23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto: Supartika

Foto: Supartika

Tahukah Kau, Tahun Baru di Bali Sebenarnya Dipercepat 1 Jam? Begini Ceritanya…

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
February 2, 2018
in Esai
219
SHARES

 

WAKTU itu, menjelang Tahun Baru 1988, saya kelas tiga SMA, suntuk-khusyuk menonton TVRI, satu-satunya stasiun televisi saat itu, yang sedang menyajikan acara pergantian tahun di berbagai wilayah. Untuk ukuran anak muda desa yang kurang hiburan seperti saya saat itu, acara artis nyanyi-nyayi dan sorak-sorak menyambut tahun baru di TV adalah hiburan paling menghibur.

Belum ada kembang api gede-gede, dan TV hanya menyajika orang bernyanyi dan berbicara kangin-kauh. Tapi kami (saya dan teman-teman sebaya) setia di depan TV hitam putih 14 inci di rumah paman saya sembari menunggu detik-detik pergantian tahun.

Belum banyak acara putar musik sambil mabuk di tepi jalan, tentu karena sistem sound alias sound system belum secanggih dan segampang pada zaman sekarang. Paling beberapa orang duduk di tepi jalan, dan ngobrooooool sampai pagi. Mungkin dengan kacang rebus atau kwaci bunga matahari.

Namun saat itu, penyambutan Tahun Baru 1988 sangatlah istimewa, bagi saya, tentu juga bagi seluruh warga Pulau Bali. Karena berdasar keputusan pemerintah saat itu, khusus untuk Bali, Tahun Baru 1988 dipercepat satu jam dari tahun-tahun sebelumnya.

Artinya, dari tahun 1987 ke tahun 1988, Bali “kehilangan waktu” selama satu jam. Bisa dipastikan di Bali tidak ada orang yang tercatat lahir pada 31 Desember 1987 pukul 23.00 sampai dengan pukul 23.59. Tidak ada. Jika tak percaya coba cek catatan kelahiran orang-orang Bali yang lahir 31 Desember 1987.  Karena tanggal 31 Desember 1987 itu Bali “kehilangan waktu” mulai pukul .23.00 hingga pukul 23.59.

Kenapa begitu? Sebentar, pelan-pelan mari saya jelaskan (berdasarkan beberapa ingatan dan sumber-sumber yang terbatas). Pelan-pelan, karena pengetahuan saya soal perhitungan waktu dan seluk-beluknya tidaklah begitu paten.

Perubahan Pembagian Waktu di Indonesia      

Sebelum tahun 1988, Bali masuk dalam wilayah Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB). Namun dengan sejumlah alasan, Presiden mengeluarkan Kepres RI No. 41 tahun 1987 tentang perubahan pembagian waktu di Indonesia. Kepres itu berlaku mulai tanggal 1 Januari 1988 jam 00 WIB.

Dalam Kepres itu antara lain disebutkan Bali yang sebelumnya berada di wilayah WIB berpindah ke Wilayah Indonesia Bagian Tengah (WITA).

Sebelum terbit Kepres RI No. 41 tahun 1987 terbit, pembagian waktunya adalah:

  1. Waktu Indonesia Barat meliputi daerah – daerah Tingkat I dan Istimewa di Sumatera, Jawa, Madura dan Bali dengan waktu tolok GMT+07.00 jam dan derajat tolok 105=C3=82=C2=B0 BT.
  2. Waktu Indonesia Tengah meliputi daerah – daerah Tingkat I di Kalimanatan, Sulawesi dan Nusa Ternggara dengan waktu tolok GMT+08.00 jam dan derajat tolok 120=C3=82=C2=B0 BT.
  3. Waktu Indonesia Timur meliputi daerah – daerah Tingkat I di Maluku dan Irian Jaya dengan waktu tolok GMT+09.00 jam dan derajat tolok 135=C3=82=C2=B0 BT.

Lalu, dengan sejumlah alasan, pembagian waktu itu dianggap sudah tidak tepat. Misalnya, kota Pontianak (Kalimantan Barat) dan kota Tegal (Jawa Tengah) terletak pada bujur yang sama, namun masing-masing berada di wilayah waktu yang berbeda. Pontianak masuk WITA dan Tegal masuk WIB. Demikian pula dengan Bali yang saat itu masuk wilayah WIB dan Banjarmasin masuk WITA. Padahal keduanya berada pada bujur yang sama.

