17 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

EKSPOR

Oka Rusmini by Oka Rusmini
September 23, 2019
in Esai
28
SHARES

KOPLAK merasa belakangan ini sering sesak nafas, gara-garanya dia sempat menginap satu malam di rumah Kemitir di Denpasar. Rumah anak semata wayangnya itu berkembang pesat dan bagus dengan tanah luas, rimbun dipenuhi beragam tanaman yang Koplak sendiri tidak tahu.

Sepanjang pintu masuk ke rumah Kemitir dipenuhi dengan hutan-hutan pohon kamboja beragam bentuk, beragam warna. Dari mana Kemitir meliliki selera menata taman sehingga seindah ini, sebagus ini, terasa seperti di kebun Raya Bedugul. Tidak ada satu pun yang tidak berbunga. Semua berbunga sangat lebat, bahkan patahan-patahan bunga itu jatuh di atas rumput seperti rangkaian karpet bunga yang indah.

Ah, andaikata, Langir masih hidup — perempuan itu adalah perempuan yang belum lengkap dikenang Koplak. Langir ada pada saat mengandung Kemitir, memilih mati demi kehidupan Kemitir. Jika Langir masih hidup perempuan yang dihormati Koplak itu pasti akan bangga dengan Kemitir, bisnisnya maju. Bahkan Kemitirlah yang mengelola seluruh hasil kebun petani di desa Sawut, desa kecil yang tentu tidak bisa diintip oleh google map yang biasa digunakan Kemitir di mobil dan bisa bicara sendiri.

Koplak tertawa sendiri ketika Kemitir tidak ada berbicara tetapi telepon genggamnya terus bicara.

“Kau tidak sopan, Kemitir. Aku mengajarkanmu untuk hormat pada orang-orang yang mengajakmu bicara. Dari tadi teleponmu bersuara. Kasihan perempuan yang ada diteleponmu, jawablah siapa tahu dia sangat membutuhkanmu,” Koplak berkata pada Kemitir dengan nada suara tinggi. Kemitir tersenyum, dan melirik dengan bola mata menggoda ke arah Koplak.

“Kemitir!”

Bape, Bape ini google map, arah jalan. Dia akan menunjukkan ke mana kita menuju. Dia memang bicara sendiri tidak memerlukan jawaban dari kita. Juga tidak memerlukan apa pun, sudah di atur mesin. Ini jaman digital, Bape. Semua hal bisa kita lakukan hanya dengan telepon. Bape mau telepon seperti ini? Biar jika Bape bepergian tidak tersesat.” Kemitir menjelaskan dengan hati-hati dan runut. Koplak tediam, mengangguk pun tidak, karena jujur saja Koplak tidak paham dengan beragam penjelasan yang dilakukan Kemitir.

Orang-orang modern saat ini bicara dengan mesin? Koplak berkata dalam hati, bingung dan linglung. Aneh juga gaya hidup jaman sekarang, bicara kok pakai mesin. Lagi pula mesinnya kok mau disuruh ini-itu sama anak-anak muda model Kemitir. Koplak menelan ludah otaknya berpikir keras seperti gasing yang berpusing-pusing di tanah. Tetap tidak memiliki jawaban, mau bertanya juga percuma, karena semakin dijelasnya secara detail oleh Kemitir, semakin penuh benang kekusutan menimbun sulur-sulur otaknya.

Rumah Kemitir begitu asri bangga juga Koplak dengan kerja kerasnya, padahal Kemitir hanya membuka warung kopi dengan menu-menu khas kampung di desa Sawut, Kemitir cepat sekali berkembang, usahanya maju keras. Tanah di samping kiri dibeli, samping kanan juga dibeli, belakang depan juga disapu habis.

Warung kopi Kemitir juga makin besar dan lapang. Dulu hanya motor yang parkir kali ini mobil-mobil besar full. Koplak menarik nafas sambil berkeliling di rumah Kemitir yang serba terbuka. Tembok tinggi sekali mengelilingi rumah itu, beda sekali gaya hidup di kota dengan di desa, jika di desa pagar dibuat dari tanaman hidup. Tingginya juga sebatas pinggang, jadi kalau ada orang lewat bisa dilihat dengan jelas. Rumah orang kota seperti penjara tetangga kiri-kanan, depan-samping tidak bisa diintip. Koplak menarik nafas, tiba-tiba Kemitir menawarkan penutup hidung.

