14 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Menjadi Salju di Tengah Gurun Pasir

Jaswanto by Jaswanto
March 1, 2019
in Esai
17
SHARES

Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jikau kau melayang hilang.

Di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar di mana-mana. Tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

Di lanskap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. Sekalipun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu di sana-sini.

Di tengah gurun yang terjebak, jadilah salju yang abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.

Dan setiap penuh gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… Berbeda.

Kutipan ini saya ambil dari tulisan Dee Lestari yang berjudul Salju Gurun dalam buku Filosofi Kopi yang fenomenal itu. Prosa yang berkisah tentang menjadi sebuah salju di tengah gurun yang panas ini cukup menarik dan menjadi prosa favorit saya. Meskipun yang diangkat cukup klasik, menjadi sesuatu yang berbeda, unik dan berani keluar batas dari sebuah komunitas. Namun, Dee menuliskannya dengan indah, ritme yang baik dan membuatnya seakan menulis prosa itu mudah dan mengalir seperti air.

Dalam prosa ini, Dee mencoba mengatakan bahwa jadilah seorang yang berbeda—benar-benar berbeda. Seperti dalam salah satu kalimat, “… di tengah gurun yang terjebak, jadilah salju yang abadi”. Dalam kalimat tersebut, jelas bahwa Dee sengaja ingin mengajak pembaca menjadi seorang yang berani berbeda, tidak sama dengan yang lain.

***

Berbicara tentang menjadi yang berbeda, saya ingin bertanya: Apakah saat ini kita masih menjadi orang Jawa, Bali, Bugis, Madura, Minang, Timur, dll? Selama ini, kita tidak pernah tahu apa definisi “orang Jawa, Bali, Madura, Sumatera, Dayak, Sasak, Timur, Sunda”. Dan kita tidak pernah duduk untuk mendefinisikan hal itu.

Apa itu orang Jawa, orang Bali, orang Sasak, orang Bugis, orang Dayak, orang Timur? Apakah orang yang lahir di Jawa, misalnya, bisa dikatakan orang Jawa? Apakah orang yang punya kepedulian tentang orang Jawa bisa dikatakan orang Jawa? Ya, sekali lagi, kita tidak pernah duduk bersama untuk mendefinisikan “apa itu orang Jawa, apa itu Bali, apa itu orang Timur, dll”.

Kenapa pertanyaan ini begitu penting bagi saya?

Begini: Di dunia yang semakin moderen ini, sepertinya kita gagap dalam melihat mana yang disebut sebagai ‘ketertinggalan’ dan mana yang disebut sebagai ‘ciri khas’. Bahkan, tak jarang, kita selalu tertukar, yang seharunya menjadi ‘ciri khas’, kadang malah kita anggap sebagai ‘ketertinggalan’. Akibat dari kekeliruan itu, maka menyadurlah semuanya.

Kita terlalu sibuk memodernisasi diri kita. Sampai kadang-kadang pakai pakaian saja, kita sudah tidak mau pakai pakaian sendiri, kita tidak mau pakai ikat kepala sendiri, kita tidak mau makan makanan kita sendiri, kita tidak mau menikmati seni dan budaya sendiri, dan baru-baru ini—mungkin—ada beberapa orang yang menyadari bahwa itu semua adalah kekayaan.

Sejatinya kita takut menjadi yang berbeda. Kemudian kita berusaha untuk menghilangkan identitas kita yang sebenarnya, hanya agar kita sama dengan mereka dan kita diterima di lingkungan mereka. Orang-orang Papua, misalnya, tidak lagi pede punya kulit warna hitam, maka suntik vitamin c, tidak pede punya rambut keriting, maka mereka memilih meluruskannya. Lalu, di mana Papuanya ketika kulit mereka putih dan rambut mereka lurus?

Orang Jawa pun demikian, tidak pede jika berbicara bahasa Indonesia dikatakan medok. Maka untuk menutupi kemedokannya itu, bicaranya harus dibuat-buat, mencoba menyamakan orang-orang di sekitarnya. Memaksa sekali. Begitu pula orang Sunda, Sumatera, dan daerah-daerah yang lain. Tidak ada yang berani pede tampil dengan memakai identitas sendiri. Semua ingin sama. Tidak ada yang berani beku dalam neraka. Tidak ada yang berani menjadi salju di tengah gurun pasir.

Kita boleh maju, bahkan sangat dianjurkan. Tapi maju dengan menggunakan cara kita sendiri, dan tentu saja mempertahankan identitas kita sendiri. Bukan maju dengan cara orang lain. Bukan menyadur orang lain. Bukan ikut-ikutan orang lain. Bahkan bukan diatur orang lain. Kita harus berani menjadi salju di tengah gurun pasir. Menjadi pribadi yang berbeda, mempunyai ciri khas, atau keunikan tersendiri.

Bagaimana, sudahkah Anda menjadi diri sendiri? Menjadi pribadi yang berbeda? Selamat mencoba, orang-orang korban hegemoni. Jangan menjadi orang kebanyakan, jadilah salju di tengah gurun pasir—yang berani beku dalam neraka. [T]

Tags: EtnikIndonesiarenungan
Jaswanto

Jaswanto

Kader HMI Cabang Singaraja, penulis novel Munajat Hati.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Ilustrasi diolah dari Google
Esai

Madura itu “China”-nya Orang Indonesia

Siapa yang tidak kenal dengan orang China? Negara yang maju akan teknologi, industri, dan sebagainya. Orang yang berkulit putih dan ...

February 24, 2019
Warga Desa Sidatapa melepasliarkan burung bersama-sama
Khas

Sidatapa, Berkabar Lewat Burung Yang Dilepasliarkan

Bagi orang yang sangat mengikuti dinamika politik di Bali pasti akan mengenal akronim Desa SCTP (Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa) ...

May 21, 2019
Ulasan

Sekilas Mengenai Gambar Ilustrasi Pada Buku Cerpen “Politik Kasur Dengkur & Kubur”

Judul               : Politik Kasur, Dengkur & KuburPenulis           : I Made SuarbawaPenerbit         : Mahima Institute IndonesiaCetakan Pertama: Oktober 2019 Berbicara mengenai gambar ilustrasi yang tergolong ...

March 12, 2020
Lukisan karya Nyoman Sujana Kenyem/ Foto-foto Gde Hariwangsa
Ulasan

Dari Percakapan dengan Bakti Wiyasa ke Eksplorasi Mantra Nyoman Sujana Kenyem

  SUNGGUH saya sangat berterima kasih pada Bakti Wiyasa yang begitu semangat ‘memperjuangkan’ keutuhan situs-situs purba yang ada di Bali. ...

February 2, 2018
Seorang anak dari Desa Geluntung, Marga, Tabanan. [Dokumen foto Pak Chiek]
Esai

Pada Malam-malam Pandemi, Anak-anak Mewarnai Langit

Malam-malam di masa pandemi ini, adalah malam-malam gemerlap cahaya. Di kejauhan sana, bintang-bintang bertaburan di langit yang pekat. Pada jarak ...

August 28, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In