“Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku, salah satunya adalah tidak membacanya.”
— Joseph Bordsky
MENGGELIKAN, bikin ketawa, dan kadang sebel juga melihat tingkah-polah kebanyakan mahasiswa masa kini. Setidaknya mahasiswa di sekitar saya. Dalam hal penampilan misalnya. Banyak yang berlomba-lomba memamerkan baju, aksesoris, sepatu, handpone mahal dan bermerk, seakan-akan mereka dilahirkan hanya untuk berlomba dalam hal penampilan. Apa gunanya coba? Lucu ya, guys. Lucu-lucuin aja, hargai penulis, pliss.
Kalau perihal di atas, kebanyakan mahasiswa jaman now (hehehe, mengutip istilah populer di facebook) sangat semangat membahasnya, mengeksploitasi pemikirannya untuk bagaimana caranya memiliki barang-barang mahal, bahkan ada yang rela meminta jatah lebih kepada orangtua dengan alasan beli buku-lah, iuran-lah, fotokopi makalah-lah. Akan tetapi, dalam hal satu ini, kebanyakan mahasiswa sudah menganggap mitos; baca buku.
Mahasiswa yang seharusnya empat tahun lamanya, bergelut dengan buku (Iwan Fals), realitanya sekarang malah sebaliknya. Setidaknya berdasar pengamatan di lingkungan saya.
Lihatlah perpustakaan-perpustakaan yang bukunya mangkrak tak terbaca. Mahasiswa masuk perpustakaan hanya ketika mendapatkan tugas dari dosen, atau lebih miris masuk perpustakaan hanya ketika mencari referensi skripsi saja. Jadi, boleh jadi seorang mahasiswa masuk perpustakaan empat tahun sekali saja, ya, saat nyusun skripsi.
Di hari-hari biasa tampaknya jarang ada yang suka baca buku untuk menambah wawasan, untuk belajar berpikir, atau untuk semata hiburan. Atau setidaknya untuk baca novel demi menghilangkan jenuh sehabis dibombardir teari-teori dalam kelas.
Atau mari lihat minimnya minat baca bangsa Indonesia. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the Word” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Ciee Indonesia.
Dan kalau kita lihat skala mikronya—di Taman Kota Singaraja misalnya—di Taman Kota setiap malam minggu para mahasiswa yang peduli leterasi membuka perpustakaan jalanan—membaca gratis—tapi apa? Masih sangat minim sekali mahasiswa datang untuk membaca. Ciee yang tidak suka membaca buku.
Memang, saat ini hubungan buku dan mahasiswa sedang mengalami sebuah hubungan yang tidak baik-baik saja. Bayangkan buku itu suami dan mahasiswa itu istrinya, dan sepasang suami istri itu sedang mengalami pertengkaran hebat. Si suami masih cinta mati sama istrinya tapi si istri sudah ogah dengan suaminya. Begitu pun buku. Buku merangkak-rangkak, bertebaran, menjadi rumah laba-laba, terlantar, terlunta-lunta, menangis, jadi bungkus gorengan, tersobek, berbisik begitu lirih, untuk dibaca oleh mahasiswa tapi mahasiswa sendiri malah berpaling dari buku.
Buku yang seharusnya menjadi suami bagi mahasiswa, tapi kebanyakan mahasiswa masa kini malah selingkuh dengan samrtphone, internet, status facebook, IG, dll. Padahal membaca buku itu akan membuat mahasiswa pintar, tapi kalau internet/smartphone hanya akan menciptakan mahasiswa yang sok pinter. Ciee yang sering baca tiga paragraf artikel di internet tapi sudah merasa dirinya pinter.
Ini masalah, ini penyakit, ini tumor yang harus segera dioperasi. Jangan ketika tubuh sudah terserang tumor, tapi hanya dianjurkan untuk kerokan pakai balsem atau minum kapsul MLM (upst keceplosan). Seharusnya ketika tubuh terserang tumor, ya harus dioperasi. Ketika mahasiswa sudah enggan membaca buku, ya harus ada gerakan untuk mendorong mahasiswa membaca buku lagi.
Seperti aku, Riyan, Fajar, Faruq, Bang Andre dan kawan-kawan peduli literasi setiap malam minggu membuka perpustakaan jalanan di Taman Kota Singaraja. Kok terkesan sombang ya.
Itu perpustakaan berada di pihak eksternal kampus. Bagaimana dengan kampus? Ya sudah jelas penting dong, kampus sebagai wadah pendidikan formal yang nantinya akan mencetak manusia pembawa perubahan, pengontrol sosial, dan generasi penerus perjuangan, sudah barang tentu kampus sangat penting untuk mendorong mahasiswa kembali membaca buku.
Terus caranya bagaimana? Berbicara masalah cara tentu perspektif setiap orang berbeda-beda ya, tapi kalau ditanya seperti itu ya terpaksa aku harus jawab; dalam setiap kampus pasti ada organisasi dari tinggat jurusan sampai yang mahasiswa katakan eksekutif dan legislatif, waw julukannya luar biasa rek.
Di sinilah seharusnya organisasi kampus itu memiliki satu program kerja yang khusus membahas tentang literasi; membaca, berdiskusi, dan menulis. Tidak lagi memikirkan bagaimana setiap jurusan atau fakultas itu berlomba-lomba mengundang artis papan atas sebagai penghibur. Ternyata mahasiswa sekarang ini kurang hiburan.
Jujur, aku kasihan melihat mahasiswa masa kini. Bayangkan, guys, masa sekelas mahasiswa tidak tahu apa itu thesis, anti thesis, dan sintesa? Tidak tahu apa itu post test dan pre test? Ini mahasiswa apa siswa, guys? Ketika ospek aja mereka membentak, berteriak, bicara kedisiplinan, bicara A sampai Z, tapi setelah ospek, ternyata… Ah sudahlah.
Yang jelas, aku berharap lewat tulisan yang hina-dina ini, bisa sedikit mengusik hati yang katanya siswa berjuluk maha untuk kembali atau CLBK kepada dunia literasi; membaca, berdiskusi, dan menulis. Kasihan penulis buku yang sudah menulis sampai berdarah-darah tapi tidak ada yang membaca.
Sekali lagi aku himbau, janganlah membunuh buku dengan handpone, facebook, google, IG, atau apapun itu yang hanya dunia maya. Itu kurang keren, guys. Mari kita bangkitkan tradisi literasi dikalangan mahasiswa. Ayo datang ke Taman Kota setiap malam minggu. Lho, kok malah iklan lagi. Tulisan gak jelas.
Udah itu aja. Oh iya, setelah kalian membaca tulisan ini jangan datangi aku untuk berdebat atau diskriminasi aku, ya. Pliss… anggaplah ini autokritik, karena aku juga mahasiswa, seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi guru sambil menulis dan bertani itu aja. Jangan, ya, nanti aku jadi takut.
Semoga bermanfaat. Kaburrr….. (T)