“Apa ini?”

“Tetangga belakang rumah biasanya membakar sampah jika sore hari, dia malas membayar sampah, juga malas menimbun sampah basah dipekarangannya. Benar-benar menjengkelkan asap sampah itu menganggu sekali, Bape wajah Kemitir berubah mengeras. Rona kemarahan memahat seluruh bentuk wajahnya, melukai wajah cantiknya.

Ah, jika bersungut-sungut seperti itu Kemitir seperti si Buruk Muka. Koplak berkata dalam hati. “Orang-orang seperti ini yang memiliki jiwa mencari untung saja, tidak mau buntung. Makanya kesadaran itu harus dibangun dari rumah. Coba Bape lihat itu di TV bangsa kita kok tidak malu ekspor asap. Harusnya ekspor barang kan lebih gaya ya,” Kemitir kembali bersungut-sungut sabil memperlihatkan selebaran yang berbunyi:

Kebakaran hutan yang melanda Kalimantan dan Sumatra mengakibatkan bencana kabut asap di wilayah itu. Akibatnya, banyak sekolah ditutup dan sejumlah bandara menunda penerbangan.The Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Aqua milik NASA memotret Kalimantan dari luar angkasa pada 15 September 2019.Tampak kabut asap pekat melayang di atas Pulau Kalimantan sehingga kualitas udara dinyatakan sangat berbahaya.Disebutkan dalam situs NASA, satelit telah mendeteksi bukti kebakaran di wilayah ini sepanjang Agustus, tetapi jumlah dan intensitasnya meningkat pada minggu pertama September.

Koplak membelalakkan matanya sambil memandang asap yang mulai masuk ke taman-taman Kemitir. Alis mata Koplak meninggi.

Ekspor asap? [T]

Tags: desaeksporhutanKalimantan
Oka Rusmini

Oka Rusmini

Ibu dari seorang anak lelaki. Yang mencoba memotret beragam kondisi sosial, budaya, dan politik di Indonesia dengan cara karikatural. Ala orang "Bali".

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Foto: Agus Wiryadi
Puisi

Puisi-puisi Pranita Dewi # Benteng, Episode, Chaplin

BENTENG Mayat yang tertidur itu kaku. Tak terkubur tak berumur. Ia telah mengenal kekalahan dengan nafsi, dan tahu pasti, ia ...

June 15, 2019
Foto: Mursal Buyung
Esai

Bukan Caka, tapi Saka – Selamat Tahun Baru Saka, Selamat Nyepi…

NYEPI merupakan hari raya umat Hindu yang diperingati setiap tahun.  Menjelang tahun baru Saka, berbagai ucapan sudah dipasang dan dipajang ...

March 4, 2019
Buku antologi cerpen Gadis Suci Melukis Tanda Suci di Tempat Suci karya Made Adnyana Ole
Ulasan

Ilustrasi Antologi Cerpen Made Adnyana Ole: Menangkap Narasi Cerita dan Narasi Estetis

SEBUAH antologi cerpen berbahasa Indonesia berpengarang orang Bali baru saja lahir. Resminya lahir pada 21 Agustus 2018 di Balai Bahasa ...

September 18, 2018
Esai

VIRAL

KOPLAK merasa belakangan ini kepalanya sering gatal-gatal. Tingkat rasa gatal itu makin hari makin keras menyerang dan rasa gatal itu ...

February 4, 2019
Sulli (Foto Google/Kompas)
Esai

Sulli Meninggal Dunia, Siapa yang Seharusnya Disalahkan?

Terdengar dan terberitakan; kasus bunuh diri seorang artis Korea. Tertanggal 14 Oktober 2019, Sulli yang mana merupakan ex member girl ...

October 17, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan di atas kardus. Karya ini diberi judul “Pariwisata Macet Jalan Raya Lancar”.
Esai

Pariwisata Macet, Jalan Raya Lancar

by Doni Sugiarto Wijaya
January 16, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1347) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In