Komunitas Mahima telah banyak meraih penghargaan sastra, baik itu dalam bidang penulisan cerita, musikalisasi puisi, dan banyak hal lain lagi. Seperti yang disampaikan Made Adnyana Ole dalam pembukaannya dalam acara “Senang-Senang Akhir Tahun 2019” yang berlangsung di Rumah Mahima, kemarin [20/12/19].
Acara ini semacam syukuran atas banyak penghargaan yang telah diterima oleh Komunitas Mahima, yang tentu saja digagas oleh Made Adnyana Ole serta Sonia Piscayanti, dengan mendatangkan Kelompok Nol Derajat, Sembilan Pohon, Dari Utara, serta Komunitas Mahima sendiri untuk Parade Musikalisasi Puisi.
Dipimpin oleh Anggara Surya, Parade Musikalisasi ini dimulai oleh Penampilan dari Kelompok Nol Derajat. Pada kesempatan ini, Kelompok Nol Derajat yang terdiri dari Mila, Tantri juga Arik membawakan dua buah musikalisasi puisi yakni puisi berjudul “Nyanyian Hutan” karya Ajanudin Tiffani, juga “Interior Danau” karya Made Adnyana Ole.
Di musikalisasi pertama, di petikan gitar pertama juga, saya seperti diajak melayang ke dalam sebuah misteri hutan yang lembab, sepi, tapi berngaung berbarengan juga mengisi pikiran saya. Seolah saya sedang menikmati suasana hutan yang mencekam, namun juga damai dalam lantunan musik yang ditampilkan.
Tak kalah menariknya, di musikalisasi puisi kedua yang berjudul “Interior Danau” milik Made Adnyana Ole, suasana hati saya langsung dibanting, juga ditenggelamkan dalam sebuah lantunan sejuk, persis seperti bayangan saya akan suasana dari judul puisi ini. Keindahan perasaan jatuh cinta sangat saya rasakan dalam puisi ini, ditambah lagi dengan melodi yang begitu pas, sungguh membuat saya juga ingin segera merasakan rasa jatuh cinta seperti itu. Hahaha.
Selanjutnya penampilan Kelompok Dari Utara, SMA N 1 Sukasada. Dibina oleh Rahartri Ningrat, penampilan mereka sungguh memukau. Memadukan beberapa alat musik termasuk suling, benar-benar membuat hati saya sejuk. Dengan membawakan dua buah puisi yang berjudul “Di bawah Pohon Ketapang” karya Wayan Eka Baskhara, juga puisi “Mekenyem” karya Luh Swita Utami, saya menemukan banyak kemanisan, entah dari alunan melodi, pembacaan puisi, juga pembagian suara penyanyinya. Melodi yang begitu mengalir, ringan, dan penuh keremajaan juga membuat saya tak henti-hentinya manggut-manggut sambil “mekenyem” sendiri.
Setelah penampilan Dari Utara, dilanjutkan dengan selingan pembacaan puisi yang dibacakan oleh saya sendiri. Benar-benar kaget sebetulnya karena ditunjuk secara mendadak oleh Anggara Surya dan Agus Wiratama. Untung saja, baca puisi adalah salah satu hal favorit saya, akhirnya saya pun membawakan dua buah karya menakjubkan milik Made Adnyana Ole yang berjudul “Kiasan Diri” serta “Perempuan di Tepi Buyan”.
Penampilan selanjutnya adalah dari Sembilan Pohon, yang berasal dari SMA Negeri Bali Mandara. Memang, bila sudah siswa-siswi Smanbara yang menampilkan sesuatu, pasti tak akan pernah gagal untuk membuat saya terpukau. Membawakan dua buah musikalisasi puisi juga, yang berjudul “Dewi Padi” milik Made Adnyana Ole, serta “Lawat”.
Perpaduan melodi antar piano, suling, juga kajon sangat memberikan kesan muda. Didukung juga dengan pembacaan puisi yang tegas, membuat penampilan mereka begitu mengalir. Mereka juga membuat suasana yang mencekam dari musikalisasi ke-duanya, yang mana cukup mampu membuat saya tegang selama penampilannya. Tak luput, pembagian suara penyanyi yang begitu epik, sangat membuat saya nyaman.
Dilanjutkan lagi oleh penampilan dari Komunitas Mahima, yang mana pada kali ini dibawakan oleh Gek Santi, Satria Aditya, Juga Rahartri Ningrat, dengan membawakan musikalisasi puisi milik Made Adnyana Ole juga yang berjudul “Dewi Padi”. Kelembutan dari aransemen yang diberikan masih tetap saya rasakan sama, seperti penampilan di Festival Bali Jani sebelumnya. Tetap memukau. Walau sudah beberapa kali saya dengarkan.
Acara selanjutnya adalah Open Mic bagi semua undangan untuk unjuk kebolehan seperti bernyanyi, ataupun berpuisi. Hampir semua undangan menunjukan eksistensinya seperti Juli Sastrawan, Jong Santiasa Putu Putra, Putu Supartika, Agus Wiratama dan lainnya lagi, termasuk juga Made Adnyana Ole sendiri.
Kebersamaan untuk bersenang-senang untuk mengakhiri tahun ini memang begitu saya rasakan. Bernyanyi sambil berjoget bersama, makan bersama dengan menu yang begitu nikmat seperti lawar, jukut ares, ayam panggang, sambel matah, dan masih banyak lagi, termasuk ngobrol juga saling sharing, sangat membuat saya betah berlama-lama di acara ini.
Ditambah lagi, saya dan teman-teman lainnya diberikan untuk memilih buku sesuka hati untuk kami. Tak mau melewatkan kesempatan emas ini, saya pun meminta buku-buku kumpulan cerpen seperti “Lelaki Kantong Sperma” milik Juli Sastrawan, “Cara Mengiris Daging Koruptor” milik Putu Supartika, dan satu lagi “Bintang Berpijar” dari IGA Emma Suryani. Mantap, sungguh mantap. Terimakasih Pak Ole. Maaf juga karena saya meminta buku begitu banyak. Hehehehe… [T]