Tradisi Male merupakan bentuk ritual ketika masyarakat Islam Jembrana memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual ini dimulai dengan berkeliling kampung (dalam bahasa loloan sering disebut diarak) sambil membawa telur yang telah dibentuk dengan berbagai corak atau sesuai dengan selera yang diinginkan pembuatnya seperti bentuk buah, perahu, masjid, rumah, dan berbagai bentuk lainnya. Uniknya pembuatan male ini hanya ada di bulan maulud saja, tepatnya pada bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah.
Arti dari kata male yaitu telur-telur yang sudah direbus sebelumnya, dihias dengan berbagai ragam bentuknya dengan design ataupun model penyajian telur yang berjumlah ratusan dalam setiap wadahnya
Dahulu ditahun 1800 Masehi, male diarak mengelilingi kampung ini dikawal oleh para pesilat muda dengan pengawalan khusus dan berpakaian adat Bali yang di sebut Pager Uyung, yaitu kaum kesatria adat yang diwakili oleh beberapa orang, baik Muslim maupun non Muslim. Setelah selesai mengelilingi kampung, kemudian seluruh male atau telur yang telah dihiasi tersebut dikumpulkan di dalam masjid sambil diiringi bacaan shalawat.
Pembacaan doa menjadi acara penutup sebelum telur-telur dibagikan kepada masyarakat yang hadir di sana, Ketika telur dibagikan masyarakat sangat berantusias untuk mendapatkannya walau harus berdesak-desakan, karena mereka bekeyakinan akan mendapat barokah serta keselamatan dengan male yang telah dido’akan oleh para ulama tadi.
Tradisi male memang tidak terlepas dari upacara pada saat sang bayi berumur 180 hari yang disebut dengan gunting/motong rambut, kebiasaan di masyarakat pemotongan rambut dilaksanakan pada Rabiul Awal (bulan tahun hijriyah) atau sering disebut oleh masyarakat dengan bulan maulid / mauludan. Makna memotong rambut sang bayi adalah memotong rambut yang telah tumbuh dan dibawa sejak lahir, sehingga dianggap akhir dari masa bayi.
Tradisi gunting/motong rambut ini biasanya disertai pembuatan male yaitu Telur yang diwadahi berbagai bentuk serta dihias berwarna-warni. Male yang sudah dihiasi dilengkapi dengan rantasan ( Sesaji) berupa setumpuk barang di atas talam, yang berupa kain yang belum pernah dipakai (sukla), beras kuning, uang logam, kelapa gading, keris (pusaka), dan barang-barang untuk merias diri, semangkuk beras kuning dan uang logam akan dihamburkan setelah selesai prosesi potong rambut yang biasa disebut acara ambur salim, menghamburkan beras kuning dan uang logam sekaligus di sanak keluarga. Ketika beras kuning bersama uang logam dihamburkan ke udara, maka para hadirin berebut mendapatkan uang logam tersebut, sebagai tanda ikut mendapatkan keselamatan.
Lebih jauh tentang penjelasan dari tradisi ambur salim yaitu merupakan acara yang menghamburkan beras kuning yang tersedia didalam mangkok yang juga sudah berisikan uang logam. Ambur salim sendiri merupakan tradisi yang memberikan pertanda bahwa proses menggunting rambut sang bayi telah selesai.
Selain proses gunting rambut bayi, tradisi ambur salim juga dipergunakan bagi calon jamaah haji yang akan keluar dari rumahnya untuk menuju tempat pelepasan rombongan jamaah haji, serta juga dipergunakan pada saat sang pengantin pria menuju ke tempat pengantin wanita.
Pengertian ambur salim yang bermakna ambur = menghamburkan ke udara, salim=keselamatan, sehingga artinya keselamatan untuk semua yang hadir dalam acara prosesi tersebut, baik prosesi gunting rambut bayi maupun prosesi pernikahan. Kini tradisi tersebut tetap dipertahankan dan dilestarikan di masyarakat Bugis Makassar Melayu di Kabupaten Jembrana. [T]
16 Oktober 2019