PKI bangkit lagi. Desas-desus ini menjadi obrolan sensitif di kalangan masyarakat Indonesia. PKI konon bangkit lagi, sehingga menimbulkan efek phobia pada masyarakat Indonesia. Akibatnya, ada kelompok yang berkoar, apapun yang berhubungan dengan PKI harus dimusnahkan dan dibasmi. Mulai dari lambang palu arit, buku-buku berhaluan kiri, serta pikiran-pikiran dan film yang berhubungan dengan PKI.
Masyarakat kita terlalu phobia PKI bangkit kembali, padahal fakta telah membuktikan bahwa, negara Uni Soviet yang berhaluan komunis sudah lama runtuh, China yang mengikuti faham komunis juga telah bertransformasi menjadi kapitalisme murni dan ideologi komunis sudah lama musnah karena tak mampu menjawab tantangan zaman.
Sekarang yang berkuasa adalah kapitalisme, terbukti faham ini masih menopang Amerika Serikat sampai 200 tahun sedangkan faham Uni Soviet yang berideologi komunis hanya mampu bertahan 90 tahun ini membuktikan bahwa komunisme sudah lenyap dan tak akan mampu bangkit lagi.
Phobia ini disokong oleh media massa dan media sosial yang seolah menghadirkan kembali PKI dalam dunia nyata serta seolah menyediakan surga sekaligus neraka bagi dunia wicara melalui kehadiran teks dan visual menjadi kebenaran. Phobia terhadap KPI sebenarnya akan membawa dampak negatif, karena masyarakat kita hanya disuguhi opini publik bahwa PKI bangkit kembali.
Padahal keadaan PKI bukan ada, pada level yang ada wujudnya sebagai individu atau institusi melainkan ada karena di taraf bahasa, mengendap di benak kolektif dimana hal ini akan selalu berulang terjadi ketika peringatan tragedi G30S yang membuat PKI seolah terus menerus hidup kembali. Opini masyarakat akan menjadi phobia sehingga menimbulkan efek sistemis pada bangsa ini.
Efek sistemis yang akan timbul dari phobia PKI ini adalah perpecahan karena nanti akan muncul kubu yang akan sibuk berdebat dan kekeh dengan pendirianya masing-masing. Kubu-kubu ini akan saling berargumen tanpa ada yang mau kalah, pada taraf yang lebih tinggi akan ada saling serang antara kedua kubu tersebut. Kemudian efek berikutnya akan ada diskriminasi pada anak cucu korban pembantaian PKI dalam segala lini mulai dari ekonomi, sosial, politik dan budaya. Diskriminasi inilah yang kita sayangkan karena anak-anak yang tak berdosa mendapatkan imbas dari phobia PKI.
Phobia PKI ini harus segera diatasi oleh pihak pemerintah, karena hal ini sangat merugikan banyak pihak ketika dibiarkan. Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi phobia PKI yang melanda masyarakat Indonesia adalah rekonsiliasi.
Rekonsiliasi disini merupakan perbuatan memulihkan atau menyelesaikan perbedaan antara kedua belah pihak. Untuk merekonsiliasi kasus yang setengah abad lebih yang membuat masyarakat kita ini phobia terhadap PKI. Agar keronsiliasi ini terwujud maka harus ada kesadaran, refleksi, dan intropeksi antara kedua belah pihak.
Kedua belah pihak harus saling memahami kesalahan antara satu dengan yang lain agar terwujud kesepakatan dalam proses rekonsiliasi, tanpa adanya kesadaran, refleksi dan introspeksi maka rekonsiliasi tidak akan menemukan titik temu malah akan menjadikan jurang perbedaan semakin dalam.
Ketika rekonsiliasi ini mencapai kesepakatan maka akan ada pandangan baru di masyarakat kita tentang PKI. Masyarakat kita tidak akan phobia lagi tehadap PKI sehingga tidak ada diskriminasi lagi terhadap anak cucu korban PKI dan efek sistemis tidak akan terjadi pada bangsa ini. Phobia pada PKI harus dihilangkan karena, hal ini merupakan sikap yang merugikan bangsa ini. (T)