23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Anne Spudvilas di Ubud Writers and Readers Festival 2018

Anne Spudvilas di Ubud Writers and Readers Festival 2018

Belajar Pedagogi di Festival Sastra – Catatan dari UWRF 2018

Made Surya Hermawan by Made Surya Hermawan
October 31, 2018
in Khas
28
SHARES

NAMANYA Anne Spudvilas. Lima puluhan tahunan sepertinya. Seorang seniman kolumnis untuk pers Melbourne. Kemarin, ia mengisi satu sesi di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2018. Pesertanya anak-anak, belasan tahun, dengan kegiatan menggambar dan mendengar Anne bertutur.

Kali ini bukan tentang gambar maupun tutur ceritanya. Tapi, tentang hal-hal kecil yang nampaknya sering terlupa oleh banyak orang tentang proses belajar. Tentang cara membangun pengetahuan, juga keterampilan.

Kendati seorang seniman, Anne adalah guru yang baik. Pedagoginya praktis dan teramati jelas selama sesi saat ia berbicara. Lebih mudah ditangkap ketimbang mendengar seminar atau mengikuti lokakarya tentang cara-cara mengajar yang sering kali membosankan. Tapi, toh itu kadang tetap penting, selain untuk menjalankan program kerja, juga untuk penghabisan anggaran.

***

Anne merayakan keragaman dengan penuh suka cita. Kala itu ia mengajak anak-anak menggambar kepala kucing pada selembar kertas buram. Dituntunnya mereka tahap demi tahap. Diawali dengan membuat lingkaran kepala, segitiga untuk telinga, bulatan tak sempurna sebagai mata, hingga arsiran halus tanda rambut di sekujur kepada kucing imajintif itu.

Sampai suatu ketika ia akhirnya mengamati seluruh gambar buatan peserta, senyum pecah dari wajahnya. “Wow, semua punya gambar kepala kucing yang berbeda, bagus sekali”, kira-kira begitu katanya setelah dialihbahasakan.

Ia tak menuntut sama sekali agar anak-anak membuat gambar persis sebagaimana yang ia buat. Yang dilakukannya hanya menuntun imajinasi peserta agar sampai ke kepala kucing. Bukan mengirim gambar kepala kucing dengan detail yang ia buat ke kertas milik anak-anak.

Sampai di sini dapat dilihat bahwa Anne sadar betul bahwa setiap anak punya imajinasi yang beragam. Imajinasi itu tak perlu dipaksa menjadi seragam dalam bentuk detail. Ia paham bahwa pada dasarnya yang harus tercapai adalah gambar sebuah kepala kucing. Entah lewat imajinasi yang mana kepada kucing itu akhirnya muncul di atas kertas, itu urusan setiap individu dengan kemerdekannya masing-masing.

Lain hal dengan pembelajaran formal di sekolah, imajinasi siswa kerap kali terkurung oleh satu patokan kebenaran atau kekakuan. Misalnya, jawaban soal ulangan mesti sesuai kalimatnya dengan isi buku teks. Padahal, tujuannya kan idenya sampai, prihal kalimat berbeda, itu domain individu.

Keragaman yang dirayakan Anne dapat mengajak anak-anak berpikir divergen. Itu sepertinya patut ditiru. Karena, imajinasi siswa di dalam kelas memang hendaknya merdeka.

Anne sangat menghargai proses.Pada kesempatan lain di sesi yang sama, seorang Ibu mendapati gambaran anaknya tak serupa dengan gambar yang dibuat Anne lalu berupaya memperbaiki gambar anaknya. Spontan saat melihat kejadian itu, Anne berkata “Jangan diganggu, biarkan dia membuatnya sendiri, apapun yang dibuat anakmu, itu adalah yang terbaik”.

Dalam hal ini, Anne secara gamblang mempertontonkan teori belajar konstruktivisme. Dimana pengetahuan dan keterampilan terbangun oleh pengalaman belajar. Pengalaman menyentuh langsung pengetahuan itu dengan indera yang dimiliki manusia. Benar memang, Edgar Dale pun menyatakan hal serupa bahwa cara belajar paling efektif adalah learning by doing.

Anne tak peduli seburuk apapun gambar kepada kucing yang dibuat para peserta. Yang ia titik beratkan adalah anak-anak telah melakukannya dengan perasan keringat mereka sendiri. Ia menempatkan anak-anak itu sebagai subjek belajar. Secara langsung. Tanpa perantara.

Bagian terpenting dari hal ini adalah anak-anak telah berproses. Prihal hasil baik ataupun tidak, itu hanya menjadi bonus dari seberapa sering proses itu dilatihkan. Jadi, apabila ingin mendapat bonus yang baik, maka keringat proses harus mengalir lebih deras.

Di ruang kelas, hal itu nampaknya belum begitu masif terjadi. Masih ada oknum guru yang sepertinya abai dengan proses belajar yang memberikan pengalaman langsung. Masih ada oknum guru yang orientasi utamanya di depan kelas adalah menyampaikan dan menghabiskan materi sesuai tuntuntan kurikulum.

Hingga, apabila itu berlanjut, belajar bukan lagi menjadi proses membangun pengetahuan yang berguna untuk kehidupan, melainkan hanya sekadar untuk lulus ujian. Banyak orang yang harus belajar dari Anne tentang hal ini.

***

Saat sesi berakhir, aku makin sadar bahwa belajar memang bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dan, tak melulu harus didapat dari guru. Semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru. Kendati UWRF sejatinya adalah festival sastra, tapi, toh ia terbukti membuka mataku lebih lebar tentang pedagogi melalui Anne. (T)

Tags: anak-anakPendidikanUbudUbud Writers and Readers Festival
Made Surya Hermawan

Made Surya Hermawan

Lahir di Denpasar, 7 Oktober 1993, tinggal di Kuta, Bali. Lulusan Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja, 2015. Gemar mendengar cerita politik dan senang berorganisasi. Setleah menamatkan studi pascasarjana di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang, ia mengabdikan ilmunya dengan jadi guru.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]
Esai

Dilarang Meniru Petani

Yang kaya, yang rumahnya mewah, yang garasi mobilnya panjang seperti deretan blok perumahan di perumnas, ya, ya, memang sudah sepatutnya ...

January 18, 2021
Poster pementasan drama Layonsari oleh Komunitas Mahima
Esai

Jayaprana & Layonsari || Sebuah Refleksi Masa Kini

Malam itu, Suck Cafe ramai sekali. Barangkali karena akhir pekan. Banyak muda-mudi datang. Nang Kocong dan Pan Gobyah kebagian tempat ...

December 8, 2020
Youtube
Esai

Sihir Sepakbola dan Fanatisme Mengambang

  SOROT mata orang-orang itu, kurasakan, tersedot pada kaos warna biru yang kukenakan. Semula aku menganggapnya semacam apresiasi atas atribut ...

February 2, 2018
Foto: Mursal Buyung
Esai

Cara Hidup dan Pola Pikir Seorang Introvert – Catatan dari Sekitar

MANUSIA adalah makhluk sosial.  Manusia yang satu tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lain. Oleh karena itu, di usiamu yang ...

February 2, 2018
Warga banjar/warga subak membangun Rubuha, Rumah Burung Hantu (Foto: IG Made Jonita)
Esai

Pendidikan Ekologi yang Relevan untuk Bali

Gubernur Bali mengemukakan dua puluh dua misi Provinsi Bali. Misi nomor 4 pembangunan Bali tahun 2018-2028 adalah tersediannya pendidikan yang ...

February 24, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In