11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Polusi Visual di Ruang Publik

Helmi Y HaskabyHelmi Y Haska
April 2, 2019
inEsai
Polusi Visual di Ruang Publik

Graffiti di tepi jalan. (Foto ilustrasi: penulis)

Pengalaman visual masyarakat urban tidak melulu tersusun atas tumpukan gedung, pemukiman, dan arus kendaraan. Kota menyimpan detail visual yang melimpah. Mulai dari citraan komersial pada poster, billboard, dan banner berukuran raksasa, rambu-rambu lalu lintas, hingga coretan liar, yang bertebaran di ruang publik.

Ruang publik yang dimaksud dengannya adalah tempat-tempat, biasanya dalam sebuah kota, yang dibuat dan disediakan untuk dipakai, oleh masyarakat umum, tanpa membedakan jenis gender, umur, kelas sosial, agama sampai etnisitas. Dan aktivitas yang biasanya dilakukan oleh publik pemakai tempat-tempat seperti itu pun beragam, mulai dari yang sekedar mencari tempat teduh dan rileks, tempat berolah raga sampai berpacaran.

Kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, tak lepas dari media-media peraga seperti spanduk, baliho, poster,sticker dan lain-lain. Di sepanjang perjalanan kita tak lepas melihat kesemrawutan pemasangan media kampanye peraga tersebut. Entah itu di tembok-tembok rumah, jembatan, taman, kendaraan-kendaraan umum, warung, pagar, pepohonan dan masih banyak lagi berbagai tempat yang dipasang semrawut. Ruang publik dipadati visual, sebagai bentuk unjuk kekuatan (show of force).

Di sisi lain, lanskap kota diwarnai grafiti yang menyebar secara masif di banyak tempat, mulai dari tembok-tembok jalanan, pagar rumah, tembok sekolah, tiang listrik, toilet umum, jembatan, dan sebagainya. Kehadirannya tidak terbatas di kawasan tertentu. Grafiti pada umumnya bersifat anonymous, yang menggambari atau mencorat-coret dinding memakai cat tembok yang dikombinasikan dengan cat semprot dan spidol.

Sementara seniman street art yang lain menuangkan ide dan gagasan mereka ke dalam bentuk wheat paste, yaitu gambar di atas kertas yang ditempel dengan menggunakan perekat dari tepung kanji (tapioka/aci) yang dididihkan. Wheat paste juga dikenal dengan nama Marxist glue, sebab di masa lampau kerap digunakan oleh organisasi beraliran kiri. Kini cara itu diadopsi untuk berbagai aksi seni rupa, termasuk dalam membuat karya street art, meskipun karyanya tak selalu bermuatan politis.

Teks atau dalam khasanah street art kerap digunakan untuk mewakili beragam ekspresi perasaan yang spontan, seperti marah (memaki, menyerapah), kaget, hingga olok-olok. Ekspresi yang diwujudkan secara vandal.Vandal adalah unsur penting dalam aktivitas street art. Coretan vandal yang nakal merupakan reaksi atas otoritas (sistem kekuasaan) yang melingkupi suatu ruang.

Sekarang kita mendapati “ruang publik” sebagai medan perang tanda. Ruang publik yang dipahami awam sebagai itu tempat-tempat yang dibuat dan disediakan oleh pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat umum itu, menjadi arena berkompetisi produk komersial, pencitraan para birokrat, dan unjuk kuasa partai politik atau ormas atas wilayah tertentu. Di sisi lain, ,kritik dan rasa muak atas otoritas (sistem kekuasaan) yang diusung graffiti di tembok-tembok kota, membuat kita kehilangan orientasi: apakah kita masih hidup di Ubud atau di Bronx (New York), misalnya.

Dalam mengelola”ruang publik”, para pemangku kebijakan (dan wacana), membawa kita ke konsep demokrasi. Sebuah kondisi kehidupan di mana masyarakat umum atau “publik” memegang peranan yang sangat penting. Konsep demokrasi mengisyaratkan bahwa kekuasaan politik yang mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat adalah kekuasaan yang memang benar-benar berasal dari masyarakat, demi kebahagiaan masyarakat itu sendiri.

Masyarakat memiliki kekuasaan mengawasi tepat-tidaknya kekuasaan pemerintahan dilaksanakan, oleh siapa pun, yang mereka pilih untuk melakukannya. Masyarakat umum atau publik memiliki kekuasaan politik paling tinggi dalam sebuah kondisi kehidupan yang disebut sebagai demokrasi. Partisipasi publik dalam mengelola ruang publik

Kita mulai dari fenomena sederhana bahwa beberapa tembok di kota kita dicoreti, beberapa menarik perhatian kita, beberapa lagi menyebalkan dan biasa-biasa saja. Kita mencoba mencari alasan mengapa tembok-tembok itu dicoreti dengan harapan kita dapat merefleksikan diri dan memaknai sedikit banyak hal, seperti ekspresi individu dan seni misalnya, kondisi sosial dan budaya misalnya, atau mungkin ruang publik misalnya. Pertanyaannya sekarang adalah; mungkinkah?

