31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Cerita Ngurah dari Papua# Saya, Bunga Papua, dan Kita (1)

I Ngurah SuryawanbyI Ngurah Suryawan
February 2, 2018
inEsai

Anak-anak Papua (foto: I Ngurah Suryawan)

91
SHARES

 

Bunga Papua

Indah subur Tanah Papua

Bunga Papua tumbuh mekar

Kami belajar agar jadi pintar

Pintar semua…

(Ciptaan: Abner E Korwa)

 

SEORANG anak Papua mendekat ke arah saya pada medio tahun 2013. Saat itu kami—saya dan beberapa teman—bersiap untuk meninggalkan kampung mereka di pedalaman kepala burung Papua Barat. Sudah tepat 14 hari kami bersama mereka. Mendengar harapan dan mimpi mereka terhadap kampung yang lebih maju dan berkembang. Ada intrik, kepentingan, korupsi, dan persaingan sesama warga itu sudah pasti.

Saya tertegun sebelum merapikan ransel. Ada satu hal yang belum saya pribadi perhatikan di kampung tersebut. Hal penting itu adalah pendidikan bagi anak-anak. Perhatian saya tercurah begitu serius terhadap praktik baku tipu (saling memamerkan kecanggihan berbohong). Anak laki-laki Papua itu mengingatkan saya akan tema penting tersebut.

“Om, tra datang lagi kah?” tanyanya. Saya menjawab pelan, “Adoooh, itu yang om tra tahu. Puji Tuhan kalau ada rejeki ya. Ko harus tetap sekolah. Trapapa turun ke kota. Ingat pesan om.” Ia hanya mengangguk ragu. Ia menggeggam erat pakaian bola yang saya berikan. Ia tampak senang sekali. Mamanya memeluk saya erat. Berbisik mengucapkan terimakasih sudah memberikan pakaian bola kepada anaknya.

Ia hanya bisa tertegun melihat kami. Bergegas ia mengambil satu tas rangsel saya berwarna hitam. “Om pu tas sa bawa,” ujarnya. Ia bersama dengan mamanya mengantar kami turun menuju kampung tetangga yang berada di pinggiran teluk. Kami berjalan kaki turun selama empat jam dengan penuh canda tawa. Saya merasa memiliki keluarga baru jauh di daerah pedalaman Papua Barat.

Saat saya menulis esai ini, saya ingin sekali mengetahui nasib anak tersebut. Saat melihatnya saya seperti membayangkan diri saya, anak-anak kita yang sebaya dia. Selajutnya bisa ditebak bahwa pikiran saya menerawang jauh memikirkan salah satu persoalan terpenting di tanah Papua, juga di negeri ini: pendidikan yang berkualitas dan membebaskan peserta didiknya.

Banyak memang pendidikan yang berkualitas di bagian negeri ini, tapi belum tentu memerdekakan anak didiknya untuk membangun imajinasinya sendiri. Jika kita melihat kondisi yang ada di tanah Papua, sekolah yang berkualitas sangat sedikit jumlahnya. Tentu, kita belum membicarakan bagaimana proses pendidikan dijalankan di sekolah-sekolah daerah terpencil. Permasalahannya sangatlah kompleks, dan itu bukan khas Papua. Di daerah-daerah pedalaman negara ini sudah tentu menghadapi permasalahan tersebut dengan konteksnya yang berbeda-beda.

Daerah-daerah urban di Papua Barat menyisakan permasalahan kantong-kantong kemiskinan dan pelayanan pendidikan dasar kepada anak-anak. (foto: I Ngurah Suryawan)

Di tengah situasi yang melumpuhkan semangat pembaharuan tersebut, menjadikan pendidikan sebagai gerakan sosial di tengah masyarakat membutuhkan usaha yang luar biasa, di luar pakem yang ada, dan yang terpenting kekuatan untuk bertahan. Hanya menyandarkan proses pendidikan kepada gedung sangat salah kaprah. Menuntut guru berperan sentral di tengah segala keterbatasan di Papua sangat beresiko. Mengharapkan perubahan cepat dari birokrasi pendidikan di pemerintah daerah sebuah kemustahilan. Yang bisa dilakukan adalah menggali kekuatan yang ada dan berinisiatif bersama dengan masyarakat di tingkat akar rumput.

