2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Drama “The Story of A Tree”, Tentang Pohon, Kita, dan Pelajaran di Dalamnya

Made Wahyu MahendrabyMade Wahyu Mahendra
February 2, 2018
inUlasan

Pementasan Drama "The Story of A Tree" oleh mahasiswa Bahasa Inggris Undiksha, Kelas 5G, Minggu 17 Desember 2017 malam. /Foto: Wahyu Mahendra

51
SHARES

 

BAGI mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Pendidikan Ganesham mata kuliah drama memang menjadi tantangan dan pengalaman trsendiri, Sript dengan judul The story of a tree ini disodorkan kepada saya dan teman-teman sekelas tahun 2012, atau tepat lima tahun silam.

Naskah yang digarap oleh Ibu Kadek Sonia Piscayanti ketika itu belum sepenuhnya rampung, bisa bilang dua pertiga dari total naskah. Sialnya lagi, bulan sudah memasuki pertengahan oktober yang berarti praktis kami hanya mempunyai dua bulan persiapan menjelang pementasan. Kami yang bertanya-tanya tentang naskah ini diyakinkan oleh Ibu Sonia bahwa naskah ini sangat cocok untuk kelas kami, 5E. Seperti biasa, gaya dosen satu ini memang meledak-ledak dalam meyakinkan mahasiswa.

Ibu Sonia memulai penjelasan singkat tentang naskah ini. “Baik, naskah ini berisikan buah pikiran saya tentang sebatang pohon kamboja yang dulu hidup mekar bebas di kampus ini, namun dengan keadaan kampus yang usai renovasi, ia perlahan mati.

Padahal pohon kamboja ini merupakan saksi perjalanan setiap mahasiswa, dosen, dan seluruh orang yang terlibat dikampus ini. Saya ingin semua orang mengingat jasa pohon ini. Pohon ini juga merupakan simbol bagaimana masa depan dipersiapkan, masa kini yang harus dinikmati, dan memetik pelajaran dari masa lalu”

Pandangan kami tentang Ibu Sonia saat itu adalah ibu ini tidak ingin basa-basi terlalu panjang. Ia memulai memilih mahasiswa untuk memerankan tokoh-tokoh dalam naskah ini. Yang pertama dicari? Pemeran pohon tentunya. Dari 10 laki-laki yang berada di kelas, semua tidak luput dari pandangan.

Kami yang hanya bersepuluh ini saling sikut, dorong, berharap bukan diri masing-masing yang ditunjuk. Kenapa? Jelas, sebagai pohon, kami harus mengingat berlembar-lembar monolog. Kami bukan manusia-manusia bertalenta, belum lagi jika mengingat kewajiban lain di semester itu yang sangat menuntut.

Pada akhirnya, saya terpilih menjadi pemeran pohon kamboja ikonik ini. Senang? Tentu tidak. Belum memulai saja saya sudah menghela napas berat nan panjang memikirkan bagaimana menjadi pohon. Belum lagi kritikan demi kritikan yang ibu Sonia lontarkan, “jiwai dong Wahyu, Jiwai” disertai gestur rada kesal.

Sejak saat itu, saya memutuskan metode saya sendiri untuk menjiwai dan merasakan apa yang pohon ini rasakan. Maka setiap pukul 15.00-17.00 tiap harinya, saya duduk sendiri di bawah pohon kamboja ini, meratap ke pohon, dan sesekali ke sekeliling.

Hingga pada suatu waktu seorang mahasiswa mendekati saya dan bertanya, “kak, sedang apa duduk disini?” Sambil tersenyum tipis saya menjawab, “tidak ada, hanya duduk-duduk sore”.

Mahasiswa yang tidak saya kenal ini kemudian berbisik memperingatkan, “Kak, di sini banyak mahkluk tidak keliatan, baiknya jangan disini,” “hah, jika ada memang maka biarkan saya bicara dengan mereka”. Si mahasiswa hanya bisa geleng-geleng sambil berlalu, membiarkan saya melanjutkan duduk sore.

Sepanjang persiapan, seperti kata saya tadi, jauh dari kata mudah. Mereka yang hobi pulang kampung akhir minggu harus menunda kepulangannya, yang hobi menyendiri dipaksa bekerja bersama. Kami membuat properti yang dibutuhkan di rumah salah satu teman bernama Chintya Dewi.

Selain sebagai direktur drama kelas, ia bertugas menjaga properti dari musim penghujan di akhir tahun agar bisa digunakan nantinya. Tidak jarang Chintya harus mengores kocek pribadi untuk membelikan kami sekedar minum yang bekerja tiap hari mengerjakan properti sambil berlatih.

Masih ingat tentang naskah yang belum rampung? Nah, sehari sebelum waktu kami untuk pentas ibu Sonia datang membawa naskah yang tersisa. Pikir kami, sisanya tidak akan lebih dari dua atau tiga lembar. Ternyata terdapat sekitar enam lembar lagi yang harus kami latih. Belum lagi membuat lagu dari puisi.

