11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Catatan Pulang” Penyair Angga Wijaya, Catatan Seorang Pengagum

Radita PuspabyRadita Puspa
February 3, 2018
inUlasan
“Catatan Pulang” Penyair Angga Wijaya, Catatan Seorang Pengagum

Bagain gambar cover buku kumpulan puisi Catatan Pulang

14
SHARES

PERTAMA-TAMA, sebelum saya membahas buku kumpulan puisi ini, saya ingin menceritakan bagaimana pertemuan saya dengan Pak Angga (selanjutnya saya sebut Angga saja).

Jauh sebelum saya mengenal langsung, maaf, maksud saya bertemu atau bertatap muka. Saya cukup familiar dengan nama Angga Wijaya ini. Saya sudah menemukan cukup banyak tulisan-tulisannya. Kebetulan, saya gila baca.

Hampir semua media online (baik itu dari jurnalis atau netizen) semacam Tatkala, Hipwee, Qureta, Mojok, Balebengong, dan Basabasi. Waktu saya habis hanya untuk baca dan baca. Hanya media online terpercaya inilah yang dapat menghibur hari-hari saya yang (katakanlah) jobless, pun saya belum mampu membeli buku-buku karya para penulis idola.

Saya cukup punya beberapa nama penulis yang gak pernah saya lewatkan, pun selalu saya tunggu tulisan-tulisannya. Contohnya, kalau saya lagi ingin baca yang rada menggelitik, saya akan buka Mojok dan mencari tagar Agus Mulyadi. Kalau saya ingin baca yang agak berat, saya akan cari di Basabasi, atau sekedar hiburan di Tatkala. Atau mau baca berita, paling asique, ya di Balebengong.

Untuk puisi, kebetulan saya orangnya malas ribet, malas mikir, malas nyerna. Banyak puisi sastra yang cuma bikin saya pusing, karena gak mengerti isi atau makna puisinya. Atau memang apa daya otak tak sampai? Atau pernah juga saya menemukan puisi yang saya suka, tapi kalau diminta menjabarkan kisah di balik puisi, saya suka angkat tangan.

Dan puisi yang cukup bisa saya pahami dan mengerti kebetulan nemu punyanya Angga.

Puisi karya Angga di mata saya cukup sederhana, tapi tetap kudu diperhitungkan. Karena apa? Ya bahasa dalam puisinya mengalir. Dikatakan puisi, mungkin agak ke sajak, dikatakan sajak, eh ini puisi bukan ya?

Puisi Angga yang saya baca selama ini benar-benar seperti bercerita, padahal ini hanya puisi, rangkaian kata singkat. Tapi mampu menerangkan atau menggambarkan pokok bahasan. Terlebih bahasa yang dipilih oleh Angga cukup mudah dimengerti. Dan membaca puisinya, saya merasa seperti diceritakan sebuah kisah.

Oh iya, ada sedikit cerita menarik dari pertemuan saya dan Angga. Ibu sayalah yang sebenarnya lebih dulu mengenal Angga.

Waktu itu, Ibu sedang menggulung koran di Rumah Berdaya. Angga menghampiri Ibu lalu bertanya, “Bu, Ibu pasien sini ya?”

Ibu menjawab, “Nggih, saya membantu di sini.”

Saya waktu itu jengkel pada Ibu, dan mengatakan bahwa Angga yang Ibu kenal itu kemungkinan besar tidak lain adalah Angga Wijaya, penulis puisi dan essai yang gak pernah saya lewatkan.

Nah, beberapa hari berselang, saya berkesempatan bertemu dengan Angga. Ibu iseng nyeletuk, “Pak, Bapak pasien sini ya?”

Dengan santainya Angga menjawab, “Ya.”. Jawaban ‘Ya’ tersebut saya pikir hanya bercandaan.