Begitu banyaknya fenomena ketersingkiran anak-anak dalam proses pendidikan di tanah Papua menggambarkan tidak berjalannya hakekat “pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa” di negara ini. Bali mungkin jauh lebih baik dari Papua. Itu pasti. Ini kisah dari tanah Papua yang pernah saya alami saat menyaksikan tidak berjalannya proses pendidikan tersebut.

Daripada menggali keburukan tersebut, ada baiknya kita menggali inspirasi tentang inisiatif pendidikan yang menyentuh anak-anak yang disingkirkan oleh sekolah formal. Dengan demikian, kita bisa belajar dan merenungkan kembali arti diri kita saat bertemu dengan anak-anak yang kurang beruntung tersebut. Saya dan kita semua bisa belajar banyak dari perjuangan anak-anak tersebut meraih pendidikan di tengah segala keterbatasan. Pada kita, juga ada pelajaran untuk merefleksikan kembali arti kehidupan yang bukan hanya berguna untuk diri kita, tapi untuk orang lain, masyarakat luas yang tersingkirkan.

Saya merasakan betul keterhimpitan kita semua di tengah arus pendidikan yang tidak adil dan tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, namun hanya dimiliki oleh orang-orang kelas menengah yang berduit. Pendidikan kita secara umum belum sepenuhnya menyapa masyarakat yang tersingkirkan dari gelombang yang kita sebut “kemajuan” ini.

Selain kembali menengok pondasi dasar pendidikan budaya yang kaya di negeri ini, menjadikan pendidikan sebagai gerakan sosial di tengah masyarakat sangatlah penting. Masyarakat harus mengambil peran dalam gerakan tersebut. Inspirasi gerakan pendidikan di akar rumput tersebut sangat penting untuk menyadarkan kita semua untuk mengambil peran.

Bagian pertama esai ini menggambarkan kehadiran Sekolah Bunga Papua yang menjadi oase pendidikan partisipatif di kota urban Sorong, Papua Barat. Masyarakat tergerak untuk melaksanakan proses pendidikan usia dini bagi anak-anak yang tersingkirkan. Kota industri di Provinsi Papua Barat ini mengalami kemajuan pesat namun menyisakan kantong-kantong perkampungan kumuh dan kemiskinan. Anak-anak berada dalam kondisi tersebut. Bersama dengan orang tuanya, mereka mengadu nasib dari kampung menuju ke kota-kota besar di Papua Barat. Salah satu tujuan utamanya adalah Sorong selain tentunya Manokwari sebagai ibukota provinsi.

Bagian kedua mencoba melihat dinamika dan perjuangan yang dialami oleh penggiat Sekolah Bunga Papua dalam menjalankan aktivitasnya. Tantangan tidak hanya dari pihak luar, terutama para orang tua yang menghalangi anaknya untuk belajar, tapi juga keengganan pihak pemerintah dan masyarakat lainnya untuk berperanserta. Tantangan lainnya sudah barang tentu menyelipkan metode pendidikan anak usia dini yang menyenangkan dan berkonteks Papua. Apa yang mereka lakukan untuk itu?

Pada bagian ketiga esai ini mencoba untuk merefleksikan tantangan pelaksanaan pendidikan di tanah Papua secara umum. Perhatian khusus diberikan kepada peletakan pondasi pendidikan dengan konteks lokal Papua dan pendekatan kasih sayang di dalamnya. Pendekatan ini terkesan sumir dan di awang-awang, namun jika dicermati lebih dalam kita perlu kembali menoleh hal-hal mendasar dalam pelaksanaan pendidikan yang manusiawi dan membebaskan anak-anak mulai di tingkat dini.