Dengan pertimbangan itulah Kepres terbit yang antara lain mengubah pembagian waktu untuk Bali yang sebelumnya masuk WIB digeser ke WITA sesuai dengan posisi bujurnya.

Rincian lengkapnya sebagai berikut:

  1. WIB mengikuti waktu pada bujur 105 derajat BT. Daerahnya meliputi Sumatra, Jawa, Madura, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. WIB dihitung tujuh jam lebih cepat dari GMT (Greenwich Mean Time, yaitu waktu matahari baku pada garis bujur 00).
  1. Waktu Indonesia Tengah (WITA) mengikuti waktu pada garis bujur 120 derajat BT, yang meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. WITA dihitung delapan jam lebih cepat dari GMT.
  2. Waktu Indonesia Timur (WIT) mengikuti garis bujur 1350 BT, meliputi Kepulauan Maluku dan Irian Jaya. WIT dihitung sembilan jam lebih cepat dari GMT.

Ramai-ramai Memutar Jarum Jam

Beberapa dari kami (para anak muda desa ini) waktu itu sudah banyak yang menggunakan jam tangan. Tujuannya lebih banyak untuk gaya, bukan untuk kepentingan tahu akan waktu. Karena nyatanya pakai jam tangan pun kami biasa telat masuk kelas atau telat ikut upacara bendera pada hari Senin.

Saat itu, jam tangan memang termasuk barang mewah (berapa pun harganya), tentu karena barang itu dianggap berguna, salah satunya bisa dipakai menarik perhatian gadis-gadis idaman.

Nah, pada saat menyambut Tahun Baru 1988 itu, saya dan teman-teman bersiap memutar jarum jam ketika jarum menjelang masuk pada angka 11.00 malam. Ketika jarum menunjuk angka 11.00 jarum langsung diputar ke angka 12.00. Dengan begitu, Bali sah masuk ke Tahun Baru 1988, lebih cepat satu jam dari tahun-tahun sebelumnya.

Begitu seterusnya. Jika sebelumnya perayaan detik-detik Tahun Baru sama dengan tetangga di Jawa, maka sejak 1988 Tahun Baru dipercepat satu jam menjadi sama dengan tetangga di Lombok. (T)

Tags: balitahun baruwaktu
Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Foto: Ole
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus: Rumah yang Membawa Petaka

LELUHUR kita menuliskan pengalaman buruk dan baik di masa lalu. Mereka tulis dalam lontar. Isinya pengalaman hidup berabad-abad yang diseleksi ...

February 2, 2018
Mata Air Guyangan. Sumber Foto: nusapenidapoint.com
Opini

Paradoks Geografi Nusa Penida, Tandus Berlimpah Mata Air?

Kondisi geografis Nusa Penida (NP) tergolong unik. Pulau ini dikenal sebagai daerah yang tandus, kering dan identik dengan batu kapur. ...

May 4, 2020
Foto: Mursal Buyung
Opini

Bukan Salah Sejarah, jika Takut pada “Hantu” dalam Sejarah

SUDAHKAH baca berita terbaru di negeri ini? Saat sebuah ormas demo di depan Mabes Polri, bendera merah putih yang kita ...

February 2, 2018
Pentas teater Selem Putih dengan judul Revolusi di Nusa Damai. /Foto-foto: Doni Marta
Kilas

Nonton “Revolusi di Nusa Damai” – Gus Martin: Saya Salut dengan Putu Satria Kusuma

  “Saya salut dengan Putu Satria Kusuma,” begitu komentar Ida Bagus Martinaya (Gus Martin), dramawan dari Teater Agustus, usai menonton ...

February 2, 2018
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Cerpen

Sang Presiden dan Jalan Rusak di Negeri Xiao Zhu

  Cerpen: Julio Saputra SELURUH rakyat Negeri Xiao Zhu berdemo di depan Istana Presiden di samping alun-alun kota. Ratusan ribu ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ni Nyoman Sri Supadmi
Esai

Teknologi Berkembang, Budaya Bali Tetap Lestari

by Suara Perubahan
January 23, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1355) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In