TERKADANG judul opini inilah yang membuat galau mahasiswa jaman now, terutama yang duduk di semester tua. Misalnya ketika saya duduk bareng sambil meneguk secangkir kopi pahit dengan mahasiswa golongan ini, tampak sekali mereka gelisah ketika ngobrol soal semester tua.
Saya sering kali mendengar dari golongan ini yang bertanya-tanya: lebih baik lulus tepat waktu atau lulus pada waktunya sih, Bro?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sulit untuk bisa dijawab secara objektif. Tapi kita bisa menjawab pertanyaan ini hanya dengan melihat perspektif yang berbeda.
Banyak hal mungkin dapat dilakukan mahasiswa untuk bisa lulus cepat, mulai dari memanajemen diri dari semester 1 dengan baik, belajar dengan sugguh-sungguh, hingga akhirnya dapat mengerjakan skripsi dengan maksimal. Namun, ketika mindset mahasiswa seperti ini yang dibangun, ada hal yang mungkin tidak didapatkan oleh mahasiswa tipe ini, yakni perjalanan lika-liku menjadi seorang mahasiswa.
Yah, pada umumnya mahasiswa tipe ini kurang aktif dalam bidang non-akademik seperti mengikuti organisasi kemahasiswaan. Kebanyakan citra mahasiswa yang lulus tepat waktu diibaratkan dengan istilah mahasiswa Kupu-Kupu (Kuliah, Pulang, Kuliah, Pulang).
Ini beda dengan mahasiswa pecinta kampus yang lebih sibuk akan kegiatan-kegiatan di luar kelas di kampus daripada kuliah dalam kelas. Misalnya ikut dalam organisasi kemahasiswaan, dan aktif dalam kepanitian-kepanitian yang ada di kampus. Mereka ini dikenal dengan istilah mahasiswa Kura-Kura (Kuliah, Rapat, Kuliah, Rapat).
Lalu, jalan mana yang harus kita pilih? Apakah lulus tepat waktu atau lulus pada waktunya? Jawabannya adalah pertanyaan: jalan mana yang ingin dipilih? Sebab, kedua hal tersebut memiiki dampak positif dan dampak negatifnya masing-masing.
Lulus Tepat Waktu
Mahasiswa mana yang tidak ingin lulus tepat waktu di semester 8 untuk sarjana dan di semster 6 untuk diploma III. Kebanyakan dari mahasiswa dituntut oleh orangtuanya untuk lulus cepat-cepat dengan berbagai alasan, ada yang ingin supaya anaknya cepat bekerja, cepat wisuda sama dengan cepat menikah.
Hal ini yang menyebabkan kebanyakan mahasiwa merasa dikejar target dengan kelulusannya. Banyak teman saya bercerita biar nggak jadi beban orang tua, Bro.
Ditinjau dari hal ini memang benar tugas mahasiswa yang paling utama yakni menyelesaikan studinya dengan cepat dan effisien sehingga selama masa perkuliahan yang dijalani sebelumnya mahasiswa dengan cepat dapat mempraktikkan di dunia kerja atas ilmu yang didapatkannya di kampus sehingga dapat hidup mapan.
Akan tetapi, mahasiswa tipe ini kurang merasakan hidup menjadi seorang mahasiswa. Biasanya mahasiswa tipe ini sibuk dengan perkuliahannya sehingga mereka kurang berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya kalau bahasa zaman now-nya sih kurang piknik.
Lulus Pada Waktunya
Mahasiswa yang berpedoman dengan jalan lulus pada waktunya, biasanya mereka lebih santai menjalankan aktivitas perkuliahannya, lebih menyibukkan kegiatan di kampus, banyak mengikuti organisasi kemahasiswaan, aktif dalam kepanitiaan-kepanitiaan di kampus, menyempatkan berlibur saat akhir pekan, dsb.
Bahkan saking sibuknya mahasiswa ini terkadang lupa dengan tujuan awal perkuliahan mereka sehingga melupakan tugas-tugas kuliahnya. Akan tetapi kelebihan dari mahasiswa yang memilih jalur ini adalah mereka lebih matang dalam berfikir dan bertindak karena pengalaman berkecimpung di dunia non-akademik membuat mereka lebih banyak mendapat pengalaman serta lika-liku kehidupan mahasiswa yang dihadapinya selama proses menjadi seorang mahasiswa.
Hal ini juga menunjang kehidupan pasca kampus yang mereka hadapi ketika mereka lulus nanti walaupun mereka lulus lebih lama dari teman seangkatannya seperti kemampuan softskill yang mempuni, relasi yang banyak, dan dapat berinteraksi dengan baik di masyarakat.
Jadi jalan manakah yang lebih diprioritaskan bagi teman-teman mahasiswa? Mau jadi mahasiswa lulus tepat waktu atau mahasiswa lulus pada waktunya?
Itu semua kembali pada pribadi masing-masing. Akan tetapi pada intinya melihat perkembangan zaman, di tengah membludaknya penganguran intelektual sulit rasanya kita selaku kaum mahasiswa hanya bermodalkan pengetahuan yang dituliskan dalam selembar kertas ijasah saja, perlu sekiranya pengalaman tambahan yang kita dapat diluar kehidupan kampus menjadi modal awal untuk menghadapi kehidupan pasca kampus.
Dengan demikian kita tidak akan gundah dan resah kembali ketika kita usai menyelesaikan proses perkuliahan kita. Orang bijak berkata “Kalau hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja” – Buya Hamka. (T)