10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pepengkah dan Pekak Pengkuh

Yogi PeriawanbyYogi Periawan
February 2, 2018
inCerpen

Lukisan Komang Astiari (cropping)

80
SHARES

Cerpen: Yogi Periawan

LELAKI itu masih saja mengaduk bubur terasi. Menjelang matahari tenggelam, bau tak sedap selalu menusuk hidung. Entah apa yang dilakukan Pekak Pengkuh. Untuk apa ia melakukan itu?

Baunya sangat mengganggu. Sudah gila rupanya kakek itu sampai menyiapkan makanan yang tak layak untuk dimakan. Tak heran, banyak warga yang ingin memuntahkan segala makanan yang ada di perut saat mencum aroma busuk itu.

“Kalau masak terasi, jangan terlalu banyak Ngah. Kasihan orang-orang lewat di depan rumah ingin muntah kalau sampai mencium bau itu,” tegas Dadong Lanting, istri Pekak Pengkuh.

“Biarkan saja. Aku tak perduli! Mereka tidak akan pernah paham mengapa aku sampai dianggap sinting memasak bubur terasi ini,” sahut Pekak Pengkuh.

“Ngah, tidak semua orang tahu bahkan paham tentang kehadiran Pepengkah ini. Aku hanya menyarankan, Ngah, tidak ada maksudku untuk melarangmu menyiapkan makanan bau ini!”

“Aku sangat mengerti, tapi apakah mereka mengerti seberapa besar rasa sayangku pada Pepengkah? Mereka tidak akan pernah tahu. Hanya gila, sinting, dan hal buruk lain yang ada di benak pikiran orang-orang tentangku!”

Dadong Lanting pergi tanpa berkata lagi.

Langit sore mulai memudar. Dua payuk besar berisi bubur terasi itu mendidih dan dianggap siap untuk dimakan Pepengkah. Pekak Pengkuh mulai berdialog sendiri dan tertawa seperti mendengarkan lelucon yang menyakitkan perut. Betapa bahagianya Pekak Pengkuh sampai tertawa seperti itu.

Setiap sore menjelang malam, selalu saja Pekak Pengkuh menyiapkan makanan itu. Selelah apapun, bahkan sampai sakitpun Pekak selalu bersedia menjadi pelayan Pepengkah.

Memang Pekak jarang sakit. Dipercaya banyak orang bahwa Pekak adalah lelaki tua sakti yang tak pernah merasakan sakit. Pernah tak sengaja ketika mengupas kelapa dan tangan Pekak terkena golok. Sedikitpun tak ada tanda luka, hanya goresan putih seperti kulit yang tak pernah dibedaki. Pekak Pengkuh tak bisa berdarah seperti manusia normal. Sudah banyak orang yang percaya bahwa Pekak Pengkuh memang dianugerahi kekebalan oleh Pepengkah.

“Luh.. aku akan pergi ke sawah. Siapkan kayu untuk persiapan memasak nanti sore!”

“Nanti aku siapkan, kau cukup bekerja saja ke sawah,” jawab Dadong Lanting.

Pekak Pengkuh pergi ke sawah sambil membawa cangkul. Tak perlu waktu lama, Pekak Pengkuh selalu bekerja cepat dalam hal mencangkul. Lima sampai tujuh petak sawah akan selesai dengan waktu yang singkat.

Banyak cerita dari warga, ketika Pekak Pengkuh mencangkul sendiri di sawah, seperti mencangkul dengan banyak orang. Suara cangkulan terdengar tak wajar, sekali cangkulan terdengar berkali-kali.

Orang menduga-duga, itu adalah bantuan dari Papengkah.

“Sungguh tak wajar, seakan sekali cangkulan seperti bergema berkali-kali. Pepengkah itu rajin sekali membantu Pekak Pengkuh. Jelas rajin, bagaimana tidak. Upah nanti sore sudah menanti. Ada bubur terasi yang siap disantap. Tak sia-sia payuk selalu penuh berisi bubur bau itu!” kata seseorang.

“Bagaimana bisa makhluk gaib itu menghabiskan dua payuk bubur terasi itu setiap sore menjelang malam. Padahal ukuran Pepengkah itu katanya kurang lebih sebesar bayi. Memiliki perut buncit dan tubuh berukuran pendek!” kata warga lain dalams ebuah obrolan di warung sudut kampung.

Suatu sore menjelang malam tiba, sehabis mencangkul Pekak Pengkuh kembali bersenda gurau. Entah itu Pepengkah atau tidak. Tapi memang dipercaya bahwa teman sandikala Pekak Pengkuh itu memang Pepengkah. Dari awal menikah dengan Dadong Lanting, sampai saat ini Pekak Pengkuh masih memelihara Pepengkah.