Angga adalah salah satu alumni Rumah Berdaya. Awal obrolan kami, saya cukup kesulitan berbicara dengan Angga. Ia tidak seperti di tulisan-tulisannya yang saya baca. Saya berusaha mengimbangi pembawaan bicaranya yang putus-putus. Hingga saya berhasil mengobrol panjang lebar dengannya. Kami punya topik yang cukup asique untuk dibahas.

Kitapun berteman via facebook. Dan, cuma Angga lho yang di awal pertemanan sudah blak-blakan bilang saya (asli) dan di foto profile facebook kok beda? Padahal saya gak pernah sampai hati membohongi teman maya dengan aplikasi percantik foto. Tapi setelah ceki-ceki, oya iya beda. Foto facebook saya saat itu foto yang terjepret tahun 2015. Saya jarang ganti foto. Jadilah dari percakapan itu, saya mulai baper dan mengganti foto FB secara berkala maksimal 1 bulan sekali.

Baik lanjut ke buku karya Angga. Buku ini desain cover-nya cukup menarik. Ada kesan tersendiri pada sampulnya.

Menggambarkan tiga orang anak kecil bermain ombak di pantai. Anak-anak ibarat tanpa beban. Sesulit apapun yang mereka rasa, tetap bisa tertawa lepas. Tidak ada kata permusuhan di hati anak-anak.

Membahas anak-anak, mengingatkan masa kecil saya dulu. Saya terlahir berbeda, tapi tidak pernah merasa ‘perbedaan’ itu beban. Meski sudah diberi tahu, sudah diwanti-wanti tidak boleh begini, begitu, ina, inu, endebrew. Seperti bukan masalah, toh hanya beda sedikit. Barulah ketika dewasa, mulai mengerti. Mulai tau rasa down. Mulai belajar menyikapi diri, menata emosi dan acceptance.

Suasana di cover menggambarkan keindahan matahari terbenam atau senja yang telah lewat. Warna langit biru kelabu. Abu-abu. Sedikit muram. Di mana gelap bagi orang pada umumnya, seolah menggambarkan bahwa gelap melindungi kita dari kelelahan. Gelap bagi saya pribadi adalah serupa inspirasi-inspirasi liar yang hendak tumpah. Bagai pikiran, ide dan imajinasi yang siap untuk dilepaskan menjadi sebuah karya.

Dari gambar pantai ini, saya menyimpulkan tentang kembali ke alam. Pulang. Pulang adalah keindahan yang tak ternilai. Berharga mahal yang tidak bisa ditukar dengan apapun.

Begitupun debur ombak, seakan bercerita, jika kita kuat seperti batu karang, kita akan tegar menghadapi ujian. Bila tidak mampu bertahan, kita akan terseret. Terseret disini bagi saya adalah hanya sebagai kata pengganti ‘penerimaan diri’. Biar, biarlah mengalir. Kita memang berbeda dan akan tetap berbeda sekuat apapun keinginan untuk pulih. Pulang, pulanglah! Kebahagiaan ada saat kembali.

Buku ini tebalnya 90 halaman. Tidak ada oretan pada layout, jadi para pembaca tenang saja. Kalian bisa baca dengan fokus puisi-puisinya tanpa terganggu oleh ornament tata letak yang biasanya menghiasi latar buku.

Berisi sejumlah 67 puisi (semoga gak salah hitung). Penerbit: Pustaka Ekspresi bekerja sama dengan : KPSI SIMPUL BALI dan Rumah Berdaya. Sampul oleh: Wayan Martino. Tata Letak: Phalaya Suksmakarsa. ISBN : 978-602-5408-17-5. Cetakan pertama, Januari 2018.

