihat pohon wani yang tumbang, diameter batangnya lebih dari 50cm dengan tinggi lebih dari 10 meter. Saat mulai tahu pohon wani itu bisa membuat gatal-gatal, saya juga rada-rada takut kewanian juga. Agra Kusuma, yang parah menderita kewanian, langsung menyiapkan canang sari dan diletakkan tepat dibawah batang pohon wani.
Dupa dinyalakan dan diletakan diatas canang sari. Anggota TRC yang kewanian, melakukan persembahyangan, saya yakin doanya pasti memohon kesembuhan. Setelah itu, meraka mengambil kukusan, diletakkan diatas kepala seperti topi dan bergegas berjalan mengelilingi pohon wani sebanyak tiga kali sambil menari. Saat menari diiringi dengan gambelan dari youtube, hehehe… Terasa sangat lucu, percaya atau tidak ya begituklah adanya. Berselang satu jam gatal-gatal yang mulai terasa berkurang dan terasa lebih baik.
Saat sedang melakukan mitos kewanian, ditempat yang sama, ada yang sedang memanen buah wani, mereka pun menyaksikan tim TRC BPBD Buleleng, melakukan mitos kewanian, sambil tersenyum-tersenyum. Setelah usai melakukan mitos kewanian, saya menyempatkan diri untuk menunggu yang sedang memanen buah wani sampai selesai. Menunggu tukang penek (tukang naik pohon) turun, ingin sekedar mengkonfirmasi tentang mitos kewanian.
Nengah Sedana, mengaku telah menjadi tukang penek wani sejak masih muda hingga kini. Nengah Sedana, menjelaskan kalau pohon wani itu dapat menyebabkan gatal-gatal. Tidak semua orang akan bisa kewanian, dirinya yang telah menjadi tukang penek wani, yang sudah lebih dari 20 tahun tidak pernah sekalipun kewanian. Ia menuturkan, jika kewanian rasa gatalnya sangat parah, badan terasa panas, kalau tidak kuat bisa sampai pingsan.
Walau sudah lama menjadi tukang penek wani, nengah mengaku jarang melihat orang kewanian, apalagi sampai melakukan mitos kewanian, dengan mengelilingi pohon wani sambil menari. Namun ia, juga meng-iyakan bawah ada yang mempercayai mitos itu. Nengah juga menjelaskan, jika memang tidak cocok dengan pohon wani, terpapar asap kayu bakar pohon wani saja bisa gatal-gatal. Tidak saja di Desa Pegadungan, istilah kewanian juga di kenal di Desa Nagasepaha, Desa Alasangker serta Desa Galungan.
Memang tidak banyak orang yang mengetahui istilah kewanian. Saya saja baru pernah mendengar satu kali ini, bagi masyarakat yang daerahnya banyak terdapat pohon wani mitos kewanian pastilah sudah lumbrah. kewanian berupa gatal-gatal semacam alergi pada makanan, gatal yang diderita pun terasa panas dan permukaan kulit menjadi tebal. Percaya atau tidak, di berbagai daerah mitos kewanian ada, bahkan ada daerah yang masyarakatnya selalu memberikan nama terhadap setiap pohon wani mereka, sehingga saat kewanian, harus mengelilingi pohon wani sambil menari dan menyebutkan nama pohon wani.
Sekali lagi, percaya atau tidak tapi mitos kewanian itu ada, saya belum mengetahui kandungan apa yang ada dipohon wani, sehingga bisa menyebabkan gatal-gatal,,, yang tahu lebih banyak tentang pohon wani, mungkin bisa menjelaskan dengan membalas tulisan ini, agar lebih banyak yang tahu tentang Pohon Wani. [T]