Sebanyak 11 seniman dari sembilan kabupaten/kota di Bali dan dari Yogjakarta mendapat penghargaan yang diberi nama Penghargaan Pengabdi Seni 2019.
Penghargaan diserahkan dalam acara rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Kamis malam (4/7).
Kesebelas seniman itu adalah Dewa Putu Gingsir yang menekuni seni sastra dari kabupaten Badung. Ada juga Drs. I Nyoman Sukanta (seni ukir kulit telur) dari Bangli, Drs. AA Gede Ngurah Agung Pemayun, M.Si (seniman tari) dari Buleleng dan I Nyoman Suarsa alias Yang Pung (seniman tari) dari kota Denpasar.
Lalu, Dr. Drs. I Wayan Sugita, M.Si (seniman drama gong) berasal dari Gianyar, I Komang Arsana, S.Pd (seni dharmagita) dari Jembrana, Dra. IA Karang Adnyani Dewi, M.Pd (seniman tari) dari Karangasem dan IB Ketut Wedana (Palawakya) dari Klungkung.
Kemudian, I Ketut Suada (seniman Arja) asal Tabanan, Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn (seni rupa) dan Drs. I Wayan Senen, SST., M.Hum (tabuh) yang kini mengabdi di ISI Yogjakarta.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, S.Sn., M.Sn. menjelaskan seniman-seniman yang terpilih sebagai pengabdi seni ini berasal dari usulan pemerintah kabupaten/kota dan lembaga-lembaga seni. “Usulan itu kemudian digodok tim kurator PKB untuk kemudian diputuskan siapa yang berhak mendapat penghargaan,” katanya.
Jangan ditanya lagi betapa besar pengabdian para seniman itu di bidang seni. Sejak awal memilih menjadi seniman mereka sesungguhnya tak berharap imbalan materi, karena yang penting bagi mereka bagaimana membuat kesenian tetap menjadi laku keseharian masyarakat Bali, bagaimana kesenian tetap menjadi ritual penting dalam kehidupan beragama dan berbudaya. Dulu, bagi mereka, kesenian adalah agama itu sendiri, persembahan kepada Sang Pemilik Kehidupan, Ida Sang Hyang Widi.
Jadi, di zaman milenial ini sudah benarlah Pemprov Bali memberi perhatian yang besar terhadap para seniman yang pada masa muda banyak mengabdi dan di masa usia lanjut kini mereka tetap mengabdi dengan segala sisa napasnya.
Lihatlah betapa semangat para seniman tua itu menunjukkan keahliannya usai menerima penghargaan. Sesuai bidang seni yang digelutinya, masing-masing seniman menunjukkan betapa masih kuat mereka mengabdi. Pertunjukkan itu berupa demonstrasi mengukir kulit telur dan melukis, pergelaran seni palawakya dan dharma gita serta tabuh. Ada mjuga tari Terompongn oleh Suarsa alias Yang Pung dan fragmentari mini berjudul ‘Bali Praja Winangun’.
Pemberian penghargaan kepada 11 seniman pengabdi seni di Bali oleh Pemprov Bali melalui Dinas Kebudayaan Bali tentu patut diberi penghargaan tersendiri. Perhatian pemerintah sudah cukup besar, namun tentu oleh sejumlah sebab, nilai materi yang diberikan pemerintah belum sebanding dengan nilai pengabdian yang diberikan pemerintah.
Kun Adnyana menyebutkan penghargaan kepada para seniman itu hanya berupa piagam penghargaan dan uang Rp 10 juta. Dan ia berharap jangan dilihat besaran hadiahnya karena tergolong kecil. “Tetapi lihatlah niat dan kepedulian pemerintah provinsi Bali terhadap seniman,” katanya.
Kita percaya Gubernur Bali I Wayan Koster sebagai wakil pemerintah sekaligus sebagai pribadi pastilah punya perhatian besar terhadap seniman. Dengan hadiah materi yang cukup kecil itu, tampaknya Gubernur Koster merasa masgul juga.
“Untuk itu saya minta pak Kadis (Kepala Dinas Kebudayaan-red) untuk melist (mendaftar) para penerima penghargaan ini. Kemudian ditanggung masalah kesehatan beliau-beliau ini dimanapun berobat di rumah sakit atau ditanggung pendidikan cucu, anak atau keluarganya,” pesan Gubernur Koster kepada Kepala Dinas Kebudayaan saat memberikan sambutan usai memberikan penghargaan kepada para pengabdi seni itu.
Ayo, lanjutkan Pak Kun, eh Pak Kadisbud Bali…. [T] [*]