MEMAINKAN naskah monolog Pelacur memang mempunyai tantangannya sendiri. Berlatar belakang prostitusi yang digusur, monolog ini semakin tajam dengan kisah Virgi sebagai seorang pekerja seksual yang tengah diperkosa. Ketajaman peristiwa ada pada ruang ingatan seorang perempuan. Terlebih ingatan itu merampas haknya. Aksi menuntut tindakan zina itu ditentang oleh pihak berwenang karena dipandang tak pantas.
Pandangan dunia yang terjadi dalam naskah ini tentu terletak pada peran laki-laki yang masih memandang rendah perempuan, terlebih perempuan pekerja seks. Sudut-sudut menarik dalam naskah bisa menjadi frame menarik untuk diangkat seperti pegakuan PSK yang diperkosa, PSK sebagai pekerjaan profesiaonal, dan keteribatan institusi resmi di dalamnya.
Contoh saja tempat hiburan Alexis. Penggusuran tempat hiburan itu memang mengundang berbagai opini. Masalah mulai timbul ketika para pekerja kehilangan pundi dananya dan beberapa oknum menggunakan kesempatan ini untuk berkuasa menjadi pahlawan yang tak diharapkan.
Bagi para pekerja seks yang sudah terlanjur mengambil risiko untuk pekerjaan ini memang menjadi korban. Tapi di pihak lain, oknum yang mendapatkan keuntungan tentu akan diam seolah mereka adalah pahlawan bagi masyarakat luas.
Dalam naskah Pelacur karya Putu Wijaya ini, Virgi nampaknya tidak menyesali tindakannya menajdi PSK selain karena terdesak, dia juga menganggap sudah kepalang basah dalam dunia ini. Namun, sebagai perempuan dia juga merasakan hak katas tubuhnya. Di luar jam kerja, tubuhnya adalah miliknya.
Beberapa oknum yang merasa berkuasa atas ketertiban lokalisasi itu tengah sengaja memperkosa Virgi. Atas dasar kekuasaan, tentu kesempatan emas itu tak akan dilewatkan begitu saja. Virgi terancam dan direndahkan sebagai manusia, sebagai perempuan yang mencari perlindungan hukum.
Perempuan juga punya hak untuk memiliki tubuhnya. Tidak semua laki-laki paham tentang tubuh perempuan yang penuh gejolak. Amarah dan luapan emosi itu menjadi repetisi ingatan. Pengalaman buruk yang terus berulang haruslah diungkapkan.
Kami mencoba membuat sajian dengan konsep repetisi emosi. Kami mengacu pada Ivan Petrovich Pavlov terkait stimulus dan respon. Hal itu terlihat pada repetisi emosi yang dialami tokoh. Stimulus dalam bentuk recall memory dari pemetasan sebelumnya. Kemudian lanjut pada respon yang berupa luapan emosi tokoh.
Luapan emosi Virgi akan diperankan oleh Devy Gita. Pemain teater, guru, dan seorang ibu ini tahu betul tentang psikologis naskah ini. Sebelumnya, naskah ini juga sudah dipentaskan di Rumah Kertas Budaya, Negara. Kini giliran kawan-kawan Singaraja yang akan menyambut curhatan Virgi. Pementasan ini cenderung intim dan padat emosi. Kami mencoba membuat sajian dengan repetisi emosi.
BACA JUGA:Saya, Si “Pelacur”, Bermain Lagi…
Ingatan selalu datang tanpa diinginkan, kemudian menjadi penyakit jiwa bagi mereka yang mencoba melupakannya. Demi menghindari kesakitan jiwa, tak ada salahnya kita coba menjadi terapis bagi Virgi. Kawan-kawan di Singraja bisa memberikan solusi jitu untuk masalah ini. Kami buka ruang curhat pada Selasa, 19 Desember 2017 di Rumah Belajar Komunitas Mahima pukul 19.00 Wita.
Kami tunggu kehadiran para terapis, aktivis, penyair, seniman, guru, petani, dagang, buruh, wartawan, duduk cantik sambil tukar ide tentang curahtan Virgi sebagai perempuan pekerja yang dirampas harga dirinya. (T)