Mungkinkah? Karena kita tidak sedang berada di New York circa 70-an, ketika kota itu disapu bencana ekonomi, hampir bankrut dan melewati sebuah proses transformasi sosial, politik dan budaya besar-besaran. Perkembangan teknologi dan perubahan infrastrukur yang dibarengi pula dengan pemotongan subsidi atas hampir semua pelayanan publik, tingginya angka kekerasan dan kriminalitas, rasisme akut, imigrasi besar-besaran plus penumpukan veteran perang Vietnam yang berhadapan dengan ketiadaan pekerjaan dan tempat tinggal yang cukup, semuanya meninggalkan para penghuni ghetto-ghetto di New York, dalam kemiskinan sistematis dan dalam situasi ‘no-go’, dimana mereka yang diizinkan masuk adalah mereka yang tak diizinkan pula untuk keluar.

Dalam kata lain, kita tidak sedang mencoba melihat fenomena graffiti lokal sama dengan cerita-cerita di New York, tentang anak muda di ghetto-ghetto yang tak memiliki apapun untuk mengekspresikan diri mereka kecuali pergi ke taman-taman dan pojok-pojok kota, sedemikian rupa sehingga melahirkan tradisi memutar lagu (DJ), membacot (Rap), menari (Breakdance) dan ‘menulisi’ subway dan tembok (Graffiti).

Oleh karena itu, jangan pula kita berharap dapat membicarakan lebih banyak lagi mengenai beragam studi banding dalam membaca fenomena graffiti lokal, karena yang kita miliki hanya fenomena satu-dua yang tidak lahir dari tradisi, spot pieces satu-dua yang kadang menarik namun seringnya hanya sekedarnya, komunitas writer yang satu-dua dan saling mengalineasi, kompetisi setengah hati, styling cangkokan (kalau tak bisa disebut rip-off), dan tentu saja nilai-nilai lain yang tidak lahir dari kemunduran peradaban seperti di New York, namun hanya aktivitas pengisi liburan sekolah dan acara korporasi berkedok ‘street art’.

Tapi tetap tidak mengapa, sekali lagi mari kita lihat fenomena sederhana bahwa beberapa tembok di kota ini di coreti, beberapa ada yang membuat kita menghentikan kendaraan, beberapa lagi menyebalkan. Untuk lebih fair, mungkin kita harus melihat tembok sebagai tembok.

Apapun subjektifitas kita, interpretasi dan respon tak akan pernah ada jika tembok itu kosong. Dan pada awalnya, semua tembok itu kosong, biasanya putih, sebelum dicoreti oleh para writer, ditempeli poster dan stiker, di tag, atau diklaim oleh iklan komersil. Ketika mulai ditandai oleh image dan makna yang mereka inginkan, tembok-tembok itu “dikonsumsi” oleh khalayak yang menginterpretasikannya. Persis seperti ruangan kamar kita, yang temboknya kita maknai dengan image poster grup musik, foto pacar, dan sejenisnya, yang jelas berbeda fungsinya dengan jam dinding.

Cukup gampang jika kita membayangkan kasus ini di ruang pribadi, namun kesempatan kita melatih kemampuan kita merangkai imaji dan memberikan makna pada dinding, akan segera terhenti bila keluar dari kamar. Logika mudah tentang memaknai wilayah sekitar kalian segera dibungkam ketika kita mulai berbagi imaji dan makna dengan orang lain di tempat ramai. Akar permasalahannya?

Semua orang sudah tahu, CREAM, Cash Rules Everything Around Me. Logika sederhana kapitalisme yang paling primitif atas ruang publik adalah, mereka yang memiliki uang, yang memiliki akses untuk merangkai imaji, memproduksi makna dan membuat alur menyebarkan informasi sesuai kehendak mereka. Hegemoni mereka tak hanya diperkuat dengan teknologi namun juga dengan undang-undang yang melindungi dominasi mereka. Tentu saja mereka memenangkan ruang,, karena mereka yang menentukan mana yang objektif, dan mana yang bukan. Mana yang benar, mana yang salah, yang bermoral dan yang tidak.

Disinilah mungkin satu-satunya poin dimana kita bisa berbicara tentang fenomena graffiti di ranah lokal. Coretan kawan-kawan adalah sebuah tanda kalian berbicara tentang sesuatu identitas yang mencoba menginterupsi dominasi kapital dalam hal estetika “Mana yang keren dan mana yang butut” ketika merangkai imaji dan makna. Sesimpel itu, meski kenyataannya memang tidak sesimpel itu. Dari sini kita tak usah berdebat panjang tentang ilegal/legalitas graffiti, tentang sell-ot atau tidak, mereka yang memperpanjang (memperpendek?) jangkauan pencitraan didalam galeri. Kita bisa menarik kesimpulan sendiri di titik ini.

“Seseorang tak akan pernah mengerti apa itu graffiti kecuali mereka tinggal di New York hidup dikelilingi bangunan-bangunan yang ditinggalkan dan tembok-tembok kosong menerawang” , ujar BRIM salah seorang pionir graff New York. [T]

Tags: balihograffitilingkunganPolitikpolusi
Previous Post

Buku Puisi “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” Karya Kambali Zutas di Bentara Budaya Bali

Next Post

Pentas Mira MM Astra: Puisi yang Menuju Pengalaman Diri Penonton #Catatan Mahima March March March

Helmi Y Haska

Helmi Y Haska

Sastrawan

Next Post
Pentas Mira MM Astra: Puisi yang Menuju Pengalaman Diri Penonton #Catatan Mahima March March March

Pentas Mira MM Astra: Puisi yang Menuju Pengalaman Diri Penonton #Catatan Mahima March March March

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co