#1
Sekitar tahun 2014 tepatnya bulan 5. Saya berpameran buku di Senayan Jakarta. Tentu bukan hal yang baru bagi saya pameran di Jakarta. Tahun 2009 pernah pameran buku antik tentu sukses. Entah ini pameran ke berapa saya lupa.
Pameran buku kali ini membawa penerbit besar dari Bandung dengan honor 1,5 juta selama pameran sudah termasuk makan. Uang honor dibayar dimuka sebab untuk keperluan saya selama di pameran. Buku yang saya bawa cukup banyak hampir satu truk. Dengan dipak dus. Turun-naikkan buku ke dalam mobil jangan ditanya soal capek. Melelahkan.
Saya bolak-balik mendorong buku pakai troli dari halamn parkir ke dalam cukup jauh karena harus muter-muter. Belum lagi harus berpapasan dengan orang lain yang sama sibuk angkut sana angkut sini. Wah betapa sibuknya waktu malam itu. Waktu sudah menunjukkan pkl 23 an kami masih tetap sibuk. Ngantuk tidak saya hiraukan. Saking semangat dan tanggungjawab.
Keringat membasahi badanku. Menjadikan semangat. Setelah beres mengangkut buku-buku. Langsung mendisplay buku-buku di rak-rak yang sudah siap. Kami berbagi tugas ada yang pasang rak display, meja buku.
Selesai display kawan-kawan kami dari Bandung langsung pulang. Tinggal saya sendirian merapihkan dan menyiapkan peralatan untuk pameran mulai dari menyiapkan nota, kalkulator, dan peti uang yang kecil. Tak lupa menyiapkan katalog, daftar harga. Setelah dicek sesuai tidak dengan jumlah fisik. Biasanya suka ada yang keliru di daftar/faktur jumlah buku 50 eks ternyata fisiknya ada 20 eks. Kan harus komfirmasi ke kantor besok supaya tidak terjadi kesalahfahaman. Sebelum terjadi transaksi besok atau laporan akhir. Tinggal ceklis. SMS bagian kantor bahwa buku anu fisiknya ada sekian tapi di faktur tertera sekian.
Ini membutuhkan konsentrasi dan serius. Bisa memakan 2-3 hari kalau belum faham. Saya hanya 2 jam. Karena sudah terbiasa
#2
Pkl 03an, saya baru selesai ngecek buku dll. Baru bisa merebahkan badan setelah menutup stan buku dengan kain panjang. Tidur seadanya dengan menggelar kasur tipis bawa dari kantor berbantalkan buku-buku yang dilapisi baju atau handuk biar empuk. Pulas juga hari pertama tidur.
Subuh memang tak terdengar adan. Tapi karena saya sudah terbiasa bangun subuh dengan ditandai ingin pipis. Lihat jam di HP betul juga sudah waktunya subuh.
Bangun. Cari mushola. Balik lagi ke stan merapihkan bekas tidur, menyapu karpet. Hitung uang modal buat kembalian. Memisahkan recehan uang kecil. Biar pas waktu kembalian tidak repot.
Jangan dikira pameran di Jakarta ini dianggap remeh. Banyak tangan jahil; copet, dan maling uang stan. Pernah beberapa kejadian dialami sama stan temanku. Kehilangan uang omzet padahal dalam brangkas kecil. Karena si copet itu punya strategi. Si penjaga stan ditanya dan diajak ngobrol oleh seorang konsumen (copet) misalnya begini :
“Mas ada buku …anu ?(padahal ada di rak) si copet
pura-pura tidak tahu tempatnya. Otomatis si penjaga stan menghampiri nah itu
kesempatan kawan copet lainnya bergerak cepat yang sudah nunggu di samping
kasir yang pura-pura baca-baca buku, katalog atau apa saja, atau pura-pura
lihat-lihat judul sambil jongkok dekat kasir. Bergerak cepat. Uang diambil
tanpa sepengetahuan si penjaga stan. Sudah berhasil mah ia pergi. Nah ketika si
penjaga stan balik ke meja kasir. Tidak sadar uang dibrangkas sudah hilang.
Tahu-tahu pas mau kembalian atau menyimpan uang baru kaget. Uang hilang!.
——-
Hari sudah siang. Jam 10 pameran buku baru dibuka.
——-
Jam 23. pameran baru sepi. Saya menutup stan.
Badanku lelah sekali.
#3
Kadang tidak sempat beli makan sore. Karena tidak ada teman
gantian jaga stan buku. Posisi stanku ada di arena dalam GOR jadi rata-rata
penjaga stannya penerbit gede. Seperti Gramedia, KPG dll. Para penjaga stannya
necis-necis rapih berkemeja atau berdasi kalau laki-laki. Tidak ada waktu celah
untuk istirahat. Terpaksa saya suka tutup stan pakai kain karena waktunya
salat, sekalian beli makan di luar gedung senayan. Setelah cukup baru buka
lagi.
Masih mending kalau ada teman. Gantian jaga stan. Tapi saya sudah terbiasa menghadapi
peristiwa pameran berat selevel Jakarta. Yang ramainya tiap hari.
…..
Pkl 23 an, baru bisa istirahat. Saya merebahkan badan di kasur tipis. Hawa
panas mulai terasa di aula Gor. AC sudah dimatikan. Lampu aula dimatikan oleh
petugas. Tinggal lampu stan-stan yang menyala. Tapi tidak semua.
Malam ini tidak bisa tidur setiap memejamkan mata seperti ada yang berkelebat di atas GOR. Gor yang gelap hanya sedikit cahaya neon dari stanku. Ketika badanku posisi terlentang mata mulai memejam. Tiba-tiba kaget sekali. Ujung selimut serasa ada yang menarik. Asli saya kaget. Astagfirulloh…!
Ada yang tidak beres dengan tempat ini. Mulai meremang bulu kudukku. Tapi saya belum lihat apa-apa yang secara jelas. Baru terasa hawa tidak enak. Panas. Saya merebahkan badan lagi. Dan mau tidur tapi tidak bisa merem. Mata melihat ke atas langit-langit gor ….astagfirullah! Mataku dengan jelas melihat sosok sedang duduk di atas paralon besar. Kadang pindah ke rangka-rangka besi. Saya tidak percaya sebetulnya. Tapi ini kenyataaan. Saya tidak lari. Saya pikir, tidak punya masalah dengan siapapun dengan penghuni makluk halus di gor ini. Teringat pada “jangjawokan pangnyinglar dedemit”. Hahaha…
Alhamdulillah tidak mengganggu. Dan saya merasa lega.
Apakah masalah selesai? Belum!
Tiba-tiba saja ada seekor tikus sebesar sepatu dewasa. Jalan-jalan di bawah kakiku. Saya kaget dan jijik takut juga lihat beurit badag mah. wkkwkw
Saya cepat gulung kasur dan selimut. Pindah ke mushola. Ternyata banyak temanku juga ngumpul sama-sama penjaga stan. Di mushola aman pintunya ditutup dengan pintu kaca. Sempat ngobrol dulu dengan temanku. Melihat hantu di atas gor. Ada yang membenarkan mereka melihat juga. Maka pindah tidurnya. Hahaha…
Sampai hari ini saya tidak percaya yang bergelantungan itu hantu. Mungkin saja saya kurang tidur.
Kalau tikus saya percaya karena di gor banyak sekali tikus. Mungkin cari makanan. Di dus stanku ada kue-kue, jadi tikusnya tergiur.
Ah, dasar tikus!. [T]