Anak-anak Papua di kampung-kampung sangat membutuhkan oase pendidikan yang menubuhkan imajinasinya tentang dunia luar dan masa depan (foto: I Ngurah Suryawan)

Oase

Kelahiran sekolah usia dini Bunga Papua tidak terlepas dari keprihatinan melihat banyaknya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan layak. Mereka berasal dari keluarga yang bekerja menjadi buruh-buruh bangunan di sekitaran wilayah Kota Sorong. Ada juga yang berasal dari keluarga yang orang tuanya bekerja di pelabuhan dan pasar-pasar tradisional yang ada di Sorong. Keluarga-keluarga ini biasanya tinggal di kompleks perkampungan yang jauh dari kesan layak. Mereka menghuni kawasan-kawasan kumuh yang menjadi pemandangan menyesakkan di tengah kemegahan perkembangan Sorong.

Anak-anak keluarga di pemukiman yang terpinggirkan inilah yang tidak mampu untuk mengakses PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dengan biaya yang mahal. Daerah-daerah sekitar Kota Sorong, biaya untuk PAUD sangat mahal. Biaya masuk pertama kali sejumlah Rp. 800.000 dan biaya setiap bulan Rp. 400.000. Terang saja biaya sebesar itu tidak terjangkau oleh para keluarga yang bekerja di pelabuhan dan pasar. Sementara kondisi yang terjepit, anak-anak sepatutnya harus mendapatkan pendidikan dasar yang layak, paling tidak membaca dan menulis.

Yayasan Belantara Papua, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Kota Sorong melihat fenomena ini, sehingga muncul keinginan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak usia dini. Mereka kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah sanggar kegiatan belajar untuk anak-anak putus sekolah ini.

Sekolah Bunga Papua hadir dengan konsep sekolah yang seluas-luasnya, tidak terpaku dengan gedung semata. Fokus awalnya memang untuk anak-anak usia dini. Tujuannya adalah untuk mengenalkan baca tulis kepada anak-anak yang tidak mampu mengenyam pendidikan formal di PAUD. Paling tidak adalah pengenalan huruf dan angka. Pengajaran hurus dan angka ini adalah bagian penting untuk pendidikan selanjutnya.

Sekolah Bunga Papua mendasarkan proses pembelajarannya dengan bermain namun memberikan pemahaman dasar huruf dan angka (foto: I Ngurah Suryawan)

Danarti Wulandari, salah satu penggagas Sekolah Bunga Papua mengungkapkan bahwa fenomena pendidikan dasar di wilayah Sorong berdasarkan pengamatannya adalah pada pengenalan huruf dan angka, baca dan tulis. Ia yang mengamati anak-anak yang duduk di SD (Sekolah Dasar) di Sorong menyesalkan situasi ketidakmampuan membaca dan menulis pada kelas 5 SD. Dasar dari semua permasalahan ini adalah lemahnya pendidikan dasar yang tidak mengenalkan huruf dan angka dengan menyenangkan melalui permainan di PAUD.

Kondisi lemahnya pendidikan dasar (huruf dan angka), yang berlanjut pada membaca, menulis, dan berhitung tersebut menjadi perhatian serius, dan kemudian memacu Danarti dan koleganya untuk menggerakkan Bunga Papua. Sebelumnya mereka sudah memetkan wilayah-wilayah yang menjadi sasaran dengan melihat kondisi, pekerjaan warga, dan yang terpenting adalah nasib anak-anak mereka.

Tim Bunga Papua menawarkan kegiatan mereka ke beberapa lokasi yang mereka anggap sangat membutuhkan pendidikan dasar di tempat tersebut. Tidak semua memberikan sambutan yang baik, dengan berbagai alasan. Hanya beberapa saja yang kemudian menyambutnya dengan senang. Ini sungguh ironis. (T)

Tags: anak-anakPapuapendidikan usia dinisekolah
Previous Post

“Lengis Colek” Warisan Kakek – Cerita Konyol Soal Cinta dan Guna-guna

Next Post

Doa untuk Palestina dari KAHMI & HMI Singaraja – Menyerap Pelajaran Bersama

I Ngurah Suryawan

I Ngurah Suryawan

Antropolog yang menulis Mencari Bali yang Berubah (2018). Dosen di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.

Next Post

Doa untuk Palestina dari KAHMI & HMI Singaraja – Menyerap Pelajaran Bersama

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co