Berikut saya tampilkan beberapa judul puisi dalam buku ini

 

KENANGAN DI RUMAH SAKIT JIWA

 

Kopi di sini nikmat sekali

dibawakan tiap pagi menjelang

“kopi, kopi, kopi,” suaranya

bangunkanku dari mimpi

kami minum bersama

ada yang meminumnya

saat panas, tanpa takut

terbakar

 

orang-orang menyebut

kami gila, dan kami

menyangka merekalah

penyebab kami berada

di rumah sakit ini

di ruangan berterali

bersama orang lain

yang juga disebut gila

 

matahari meninggi

saatnya mandi

lalu makan

dan minum obat

sementara ruangan

dibersihkan dari

segala kotoran dan

serapah, juga

tangis kami semalam

 

aku tak tahu

sampai kapan di sini

rinduku pada rumah

semakin menebal

ingin sekali menelpon

“kapan kemari menjemputku,

kalian membiarkanku

membusuk bertahun-tahun

di tempat asing ini”

 

kudengar kabar

pasien yang lari

atau bunuh diri

sebab hidup tak

penting lagi

tak ada cinta

untuk kami

(2017) —halaman 89.

 

NOCTURNO

 

Daun-daun menguning

Kenangan membiru

Lebam oleh waktu

 

Dimanakah kita bertemu

Di ranjang atau kuburan

Tempat segala usia

Berakhir semestinya

 

Aku merindukanmu, Ibu

Maafkan aku tak bisa

Membuat kau bahagia

Sakit ini merenggut

Mimpi dan harapan

 

Beban kupikul sendiri

Kadang aku tak kuat

Tapi Tuhan baik

Kirimkan aku gadis

Merawat dan menjagaku

 

Ibu suruh Tuhan?

Terima Kasih, Ibu

Aku berjanji

Giat bekerja

Suatu waktu

Kita bertemu

Lahir kembali

Kulihat Ibu

Dalam mata

Anakku

(2017) —halaman 83

.

MANUSKRIP DIRI

 

Aku sulit mengingat nama anak-anak

Aku lebih suka menatap mata mereka

Mata yang penuh kepolosan dan keluguan

Juga tawa mereka yang lepas

 

Bersamamu

Aku menjadi kanak-kanak lagi

Berlari sambil tertawa

Melewati hari-hari yang semakin biru

 

Adakah kau lihat bahagia

Di mataku

Di sekujur tubuhku

Kasihmu membuatku bangkit

Hari-hari yang kelam

Kini berganti rupa

 

Wahai Kekasih

Mari mengucap doa

Semoga perjalanan kita

abadi, meski keabadian

Milik Sang Khalik semata

(2014) —halaman 77.

 

SEBELUM PULANG

 

“jangan pulang

kita ngobrol dulu,” ucapmu

 

malam berjalan lambat

jalanan riuh. kita menatap

jendela berembun

 

orang datang dan pergi

restoran sebentar tutup

kau enggan beranjak

ingin mengabadikan

perjumpaan kita

bukan dengan gambar

diambil dari ponsel

seperti pasangan remaja

genit dan kasmaran

melukis malam

di pundak waktu

seakan tak ada

hari esok

 

sebelum pulang

kulihat diriku

di tajam matamu

terbakar

api cintamu!

(2016) —halaman 67/68.

 

SKIZOFRENIA-3

Isap dan hembuskan rokokmu, agar dunia tahu kita masih ada. Melukis di atas kanvas, tuangkan gelisah dan laramu. Petik gitarmu dan nyanyikan lagu perlawanan. Jika kau lelah tidurlah, biarkan obat yang kau minum bekerja. Jangan pedulikan mereka yang tak peduli padamu. Kita orang terbuang, mereka lelah bersamamu dan membiarkan kau membusuk bertahun-tahun di rumah sakit jiwa.

Jangan takut pada malam. Semua akan berlalu seiring pagi menjelang. Ingatlah bahwa duka adalah penawar rasa sakitmu. Menangislah! Bukan untuk dikasihani melainkan untuk bangkit kembali. Mari ber-ria, mari bersuka. Menarilah di bawah rembulan, di malam-malam saat sepi mencekikmu. Alam semesta bersamamu. Kawan abadi bagi setiap luka.