Bertempat di gedung Sasana Budaya Singaraja, kami akhirnya memutuskan untuk menginap. Berlatih, mengganti properti yang dirasa kurang cocok, menambah yang kurang. Bukan perkara yang mudah untuk memutuskan menginap, ada yang bahkan harus cekcok dengan pasangannya karena lebih mementingkan drama.

Waktu beranjak tengah malam, dan kami tiba-tiba teringat bahwa batas pengumpulan tugas mata kuliah lain adalah esok hari. Adalah kami saling membangunkan teman untuk mengerjakan ini bersama dibawah gerimis tengah malam.

Waktu pementasan semakin dekat. Kami berias dan bersiap-siap. Mengenai riasan, riasan saya harusnya terbilang mudah dengan hanya membubuhkan warna coklat di wajah. Namun karena kesalahan si perias, wajah saya berwarna ungu, persis ketela ungu di pasar-pasar itu.

Ibu Sonia bolak-balik terlihat panik, sesekali melihat jam tangannya. Waktu yang ada tinggal 5 menit. Mungkin saat itu yang ada di benak Ibu Sonia bahwa ia pintar dalam mewarnai. Diambilnya kuas lukis dari tangan teman saya kemudian meminta saya menaruh wajah tepat di lubang pohon yang kami gunakan dalam pementasan.

Dengan gaya pelukis, ia menggoreskan kuas kesana kemari, mencoba menyamarkan perbedaan warna yang sayang tidak berhasil. Waktu yang mepet menuntut keputusan yang cepat. Saya meminta salah seorang teman untuk mengambil kaleng cat tembok warna coklat yang kami siapkan. Kali ini bukan gaya pelukis, cat tadi disiramkan ke wajah dan sekitar lubang pohon, sehingga warnanya samar.

Seakan tidak terjadi kekacauan dibelakang panggung, kami memulai pementasan. Tidak disangka-sangka, penonton yang menyaksikan riuh, beberapa alumni yang kami undang bahkan tak kuasa menahan tangis. Beberapa mendatangi untuk berterima kasih karena telah diingatkan kembali akan masa-masa indah menjadi mahasiswa.

Kami sadar seketika itu juga bahwa drama ini bukan sekedar menghapal naskah, bukan sekedar pentas kemudian memperoleh nilai, tapi membawa arti bagi mereka yang melihat pohon kamboja ini sebagai bagian dari hidup.

“The Story of A Tree” versi 2017

Mementaskan dan menonton naskah yang sama dipentaskan kembali membawa sensasi yang berbeda. Pementasan naskah ”The Story of A Tree” yang dibawakan mahasiswa pada tahun 2017 ini menorehkan kesan tidak biasa.

Mereka mampu membawa saya kembali ke masa lalu melalui lagu dan melodi yang kami buat dahulu tanpa meninggalkan sentuhan original mereka. Juga sesekali tersenyum geli ketika melihat adik-adik ini pentas. Bukan karena mereka konyol, tapi seakan bercermin pada kami yang dahulu berada dipanggung itu. Sesekali, bibir saya juga bergerak sendiri melafalkan naskah yang muncul kembali dari alam bawah sadar.

Sesungguhnya drama ini menyadarkan kita bahwa jauh didalam lubuk hati, kita melihat apa yang pohon kamboja ini lihat. Melihat sepasang kekasih yang kandas hubungannya ditengah jalan, tentang seorang gadis penyair yang mencurahkan isi hatinya kepada pohon kamboja, tentang mereka yang lalu lalang dibawahnya tanpa peduli, tentang mereka yang berharap menjadi lulusan terbaik namun gagal, hingga hal menggelitik seperti memikirkan judul si angker skripsi.

Maka terima kasih, cerita tentang pohon kamboja telah mengingatkan bahwa masa lalu telah kami lalui untuk kami kenang. Terima kasih telah mengingatkan masih ada masa depan yang harus dikejar.

Terima kasih mengingatkan bahwa kita hidup di masa sekarang yang harus dinikmati penuh syukur. Saya yakin, hingga pada saatnya nanti akan tiba giliran mereka yang mementaskan naskah ini dimasa sekarang menceritakan pengalamannya di masa mendatang. Cerita pohon ini tidak akan pernah berakhir dan cocok diceritakan kembali di segala waktu. Karena pohon ini sesungguhnya adalah saya, anda, dan kita semua. (T)

Tags: kampusPendidikanpohonTeaterUndiksha
Previous Post

Lukisan Asehou Jayakatowan: Terpesona Peradaban Lama

Next Post

“Nasi Blabar” di Pacung: “Banjir Nasi” dan Makan Bersama Jelang Nyepi Adat

Made Wahyu Mahendra

Made Wahyu Mahendra

Lahir di Negara, Bali. Alumni S1 Bahasa Inggris di Undiksha dan S2 Universitas Negeri Malang. Beberapa kali memenangkan lomba penulisan esai tingkat nasional

Next Post

“Nasi Blabar” di Pacung: “Banjir Nasi” dan Makan Bersama Jelang Nyepi Adat

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co