“Luh, sudah lama sekali kita hidup penuh dengan perlindungan. Ini bisa dikatakan paica untuk kita. Luh, aku takut kalau nanti Pepengkah meyakini orang lain. Dia itu sudah menjadi kebutuhanku. Beberapa kali aku hampir mati sakit-sakitan. Tak ingatkah kau dulu, aku ini lelaki lemah ketika berjam-jam pergi ke sawah, sudah cengengesan menahan sakit punggung dan lainnya. Aku sangat bersyukur sekali!” kata Pekak Pengkuh.

“Aku merasakan Ngah. Dan aku percaya bahwa Pepengkah ini adalah anugerah seumur hidup bagi keluarga kita. Anak cucu sudah dijaga sejak lahir, Ngah. Aku merasakan itu!” jawab Dadong Lanting.

“Semoga, Luh. Semoga. Aku akan bersedia menjadi pelayan seumur hidup. Kalau boleh, ketika mati nanti aku ingin Pepengkah itu ikut di kehidupanku selanjutnya. Sudahlah, Luh, aku ingin istirahat merebahkan diri. Besok aku akan ke hutan pergi berburu. Doakan aku pergi dengan hasil yang tak sia-sia!” kata Pekak Pengkuh.

“Yang aku doakan adalah keselamatanmu, Ngah. Bukan hasil buruanmu. Kau sudah tua, pikirkan saja keselamatanmu!” jawab Dadong Lanting.

“Urusan keselamatan sudah tak kupikirkan Luh. Apa kau lupa bahwa aku ini adalah manusia yang penuh anugerah. Pepengkah tidak akan pernah lupa denganku. Pepengkah selalu menjadi payung di kala hujan lebat datang mengguyur tubuhku. Sudahlah, aku tak jadi tidur jika kau selalu menanyakan keselamatanku!”

Dadong Lanting hanya diam dan ikut merebah di samping tubuh lelaki tua yang umurnya sudah hampir seratus tahun lebih itu.

Semalam hujan begitu deras di desa kecil yang terkenal akan kesuburan tanah dan suksesnya pertanian itu. Langit begitu terang. Petir bergantian bergemuruh di atas atap gubuk Pekak Pengkuh. Belum dapat tidur, Pekak Pengkuh kembali duduk sejenak dan bangun dari tempat tidur beralas tikar itu.

“Luuhh, aku tidak bisa tidur. Tubuhku bergetar merasakan hujan hari ini. Apa ini tanda kalau besok aku tidak dapat hasil buruan sedikitpun?”

“Itu hanya perasaanmu. Kau tidak sabar menunggu hari esok. Pikiranmu sekarang sudah di hutan. Makanya kau tak bisa tidur!” jawab Dadong Lanting dengan tubuh yang tak bergerak sedikitpun dari posisi tidurnya.

Pekak Pengkuh kembali merebahkan tubuhnya dan terlelap sampai pagi. Hari itu telah tiba, hari yang tepat untuk pergi berburu ke hutan. Pekak Pengkuh selalu mencari hari baik untuk bepergian kemanapun. Apalagi pergi untuk berburu. Pastinya hari itu adalah hari yang tepat baginya untuk meninggalkan gubuk tua itu dan kembali dengan rasa puas.

Seharian penuh dari pagi sampai malam Pekak Pengkuh menjelajahi hutan. Banyak mangsa yang ia dapatkan. Segala ancaman berburu diatasi dan dilalui seperti mengusapkan debu yang menempel di baju. Ia akan menceritakan banyak hal ke seluruh warga tentang kepuasannya hari itu. Termasuk Pepengkah yang menjadi prioritas dalam hidupnya.

“Luuuhh, Luuuhh, hahahhaha, aku mendapatkan banyak kesenangan hari ini. Aku senang hari ini Luh, segala rintangan sudah kulalui. Luh. Pepengkah pasti melindungiku tadi. Aku merasakannya seperti kau merasakan perlindungan Pepengkah selama ini.” Pekak Pengkuh begitu bangga menceritakan kesenangannya hari itu.

“Bagaimana kau bisa mennangkap tiga rusa sekaligus? Kata pemburu lain, rusa sudah hampir punah di hutan ini dan dianggap sudah tak ada lagi. Pepengkah memang membantumu hari ini Ngah,” jawab Dadong Lanting.

“Iyaa, Luhh, mungkin. Tetapi aku tidak merasakan Pepengkah sekarang. Di mana Pepengkah Luh? Aku ingin menceritakan semuanya dan berterimakasih.” Kata Pekak Pengkuh.

“Pertanyaanmu membingungkan. Aku tak pernah didatangi selagi aku tak bersama denganmu. Seharian ini aku tak didatanginya. Hanya kau yang tahu di mana Pepengkah. Aku tidak begitu disenangi dengannya. Kau yang disenanginya. Kau yang didatangi pertama kali dulu!“ jawab Dadong Lanting dengan wajah yang gelisah.