(2017) —halaman 43.

 

SKIZOFRENIA-4

kepada Virginia Woolf

Suara-suara itu berbisik di telingaku. Aku tak kuat lagi, kegilaan ini menyiksaku. Tokoh dalam bukuku seakan hidup dan aku ada di dalamnya. Kau dengar, aku mulai berbicara sendiri, meracau tentang sesuatu yang tak kumengerti. Aku berpikir untuk bunuh diri. Maafkan aku, mungkin ini jalan terbaik untuk mengakhiri semua.

Jalan menuju desa sepi pagi itu. Daun-daun gugur, burung berkicau dengan riang. Sungai di dekat rumah kita mengalir deras. Air berwarna kecoklatan, hujan semalam membawa lumpur dan keruh. Aku bergegas memakai jaketku dan membuka pintu menuju ke sana. Bisikan di telingaku makin keras dan menyuruhku mengakhiri hidup. Aku tak tahan lagi. Menuju sungai, aku mengambil batu dan kumasukkan ke kantong jaketku lalu masuk ke dalam air. Sesaat aku tercenung, sebelum tenggelam ke dasar sungai. Kesunyian yang amat sangat.

(2017) —halaman 84.

 

SENJA DI BUKIT KAPUR

 

layang-layang

tak bisa bisa pulang

mungkin juga aku

sendiri di tempat ini

 

percakapan kian hambar

terlempar dadu waktu

ujian tak berperi

tertancap di pori-pori

 

adakah kejujuran

pada kita

pada semua

tanya di mata

 

O, Keabadian

ajak aku

menujumu

semesta raya

semesta jiwa

 

(Bukit Jimbaran, Juli 2011) —halaman 46.

 

RENDEZVOUS

:Reda

 

perjalanan ini

semoga tak sekadar

persinggahan

 

seorang turis

menyenangi

negeri eksotis

mampir di setiap

tempat

pada waktunya

akan pergi

melupakan nama

juga tempat

yang disinggahi

 

pernah aku

berkelana

ke negeri jauh

lupa

jalan pulang

tersesat di hati

perempuan

yang kemudian

meninggalkanku

 

aku tak ingin

jatuh lagi

percakapan kita

membuatku paham

arti kehadiran

pejalan asing

di negeri asing

singgah

hanya singgah

di hati kita

yang sepi

tanpa tepi.

 

(Negara, 11 Maret 2014) —halaman 30.

 

CARI TUHAN

 

Seperti kesurupan

Orang-orang mencari tuhan

Di dawai doa

Di debur ombak

Di sunyi hutan

Di lemari es

Di hingar diskotik

Di puncak birahi

“Di mana tuhan?” teriak mereka lelah

Sambil merobek dan membakar

Kitab sucinya

 

Di balik nurani, nurani, nurani

Tuhan tersenyum

Menatap lubang jendela

(2003) —halaman 7.

Tak perlulah saya jabarkan puisi demi puisi ini, kalian pasti bisa dengan mudah memahaminya. Lagipula siapalah saya? Saya bukan sastrawan, bukan juga kritikus sastra. Saya hanya penikmat karya sastra yang juga gila menulis, gila membaca, dan gemar bercerita.

Oh iya di cover belakang tertulis sebuah penggalan :

. . . .

berapa kelok lagi

mesti kutempuh

untuk sampai padamu

jarak terasa jauh

 

ingatan melekat

mesa laluku

perbincangan kita

menggantung

senja yang muram

 

celoteh anak-anak

bangunkanku dari mimpi

. . . .

(yang penasaran versi utuhnya bisa dicek langsung halaman 49, judulnyaaa… ehmp, kasi tau gak yaaa?)

Wah, rangkaian kata yang cukup mendalam. Saya bahkan tidak perlu berulang kali baca untuk memahaminya. Karena kata-kata yang ditulis cukup mudah untuk dimengerti.

