Taman Baca Kesiman (TBK), Kamis 16 Mei 2019, sudah tampak ramai. Hari itu adalah hari digelarnya acara Pra Bali Yang Binal (selanjutnya disebut BYB). Acara “Pra” saja sudah begitu greget dengan diskusi yang binal, apalagi saat acara puncak Bali Yang Binal #8 pada tanggal 30 Juli nanti, juga di Taman Baca Kesiman.
Betapa tidak binal. Acara Pra BYB dengan mengusung tajuk Energi Esok Hari ini dibuka dengan injeksi band dari Lapar Bali. Sejumlah lagu dimainkan, orang-orang berdatangan.
Setelah mendengarkan beberapa lagu, acara dibuka dengan acara berbuka bersama oleh MC Rika. Pengunjung disilakan berbuka dengan nasi jinggo yang telah disediakan panitia Komunitas Pojok.
Setelah buka bersama, diskusi yang dimoderatori oleh Ngurah Termana bersama Aam Wijaya, Gusti M dari Bio Farm, dan Man Angga sebagai musisi yang merayakan 10 tahun Nosstress dengan memanfaatkan solar panel, Pak Baidi mewakili nelayan Celukan Bawang, dan Rai A yang mewakili Komunitas Pojok.
Diskusi dibuat sebagai usaha mempertajam tema Energi Esok Hari sebelum masuk ke gelaran puncak BYB #8 pada bulan Juli 2019.
Diskusi berlangsung sampai 20:30 wita, sebelum dilanjutkan oleh Istirahat Sejenak, band lapas narkotik Bangli yang sedang menggarap album. Usai itu penampilan diisi oleh Ardha Neraka yang membawakan 5 lagu. Baru kemudian Sandrayati Fay, Yan Sanjay, dan Fendy Rizk.
Acara malam itu ditutup dengan penampilan nobeleave. Energi perayaan Pra BYB ini, semua menggunakan energy solar panel dari Bio Solar Farm, mulai dari lampu karya, hingga sound.
Oh, ya, ada juga pameran baliho diisi oleh 10 artis yang mencoba memvisualkan energi esok hari dalam karya-karya mereka. Juga ada lapakan dari Istirahat Sejenak Merchandise, Art of Whatever, I Ni timpal kopi, dan Greenpeace.
Suasana pada acara Pra BYB ini, meski diisi diskusi dengan berseliwerannya berbagai ide dan pendapat, terdapat hal romantis yang muncul di pada Pra BYB itu. Romantisme itu tampak ketika teman-teman lama yang bersentuhan selama pegelaran BYB #1 hingga #7. Mereka yang aktif sejak awal bertemu kembali, bernostalgia, tentu dengan berbagai obrolan tentang ide baru dari berbagai katagori kreativitas.
Bali Yang Binal
Rilis yang diterima tatkala.co, menyebutkan Bali Yang Binal adalah sebuah pagelaran yang lahir dari kritik atas Bali Biennale,medio 2005. Event ini diinisiasi oleh Komunitas Pojok dan Komunitas Seni di Denpasar ( KSDD ). Nama Bali Yang Binal sendiri berasal dari parodi Bali Biennale.
Dalam perjalanannya, BYB tumbuh melebihi ekspetasi awal yang dibayangkan. BYB bukan hanya sebagai acara alternatif, namun menjadi wadah berkumpulnya seniman-seniman muda yang kemudian rutin mengadakan acara ini setiap 2 tahun sekali.
BYB menjadi even dimana banyak seniman dengan berbagai bidang seni menunjukkan kepiawaiannya masing-masing, baik itu visual, musik, teater dan sebagainya, yang tidak ragu bereksperimen atau bersenang-senang menciptakan karya seni baru. Di kala acara Bali Biennale yang dikritik mati di tahun keduanya, BYB justru mampu melewati jaman hingga ke edisi #7 pada tahun 2017 yang lalu.
Pada setiap pagelaran BYB, Komunitas Pojok selalu memilih tema-tema aktual yang dibungkus dalam balutan estetika. Seni dan kritik adalah formula untuk kemampuan keberlangsungan acara ini.
Pada edisi kali ini (BYB#8) yang menjadi tema adalah“Energi Esok Hari”. Kenapa tema itu dipilih?
