30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya: Dari Chaos ke Chaosmos Kembali ke Chaos

Kadek Sonia PiscayantibyKadek Sonia Piscayanti
February 2, 2018
inUlasan
43
SHARES

 

Practically speaking, there is no ‘creation from nothing’ “ex nihilo”. Put another way, everything is in the middle. (Pope, 2005)

Kurang lebih begini, tak ada yang bermula dari tiada. Semuanya ada di tengah (dalam proses menjadi).

KUTIPAN di atas sangat mewakili perjalanan festival ini. Sebelum benar-benar berakhirnya perhelatan akbar Festival Monolog 100 Putu Wijaya ini, saya ingin melakukan refleksi terhadap perjalanan festival selama hampir setahun ini (Maret-Desember 2017). Penting bagi siapa saja yang ingin menelusuri perkembangan teater modern di Bali, mencatat perjalanan festival ini, termasuk saya.

Festival ini lahir dari sebuah hipotesis (yang boleh saja salah) bahwa teater modern di Bali sedang dalam kondisi chaos, kritis, kehilangan semangat, lesu darah, loyo, dan lemah. Adanya pertunjukan teater “dalam rangka” program pemerintah, pertunjukan teater musiman, asal-asalan, atau “sekadar” pertunjukan teater di komunitas-komunitas terasa tetap tak juga membangkitkan iklim berteater dengan baik.

Sementara masing-masing dari kita ada di posisi chaos juga, setiap hari media sosial memborbardir kepala kita dengan berbagai isu, tidak banyak yang bisa berbuat kecuali diam-diam ikut nge-share dan membuat riuh di kepala dan di luar kepala. Chaos seperti menjadi bagian dari nama kita, ikut kemana-mana, ikut ke pasar, ikut ke rumah sakit, ikut ke sekolah, kampus, hingga ke tempat tidur dan kamar mandi. Sumber chaos itu ada dimana-mana, dan kita dengan mudah terkontaminasi.

Lalu dimana teater saat chaos terjadi? Apa sumbangsih teater? Dimana kita berpijak, akan kemana, mengapa dan untuk apa. Bagaimana kita berkontribusi menyuarakan kegilaan di tengah chaos ini. Pertanyaan seriusnya, bagaimana teknisnya? Darimana dananya? Siapa panitianya? Dimana tempatnya? Siapa penggeraknya? Dan sebagainya.

Berawal obrolan ringan di media sosial, saya, Putu Satria Kusuma dan Made Adnyana Ole, mengambil ‘nada dasar’ festival ini adalah buku kumpulan 100 monolog Putu Wijaya, yang ternyata naskahnya berjumlah lebih dari 100 yaitu 118.

Jadi kalau dipikir, nada dasarnya saja sudah chaos, apalagi festivalnya. Akhirnya singkat cerita, di balik chaosnya naskah Putu Wijaya ini, kami memberanikan diri menggarap festival ini dalam suasana chaos juga. Rapat darurat lewat WA, messenger, dan telepon, semua dilakukan dalam suasana chaos. Tidak ada jadwal formal, tidak ada donatur formal, tidak ada tempat formal, semuanya melayang-layang di kepala kami, ide bermunculan, dan semua bergerak kadang dari khayalan. Konsepnya ada, tapi kalau dirunut, konsep itu berkembang dalam chaos juga.

Untungnya, dimulai bersama senimanseniman muda penuh semangat dan dalam perjalanan kami banyak ketemu kawan-kawan yang sama ‘chaos’nya. Ada kawan setia dan muda, Wayan Sumahardika dan Manik Sukadana dari Teater Kalangan, ada kawan-kawan muda di UKM Teater Kampus Seribu Jendela dan senior kami Pak Hardiman yang sangat semangat, juga ada adik-adik di Teater Kontras SMAN 1 Singaraja, Galang Kangin SMAN 4 Singaraja, dan Teater Sembilan Pohon SMAN Bali Mandara.

Ternyata ini meluas lagi chaosnya hingga ke Bali, hasil telpon sana telpon sini, wa sana wa sini, Bli Putu Satria berhasil membuat seniman-seniman lain turun berkontribusi. Sebut saja Nyoman Erawan, Cok Sawitri, hingga para dokter yang lama tidak berteater seperti Ary Dhuarsa, Eka Kusmawan dan Sahadewa. Betapa ini membuktikan bahwa teater terus hidup di jantung para pecintanya.

Komunitas-komunitas lainpun berhamburan menyumbangkan monolognya, dari jadwal yang tersebar di bulan Maret hingga Desember. Dan puncaknya, Desember. Benar-benar “hujan” monolog terjadi di bulan penuh hujan ini. Tercatat hampir lima puluh monolog terjadi di bulan Desember. Seperti yang diduga, chaos ini disebabkan budaya kita yang menggarap sesuatu dalam suasana dikejar deadline, sehingga numpuklah pementasan di bulan Desember, menggenapi, bahkan melebihi ekspekstasi 100 monolog.

Bahkan ada satu hari dimana tiga pementasan berlangsung di waktu sama di tiga tempat berbeda, yaitu tanggal 22 Desember dimana ada pementasan monolog di Denpasar di dua tempat dan di Tabanan satu tempat.