“Bukannya sore tadi kau sudah memberikan makan Pepengkah?” tanya Pekak Pengkuh

“Bukannya Pepengkah bersamamu berburu? Kau kan sudah merasakan perlindangan, mengapa kau mempertanyakannya kembali padaku?” Wajah Dadong Lanting semakin gelisah Pekak Pengkuh berlari ke dapur mendekati payuk besar. Tak ada bubur terasi. Dua payuk besar tergeletak di lantai tanah dapur. Pekak Pengkuh gelisah dan Dadong Lanting bertambah gelisah. Pekak Pengkuh kembali berlari ke sawah membawa obor untuk menerangi jalan menuju sawah.

Tak seperti biasanya. Tak ada Pepengkah yang menghampiri. Gubuk begitu sepi, dapur berantakan dan tak ada tanda keberadaaan Pepengkah di sekitar sawah. Pekak Pengkuh kembali berlari ke rumah-rumah warga untuk menanyakan keberadaan Pepengkah.

“Tut…, Dek…, bantu Pekak, Tut, Dek. Bantu Pekak!” teriak Pekkak Pengkuh memanggil warga sekitar rumahnya itu

“Ada apa, Pekak? Malam-malam begini Pekak begitu terlihat gelisah!”

“Apa kau melihat Pepengkah? Pepengkah hilang, Tut. Tak ku lihat sedikitpun dia bergelinding seperti biasanya menghampiriku. Tegas kak Pengkuh.

“Wahhh, bagaimana saya bisa tahu, Pekak, saya dan semua orang di desa ini tidak bisa melihat Pepengkah. Hanya Pekak yang bisa melihatnya. Kami tak akan bisa melihatnya!” jawab Ketut.

“Pekak lupa memberi Pepengkah makan. Seharian Pekak pergi ke hutan berburu dan Dadong juga lupa memberi makan Pepengkah. Bantu Pekak mencarinya!” Pekak mengajak Ketut dan meminta bantuan seluruh warga desa untuk mencari Pepengkah.

Sampai malam hari dan hampir subuh Pekak dan warga mengelilingi desa mencari Pepengkah. Sebanyak 12 payuk besar berisi bubur terasi disiapkan Pekak Pengkuh untuk menebus rasa bersalahnya. Namun tetap saja Pepengkah tak kunjung datang menghampirinya.

Warga desa menyarankan Pekak Pengkuh untuk menyudahi pencarian pada malam hari itu. Namun, tetap saja Pekak Pengkuh tak mau pulang. Setelah sekian lama menunggu, Pekak Pengkuh merasa lelah.

Pekak Pengkuh mau menyudai pencarian pada malam itu. Pekak menyuruh seluruh warga untuk membuang 12 payuk besar berisi bubur terasi itu ke berbagai mata air di desa itu. Karena dipercayai bahwa Pepengkah sedang kecewa dan pergi ke sungai seperti pengalaman puluhan tahun ketika Pekak Pengkuh pernah telat memberi Pepengkah makan.

Pada akhirnya semua payuk dituangkan ke sungai dan warga pulang ke rumah. Namun semasa hidup Pekak Pengkuh setelah kepergian Pepengkah, ia selalu dan tak pernah henti-henti mencari Pepengkah. Setiap hari, Pekak selalu membawa dua payuk besar untuk menuangkan bubur terasi ke sungai.

Warga sekitar pun tidak bisa mandi dan mencuci di sungai karena air sungai yang hening itu telah berubah menjadi merah dengan bau yang tak sedap.

“Luh, aku telah mengutamakan ambisiku untuk pergi berburu. Benar sekali ocehanmu selama ini. Sebenarnya yang harus aku perhatikan itu adalah Pepengkah. Aku terlalu menggangap semua enteng ketika Pepengkah selalu bersamaku. Tapi Pepengkah telah aku lupakan. Hari itu adalah hari terakhirku. Aku lupa dan buta terhadap semua hal hari itu!” Sambil menangis Pekak duduk di pinggir sungai bersama Dadong Lanting.

Tak lama kemudian, di dekat kubangan yang dalam, yang di pinggirnya biasa digunakan sebagai tempat permandian kerbau, Pekak Pengkuh seakan melihat suatu pergerakan tak jelas. Pekak Pengkuh dan Dadong Latri berlari mendekati kubangan. Hanya ada suara krasak-krusuk tak jelas dekat kubangan. Lalu air kubangan bergetar dan secara sekejap ada benda yang terdengar jatuh ke dalam air kubangan.

Entah itu Pepengkah atau tidak, Pekak Pengkuh menceburkan diri ke kubangan yang dalam itu untuk mencari tahu benda yang jatuh di dalamnya. (T)

Previous Post

“Boundary of Freedom“, Karya Grafis Puritip Suriyapatarapun dari Bangkok di Bentara Budaya Bali

Next Post

Hujjah Literatif Bagi Para Perokok

Yogi Periawan

Yogi Periawan

Tamatan jurusan Bahasa Indonesia di Undiksha Singaraja, namun setelah tamat-lah ia baru giat belajar menulis. Di kampungnya di Negaroa, ia sedang membina kelompok Gogjah, kelompok seni musik jegog yang hendak dibuat jadi agak aneh

Next Post

Hujjah Literatif Bagi Para Perokok

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co