“Kami memilih tema ini sebagai intisari dari semua permasalahan yang sedang terjadi atau yang berpotensi menjadi masalah di kemudian hari apabila dibiarkan. Bali sebagai sebuah pulau kecil yang mempunyai potensi investasi tinggi selalu menjadi obyek yang menggiurkan untuk dieksploitasi. Benar bahwa Bali telah menjadi mesin yang memutar gerigi industripariwisata, banyak kebutuhan yang kemudian diadakan atas nama menjaga Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Namun yang kemudian disayangkan dan butuh dikritik adalah keputusan-keputusan instanyang dipilih pemangku kebijakan dan investor dalam menentukan arah pembangunan pariwisata.
Keinginan pemerintah dan investor untuk membangun sarana-sarana penunjang pariwisata seperti rencana reklamasi Teluk Benoa, rencana pembangunan tol lintas utara, rencana pembangunan bandara baru di Bali utara, dan lain sebagainya tentu membutuhkan energi yang besar.
Dan kebutuhan energi ini hendak dijawab dengan cepat oleh para pemangku kebijakan tadi dengan membangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batubara baru di Celukan Bawang, Buleleng. Sebuah langkah yang tergesa-gesa dan keliru, karena Bali mempunyai potensi energi serta waktu yang cukup untuk beralih pada penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan.
Batubara sudah dikenal sebagai sumber energi fosil yang merusak, tidak hanya dalam proses perubahannya menjadi energi tapi juga sejak proses pengambilannya. Diawali dengan kerusakan hutan, hilangnya ekosistem flora dan fauna, kerusakan di laut dalam proses distribusi dan pengolahan energi, juga pembuangan limbah asap dari pembangkit-pembangkitnya serta konflik sosial yang ditimbukannya. Keheranan muncul ketika pulau kecil seperti Bali yang sudah memiliki satu PLTU Batubara, masih perlu membangun lagi yang baru. Berbagai pertanyaan baru kemudian muncul membutuhkan jawaban dan solusi, dan bagi kami batubara bukanlah jawaban dan solusinya.
Untuk itu, dengan kemampuan yang kami miliki sebagai seniman, kami ingin berkontribusi dalam mengkampanyekan penggunaan energi ramah lingkungan, menarik dan bergandengan bersama dengan semua pihak yang peduli lingkungan dan Bali, demi hari esok yang lebih baik.”
Demikian rilis dari Komunitas Pojok.
Rangkaian BYB
Rangkaian BYB #8 telah dimulai dengan gelaran Sawer Nite, sebuah event penggalian dana pada 19 – 21 April 2019 lalu di Cushcush Gallery. Pada 18 Mei, Pra Bali Yang Binal #8 di gelar di Taman Baca Kesiman. Pada tahapan ini akan dilakukan pemantapan materi, sehingga karya-karya yang dihasilkan pada Bali Yang Binal #8 bisa sesuai dengan tema yang diangkat. Selain itu akan ada juga pameran baliho dari seniman-seniman pendukung Bali Yang Binal #8. Selanjutnya baliho-baliho ini akan dibawa ke Celukan Bawang sebagai media “demonstrasi visual”.
Tahapan selanjutnya adalah pembukaan Bali Yang Binal #8 pada tanggal 30 Juni di Taman Baca Kesiman. Pembukaan Bali Yang Binal #8 akan diisi dengan technical meeting untuk seniman-seniman yang berpartisipasi. Celukan Bawang adalah daerah terdampak dengan adanya PLTU, demikian pada tanggal 6-8 Juli Bali Yang Binal #8 mengajak seniman-seniman mural untuk jamming mural langsung di daerah terdampak.
Hal ini dilakukan agar seniman-seniman lebih memahami persoalan, dan pada sisi lain kegelisahan masyarakat terdampak terwakili oleh visual-visual yang ditampilkan oleh seniman-seniman tersebut. Kemudian penutupan Bali Yang Binal #8 akan dilaksanakan pada 14 Juli 2019. Penutupan rencananya akan diadakan di lapangan Lumintang dengan memamerkan kembali baliho-baliho yang dipamerkan pada pra Bali Yang Binal #8 dan mural jamming di Celukan Bawang dan diiringi oleh beberapa kawan-kawan musisi. [T/*]