Ini membuktikan bahwa jadwalpun sangat chaos. Tak lupa juga, ada beberapa komunitas yang mendadak mengundurkan diri, atau tak jadi pentas dengan beberapa alasan. Semuanya mengalir saja, tak ada sanksi, tak ada kekecewaan atau kemarahan, yang ada permakluman-permakluman. Ya bisa tahun depan dicoba lagi, begitu kami kadang nyeletuk seolah festival ini akan ada tahun depan. Sombong sekali, hehe.

Sedikit bicara soal angka, jumlah pementasan hingga malam ini adalah 109 monolog, dan jika diangkakan, ini bisa membuat mata membelalak. Jika dirata ratakan satu komunitas atau satu pementasan saja biayanya minimal 3 juta rupiah, berarti monolog ini menghabiskan biaya kurang lebih 327 juta rupiah, setara sebuah BTN mungil di Singaraja.

Jika lebih dikhususkan lagi bagi pementasan yang berbiaya besar seperti pentas Bli Nyoman Erawan, tentu biayanya lebih besar lagi. Di beberapa sekolah misalnya, kru pementasan sangat besar, melibatkan dana sekolah, atau dana komunitas teater sekolah, yang kalau dihitung juga besar.

Lalu apa kabar panitianya, kalau panitia diberi uang saku untuk bayar pulsa atau bensin, tentu bisa lebih besar lagi. Kalau dihitung, loh ya. Tapi, ini semua kan tidak dihitung, karena berawal dari chaos menuju chaos lagi. Yang penting bahagia, begitu kira-kira.

Tapi apa pencapaian festival ini? Chaos melulu dari tadi. Tentu, karena saya bagian dari festival ini, maka saya bilang, pencapaian festival ini adalah menciptakan chaos-chaos baru di dunia teater. Chaos-chaos baru ini lahir dari generasi jaman now di teater misalnya chaos di Teater Kalangan. Bukan chaos pengertian asal-asalan, chaos ala Teater Kalangan ini sangat bagus, bahkan berpotensi menuju “teater kreativitas baru” di dunia perteateran modern di Bali.

Untuk itu, ijinkan saya bicara sedikit soal teori Creativity dimana peran chaos sangat besar dalam melahirkan kreativitas dan produktivitas, tapi pertanyaannya apakah itu chaos dalam kreativitas. Bagi Rob Pope (2005) sesungguhnya kreativitas adalah sesuatu yang lahir dari sesuatu yang sudah ada. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang lahir dari nol. Melainkan semua berasal dari evolusi atau adaptasi seperti teori Charles Darwin.

Darwin dalam bukunya The Origin of Species (1859, yang diterbitkan lagi tahun 1968) dalam chapter Natural Selection (halaman 147) menerangkan bahwa jika sebuah spesies tidak mampu menyesuaikan diri, memodifikasi, atau tidak mampu berkembang, maka dia akan musnah. Maka, sebuah spesies akan terus berkembang menyesuaikan diri atau selalu membenahi diri atau memodifikasi diri. Ini mirip dalam kondisi chaos dimana bagian-bagian dari sebuah struktur tidak berbentuk beraturan.

Hal ini juga dibahas dalam buku Creativity Rob Pope (2005), dimana creativity terbentuk dari chaos-chaos yang berkesinambungan. Bahwa semua unsur di semesta ini terbentuk dari chaos (tak berbentuk) menuju cosmos (bentuk).

Dan psikoanalis Carl Jung mengatakan, “in all chaos there is cosmos, in all disorder a secret order”. Teater pun demikian. Teater lahir dari chaos di dunia nyata dan menghasilkan chaos berpikir dan pada akhirnya akan menghasilkan kreativitas baru, dimana di setiap chaos ada cosmos yang memungkinkan ia bergerak.

Dalam konteks ini, kosmos (semesta) berputar atau berevolusi. Tanpa ada chaos, mustahil kosmos bergulir. Istilah ini disebut chaosmos. Chaosmos adalah istilah yang dibuat oleh James Joyce yang sangat terkenal dengan karyanya Ulysses dan The Dubliners yang merupakan perpaduan chaos menuju kosmos. Chaos (tidak terstruktur) membentuk kosmos (terstruktur). Disebut chaosmos karena kosmos tak bisa berdiri sendiri tanpa chaos. Demikianlah pula teater terjadi dengan chaos menuju cosmos dalam waktu yang tak bisa ditentukan.

Dengan demikian maka, perayaan festival ini adalah perjalanan dari chaos menuju chaosmos dan terus bergulir menuju chaos chaos lain yang menjanjikan evolusi baru. (T)

Referensi :

  • Darwin, Charles. 1968. The Origin of Species. Penguin Classics.
  • Pope, Rob. 2005. Creativity: Theory, History, Practice. Routledge.
  • Jung, Carl. https://creativesystemsthinking.wordpress.com/2014/03/06/in-all-chaos-there-is-a-cosmos-carl-jung/

Catatan:

  • Esai ini dibacakan sebagai semacam refleksi yang dibacakan dalam acara penutupan Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Sabtu 30 Desember 2017
Tags: baliFestival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu WijayaTeater
Previous Post

Antrabez, dari Penjara ke Denfest – Lalu Ribuan Orang Bernyanyi Bersama

Next Post

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Tunjung Tutur Danau Tamblingan

Kadek Sonia Piscayanti

Kadek Sonia Piscayanti

Penulis adalah dosen di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Next Post

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Tunjung Tutur Danau Tamblingan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co