Arsitektur portabel bernuansa ramah lingkungan menghiasi lanskap Arma Museum & Resort Ubud, tempat di mana diadakan perhelatan bergengsi dalam khazanah jazz: Ubud Village Jazz Festival (UVJF) 2019. Di tahun ketujuh penyelenggaraannya, seperti tahun sebelumnya, penamaan panggung masih sama: Giri, Pagi dan Subak. Ketiganya memiliki perannya masing-masing dalam membangun sebuah suasana yang membuat nyaman setiap musisi yang bermain di atasnya.
Beberapa musisi telah bersiap membuat semarak panggung demi panggung dalam gelaran hari pertama penyelenggaraan festival ini. Ada sebelas group musisi kenamaan luar negeri, dan dalam negeri yang mampu menghidupkan ketiga panggung secara bergiliran.
Sebut saja beberapa nama yang tertera di panggung Giri yakni Aram Rustamyants “New Centropezn Quartet” musisi asal Rusia yang telah terkenal juga di Jerman, Belgia, dan Spanyol; Ilugdin Trio, musisi asal Russia yang mengusung jazz modern; dan Sri Hanuraga Trio Feat Dira Sugandi, musisi kebanggaan Indonesia yang tampil mempesona dan hangat di tengah-tengah pengunjung yang menjaga degupnya dalam setiap permainan instrumen yang mereka tampilkan.
Tak jauh dari sana, panggung Padi menjadi panggung yang asyik masyuk menyajikan beberapa musisi pilihan seperti Arcing Wires, musisi yang berkolaborasi memainkan original komposisi yang mereka ciptakan. Arching Wires berasal dari Sydney, Australia; MLD Spot Jazz Season 4, sebuah band yang terbentuk dari kompetisi pencarian bakat MLDARE2PERFORM; Harry Mitchell Trio, musisi asal Australia yang pada tahun 2017 meraih penghargaan “Young Australian Jazz Musician of the year”; Michaela Rabitsch & Robert Pawlik Quartet, musisi kenamaan Austria.
Kecil tetapi intim, beberapa musisi juga tampil di panggung Subak, di antaranya adalah Yvon Thibeault “perspectives”, drummer Jazz asal Kanada yang saat ini tinggal di Bali; Erik Verwey Trio, musisi yang berasal dari negeri Kincir Angin, Belanda; Pete Jung Quartet, Musisi Korea yang mengusung genre Jazz progressive; serta ada Anggi Harahap Quintet, seorang pemain saxofon muda berasal dari Sumatera.
Tak kalah menarik adalah opening ceremony pada hari pertama UVJF ini. Dibuka oleh sederetan sambutan-sambutan mulai dari panitia UVJF, Kepala DInas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar, tenaga ahli sekretaris Kementerian Bidang Manajemen Krisis Kepariwisataan, dan Perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“UVJF memberikan makna tersendiri untuk kemerdekaan Indonesia. Event ini merupakan salah satu upaya melestarikan seni budaya yang memiliki nilai jual yang mampu meningkatkan kunjungan wisatawan.” Ujar I Gusti Ngurah Putra selaku Tenaga Ahli Sekretaris Kementerian Bidang Manajemen Krisis Kepariwisataan.
Tak kalah seru, semua pihak yang memberikan sambutan berkumpul dan sama-sama membunyikan Okokan, salah satu alat musik bunyi-bunyian yang pada umumnya terbuat dari bahan kayu yang dilobangi hampir menyerupai kentungan. Setelah kemudian beberapa menitnya berdatangan pasukan tari Okokan yang mengisi penuh seluruh pangung Giri ini. Tepuk tangan pengunjung, dan cuaca yang cerah berangin menjadi pertanda baik dibukanya acara ini. Sekitar 2.000 pengunjung menunjukan antusiasme mereka dengan mengikuti irama jazz dari panggung satu ke panggung lainnya, seperti mata seorang pembaca ingin melahap banyak buku. [T] [*] [eka]