Saya tidak pernah menyangka Angga Wijaya yang tulisannya selama ini saya kagumi adalah salah satu bagian dari Orang Dengan Skizofrenia (ODS). Saya pikir ucapan kalimatnya yang terputus-putus hanya sebuah kerendahan hati. Tidak ada yang berbeda darinya. Dan saya juga tidak mau menilai orang hanya dari satu sisi.

Angga di mata saya, cukup beruntung menemukan jalan, menemukan cara untuk memulihkan diri. Bonusnya adalah kini menulis menjadi bagian hidupnya. Banyak karya tulisnya dimuat di koran lokal. Bisa ditemukan juga di beberapa media online.

Oh iya, buku ini tidak sepenuhnya berisi atau membahas tentang skizofrenia. Ada banyak judul berbeda di buku ini. Ada yang rangkaiannya hanya terdiri dua kata di tiap baitnya. Ada yang hampir melebihi satu halaman, adapula yang satu kalimat penuh. Buku ini merupakan kumpulan puisi Pak Angga selama 16 tahun (2001 s/d 2017).

Puisinya bagi saya cukup ringan tapi tidak remeh. Cocok bagi kalian yang malas mikir kayak saya tapi maunya tetap yang berbobot.

Mungkin banyak karya puisi sastra di luar sana yang rangkaian katanya sangat indah dan njelimet. Tapi pada puisi karya Angga Wijaya ini, saya menemukan bahwa kita bisa bercerita dengan menggunakan sebuah kesederhanaan kata dan cara yang sangat serderhana. Saya suka keunikan dari gaya penulisan Angga. Saya jatuh cinta sejak pertama kali membaca karyanya.

Akhir kata sebagai penutup, saya berpendapat, bahwa karya yang menyentuh hati —yang sampai ke para pembaca, ia adalah PEMENANG-nya.

Sekali lagi selamat dan sukses untuk Angga Wijaya, selamat atas launching-nya buku kumpulan puisi “CATATAN PULANG” ini.

Terima kasih untuk bukunya, terima kasih juga untuk bonus kalimat super menyentuh, “Puisi adalah tempat pulang yang hakiki” beserta tanda tangannya.

Tetaplah (pertahankan) menjadi penulis unik dengan ciri khas kuat, yang jika orang menemukan tulisan Anda tanpa membaca nama, mereka bisa menebak siapa penulis dibalik tulisan tersebut.

Oh iya, satu lagi. Bagi yang berminat dengan buku “Catatan Pulang karya Angga Wijaya”, bisa hubungi (contact person) fanspage facebook @ Rumah Berdaya (bisa datang ke RUMAH BERDAYA DENPASAR yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 179, Sumerta Kelod, Denpasar Timur, Bali 80239) atau obrolin langsung orderan kalian ke penulisnya juga bisa banget di facebook @Angga Wijaya.

“RumahKU…

Tempat hatiku berlabuh

Sepi disini tanpaMU

Oh aku ingin pulang

BersamaMU, aku…

Tenang…”

 

Denpasar, 21 Januari 2018

08.21 wita

Ditulis sambil mendengarkan lagu online (by youtube) di HardRock.FM Rumahku-Gita Gutawa (lagu yang beberapa penggal liriknya memiliki ‘makna’ tersendiri bagi saya pribadi, khususnya). (T)

Tags: BukuPuisiresensi
Previous Post

In Memoriam Agus Sadikin Bakti: Santailah ke Nirwana, Ingat “Menang Kalah Sehat”

Next Post

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Saluran Air dan Ikan Lele

Radita Puspa

Radita Puspa

Suka menulis dan membuat kerajinan tangan. Sesekali merancang pakaian. Tulisan-tulisannya bisa dibaca di raditapuspa.wordpress.com

Next Post
Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Saluran Air dan Ikan Lele

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Saluran Air dan Ikan Lele

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co