PAMERAN seni rupa “From Bali to Beijing”, melibatkan seniman dua bangsa yakni Indonesia dan China dibuka melalui pemotongan bentangan pita merah oleh 15 seniman Bali – Beijing di Museum Cai Yushui, Qingdao Beijing, 27 November 2017.
Dalam pameran yang difasilitasi Konsulat Jenderal Tiongkok bekerjasama dengan Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok Chapter Bali menghadirkan seniman D. Tjandra Kirana, Chusin Setiadikara, Wayan Redika, Agung Mangu Putra, Wayan Sujana Suklu, Made Wiradana, Polenk Rediasa, Made Gunawan, Putu Edy Asmara (Bali) dan Cai Yushui, Mo Xiaosong, Fang Zhenghe, Li Xuesong, Sun Zhensheng, Wei Kui (China).
Menurut seniman China yang telah berulangkali berkunjung ke Bali, Cai Yushui, dipilihnya kota Qingdao sebagai tempat penyelenggaraan pameran disebabkan karena akar budaya, peradaban dan topologi pulau Bali memiliki kesamaan dengan kota Qingdao, baik dalam struktur kultur maupun eksistensi di mata dunia.
Ia mengatakan bahwa di belahan timur dunia tampak sebuah pulau yang indah dan eksotik dengan ragam budaya maha agung yaitu bernama Bali, sedangkan di belahan utara dunia juga dikenal sebuah kota yang hidup dengan kekuatan budaya dan kehidupan masyarakatnya yang memuliakan lingkungan serta estetika ialah bernama Qingdao.
“Ini kolaborasi seni yang memiliki kekuatan luar biasa, masing-masing kultur bisa saling melengkapi, saling menguatkan”, jelas Cai Yushui mengantarkan sambutan untuk para seniman.
Seniman yang juga pengajar di berbagai perguruan tinggi di daratan China dan Singapura ini mengapreasi kehadiran perupa Bali di kota Qingdao, seraya menawarkan sejumlah gagasan untuk melanjutkan program serupa di tahun mendatang.
Karena itu para seniman China ini akan mengajak seluruh peserta pameran mengunjungi situs-situs kebudayaan China yang memiliki persinggungan dekat dengan Bali, serta melakukan diskusi budaya menentukan program lanjutan.
Pemerintahan China diwakili Director of Wenguang bureau (semacam Dinas Kebudayaan di Indonesia), Ms Que Liqun menyambut baik program kolaborasi budaya dua Negara ini. Ia mengapresiasi terobosan para seniman untuk menggali kekuatan tradisi yang dikreasi ke dalam bentuk penciptaan yang lain dalam konsep seni yang lebih modern.
Pemerintah China memiliki kesadaran penuh bila nilai estetika yang sudah dipahami dalam seni tradisi harus menjadi pijakan dan kekuatan pengembangan seni rupa baik dalam paham kontemporer ataupun bentuk yang lain. Pihaknya juga menyampaikan bila kota Qingdao dibangun dengan perencanaan pemangunan fasilitas dan infrastruktur kesenian yang memadai untuk mendukung setiap perhelatan seni di kota ini.
Pameran kolaborasi “From Bali to Beijing” menampilkan tak kurang dari 100 karya terdiri dari lukisan dan patung. Sebuah lukisan berukuran besar 3×10 meter karya Cai Yushui memenuhi dinding di sisi kanan Museum, secara visual bercerita tentang ragam aktivitas budaya Bali, mulai dari peristiwa ngaben, upacara pernikahan dipadu dengan pertunjukan barong landung hingga prosesi persembahyangan masyarakat Bali.
Sementara yang lainnya kental dengan karya rupa gaya China yang dominan menggunakan teknik tradisi, meski pencapaiannya bisa dibaca dengan wacana yang lain. Demikian pula pajangan karya patungnya terkesan menjadi gagasan peradaban lampau dengan teknik garapan kekinian. Pameran akan berlabgsung hingga 27 Desember 2017. (T)