BERBICARA kecantikan kepulauan Nusa Penida tidak ada habis-habisnya. Keindahan alam yang ditawarkan sungguh mempesona. Pulau yang terpisahkan oleh Selat Badung dari Pulau Bali ini memiliki sejumlah pesona, baik pesona laut dan daratan.
Salah satu yang banyak dibincangkan pelancong adalah keindahan bebatuan di tengah laut yang kini dikenal dengan sebutan Raja Lima, yakni kawasan Pantai Atuh, Dusun Pelilit, Desa Pejukutan. Alam yang ajaib itu kerap menghipnotis para pelancong. Kemolekan kawasan ini sangat lengkap, pantai, bukit, pemandangan pulau kecil serta ha-hal lain yang sulit tertandingi.
Tak heran setiap hari ratusan pelancong berbagai daerah berdatangan mengeksplore keindahan yang disuguhkan alam itu. Semua mata tertuju ke Pantai Atuh. Di setiap sudut terpancar aura keindahan dan memanggil mata lensa untuk mengabadikan.
Pesoana Pantai Atuh tidak hanya diabadikan pelancong, kadang fotograger perupa juga ambil bagian.
Perupa asal Desa Batununggul, Nusa Penida I Dewa Merta Nusa ikut memberi arti pada destinasi Pantai Atuh dengan sebuah karya lukisan. Bertema Bukit Batu Bolong, dengan kanvas berukuran 150×250 cm, perupa itu lebih fokus menterjemahkan Pulau Padasan sebagai ikon destinasi. Batu bolong gagah berani menantang ganas gelombang Samudera Indonesia.
“Saya sebagai perupa wajib bertanggujawab secara kesenian mengenai perkembangan pariwisata di Nusa Penida. Sebagai anak pulau sangat berharap kecantikan destinasi tersebut jangan sampai membuat semua mabuk pada akhirnya masyarakat setempat tidak bisa berbuat banyak alias investor jadi penguasa di sana, ” ucapnya dengan nada santai.
Kawasan Pantai Atuh sejak dulu sudah mempesona baru kali ini mulai digandrungi pelancong. Promosi gencar efek sejumlah destinasi mulai dikenal termasuk Pantai Atuh. Lewat lukisan Merta wanti-wanti, pesatnya laju pariwisata jangan sampai tidak bisa dinikmati masyarakat setempat.
Kegelisahan Merta itu wajar saja, mengingat tempat destinasi lain sepertu di Nusa Dua mengalami kemajuan tapi tampaknya investor lebih berkuasa ketimbang warga setempat.
Karya Dewa Merta lebih fokus pada Batu Padasan saat matahari mulai beranjak. Warna kuning sedikit coklat menghiasi karyanya. Itu menandakan fajar baru telah terbit, masyarakat harus bangun, melek, jika tak ingin ditinggalkan zaman, jika tak ingin hanya dijadikan objek. (T)