Lelaki paruh baya itu tampak duduk santai bersama kawan-kawannya. Senyumnya mengembang saat saya tiba di Rumah Berdaya — komunitas pemberdayaan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Denpasar, Bali.
Namanya Wayan Mudita. Ia berasal dari Peguyangan, Denpasar Utara. Bulan Juli nanti usianya genap 50 tahun. Wayan dan 34 ODGJ lain setiap hari berkegiatan di Rumah Berdaya yang merupakan sayap psikososial Komunitas Peduli Skizofrenia (KPSI) simpul Bali yang berdiri sejak 2016.
“Saya mengenal Rumah Berdaya saat berobat di Rumah Sakit Wangaya Denpasar, diberi tahu oleh psikiater di sana. Sudah dua tahun saya aktif di Rumah Berdaya,” ujarnya.
Wayan menuturkan, ia merasa sangat senang bergabung di Rumah Berdaya karena mempunyai banyak teman yang bisa diajak bertukar pikiran dan pengalaman.
“Di sini kami diajak beraktivitas positif seperti berkebun, melukis, membuat dupa dan barang kerajinan seperti bokor yang terbuat dari kertas. Juga membuka usaha cuci motor. Asyik pokoknya, saya tak merasa sendiri lagi,” katanya sumringah.
Saat ditanya soal penyakitnya, Wayan terdiam sejenak seperti enggan bercerita tentang masa lalunya meski akhirnya ia mau berkisah tentang apa yang pernah ia alami.
Sakitnya berawal sewaktu dia kuliah semester akhir di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Kala itu Wayan menjalin hubungan asmara dengan seorang perempuan dan berencana menikah. Hari baik pernikahan sudah ditentukan, tak disangka calon istrinya mengurungkan niat menikah karena perbedaan keyakinan.
“Dari saat itu saya stres, sulit tidur dan mulai mendengar bisikan suara. Ayah saya menyuruh saya balik ke Bali dan kuliah saya tinggalkan padahal tinggal ujian skripsi,” katanya mengenang.
Sepulang dari Yogyakarta, kondisi mental Wayan memburuk. Ia mulai sering mengamuk hingga keluar rumah tanpa pakaian. Oleh keluarga Wayan dibawa ke RSJ Bangli dan dirawat selama sebulan di sana.
“Saya melanjutkan pengobatan di Rumah Sakit Wangaya setelah itu. Hingga kini rutin minum obat, bisikan suara sudah tak ada lagi. Kata dokter saya tak boleh berhenti minum obat. Saya berharap semoga saya bisa sembuh, bekerja seperti orang kebanyakan dan jika memungkinkan saya ingin menikah dan berkeluarga,” pungkasnya.
Apa yang dialami Wayan adalah penyakit mental bernama skizofrenia. Dilansir dari situs kesehatanalodokter.com, gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif.
Gejala positif mengacu pada perilaku yang tidak tampak pada individu yang sehat, antara lain halusinasi, yakni perasaan mengalami sesuatu yang terasa nyata, namun sebenarnya perasaan itu hanya ada di pikiran penderitanya. Misalnya, merasa mendengar sesuatu, padahal orang lain tidak mendengar apapun.
Selain itu, delusi atau waham, meyakini sesuatu yang bertolak belakang dengan kenyataan. Gejalanya beragam, mulai dari merasa diawasi, diikuti, bahkan sedang Sebagian besar penderita skizofrenia mengalami gejala ini.
Selain halusinasi dan delusi, gejala skizofrenia adalah kacau dalam berpikir dan berbicara. Gejala ini dapat diketahui dari kesulitan penderita dalam berbicara. Penderita skizofrenia sulit berkonsentrasi, bahkan membaca koran atau menonton televisi saja sangat kesulitan. Caranya berkomunikasi juga membingungkan, sehingga sulit dimengerti oleh lawan bicaranya.
Terakhir, perilaku kacau yang menunjukkan perilaku penderita skizofrenia yang sulit diprediksi. Bahkan cara berpakaiannya juga tidak biasa. Secara tidak terduga, penderita dapat tiba-tiba berteriak dan marah tanpa alasan.
Gejala negatif mengacu pada hilangnya minat yang sebelumnya dimiliki oleh penderita. Gejala negatif dapat berlangsung beberapa tahun, sebelum penderita mengalami gejala awal. [T]
SEJAK menempati gedung baru,SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska: Two South Kuta) pada Januari 2020 telah memiliki Program Makan Siang...
Read more