JENGAH. Itu kata yang memicu lahirnya Buleleng Festival, lima tahun silam. Bagaimana tidak jengah? Kesenian Buleleng hanya menjadi penonton pada ajang kesenian tingkat provinsi.
Pada Pesta Kesenian Bali misalnya. Semasa gong kebyar menjadi salah satu lomba, Buleleng hanya sekali mencicipi gelar juara. Selebihnya, Gianyar, Badung, Denpasar, giliran meraih gelar juara. Padahal gong kebyar lahir di Buleleng pada 1913-1915 silam.
Buleleng tak ingin jadi penonton. Seniman harus berdikari dan terus mengembangkan daya cipta serta kreasinya. Karena rasa jengah itu, akhirnya dicetuskan Buleleng Festival. Event yang hakikatnya menggali sebanyak-banyaknya kesenian Buleleng, terutama yang klasik.
Buleleng Festival juga menjadi sarana diplomasi budaya untuk menunjukkan eksistensi kesenian Buleleng. Termasuk menunjukkan bahwa seni budaya Buleleng memiliki perbedaan dari Bali Selatan. Event ini sekaligus menjadi sarana menumbuhkan kebanggaan (bahkan fanatisme) pada kesenian khas Buleleng dari generasi ke generasi.
Seniman klasik diberi ruang tampil pada panggung yang glamour dan megah. Mereka tampil untuk menunjukkan bahwa kesenian khas Buleleng masih eksis. Tak peduli penonton suka atau tidak. Tak peduli yang menonton ramai atau sepi.
Masyarakat terpaksa (tepatnya dipaksa) menonton kesenian klasik di panggung utama, agar mereka tahu dengan kesenian khas Buleleng. Setelah tahu, mereka akan paham. Setelah paham, mereka akan bangga. Setelah bangga mereka akan mewarisi dan melestarikan kesenian itu, biar tak punah. Begitulah ruh Buleleng Festival sesungguhnya.
Sekarang mari move on dari masa lalu lahirnya Bulfest. Mari bicara tentang masa depan. Pikirkan apa yang harus dibuat pada Bulfest tahun depan. Mari bicarakan konten apa yang sekiranya layak tahun depan.
Pertama, bentuk tim kurator. Bulfest memiliki visi-misi yang adiluhung. Sebab itu, Bulfest harus memiliki kurator. Pada pundak kurator kita bebankan agar Bulfest tak kehilangan jati dirinya. Tetap on the track. Tidak lagi dituding hanya sekedar mendatang keramaian.
Kedua, rencakan Bulfest sejak setahun sebelumnya. Visi-misi Bulfest sangat tendensius. Memilih tema memang mudah. Menyesuaikan konten dengan tema, itu masalah lain. Di sini lah Bulfest sangat membutuhkan kurator. Kurator akan menyeleksi siapa-siapa saja yang layak tampil, sehingga tema sesuai dengan konten. Semua itu butuh proses panjang, tak bisa direncanakan dalam waktu empat bulan.
Khusus untuk kehadiran bintang tamu, ini juga perlu melalui proses ketat. Tahun 2015 lalu, Bulfest sudah mengangkat diri menjadi festival yang sangat mentereng. Terutama setelah kehadiran Slank. Gengsi festival ini sudah disejajarkan setinggi itu.
Bintang tamu yang dihadirkan harus terpilih. Bukan sekadar bisa menghadirkan banyak penonton, tapi juga bisa menghadirkan sajian yang tidak monoton. Buat apa mengundang bintang tamu yang hanya menyanyikan lagu milik orang lain.
Tahun depan, Iwan Fals sebaiknya diundang sebagai bintang tamu. Kehadiran sang legenda di panggung utama Bulfest, akan semakin meningkatkan gengsi Bulfest.
Buleleng Festival adalah panggung istimewa bagi masyarakat Buleleng, maka penampilnya juga harus istimewa. Seniman yang tampil di panggung utama harus tampil all out dan sebisa mungkin menampilkan karya baru. Band-band yang tampil juga harus all out. Kalau perlu, bukan hanya menampilkan karya sendiri, tapi juga kolaborasi.
Oh ya, soal kolaborasi, saya mendadak punya ide. Bagaimana jika tahun depan, musisi Buleleng diberi kesempatan khusus untuk tampil di panggung utama. Misalnya saja band-band yang tergabung dalam Singaraja Music for Unity (Simfony) tampil dalam konsep ala-ala Konser Kemerdekaan.
Dalam konser ini mereka tampil membawa lagu baru, yang khusus dibuat untuk menyesuaikan tema Bulfest. Tentu mengesankan melihat Ake Buleleng yang beraliran pop, Rastafara Cetamol yang berkiblat reggae, The Souled Out dengan blues, Poleng Band yang mebasa Bali, hingga Makan di Warung (MDW) yang mengusung post hardcore, tampil dalam satu panggung besar dan berkolaborasi.
Anggap saja kini band di bawah naungan Simfony ada 20 dari berbagai genre. Mereka masing-masing menciptakan satu lagu yang disesuaikan dengan tema Bulfest tahun depan. Mereka juga menciptakan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh all artist. Jika itu terealisasi, tahun depan Simfony bisa membuat sebuah album kompilasi yang khusus dirilis saat Bulfest. Simfony lalu minta Bupati bantu promosi, siapa tahu laku seribu copy.
Saya juga usul agar tahun depan Lolot diundang lagi. Kenapa harus Lolot? Alasannya sederhana, salah satu personilnya, Lanang Botax berasal dari Buleleng. Dari Desa Temukus tepatnya. Jadi Lolot memiliki darah Buleleng. Alasan lainnya, Lolot punya ribuan fans fanatik dalam wadah Bali Rockers. Alasan lain lagi, sebagai sebuah band mebasa Bali, Lolot sangat produkfit menelorkan album.
Dengan catatan tahun depan Lolot harus menampilkan sesuatu yang istimewa. Tak cukup lagu baru. Tapi harus tampil kolaborasi. Misalnya Lolot berkolaborasi dengan seniman asal Runuh, Wayan Jingga, sambil membawakan lagu Capung Gantung. Bisa juga tampil dengan salah satu sekaa baleganjur di Buleleng dan berkolaborasi membawakan lagu Cek-Cek serta Barong Bangkung sebagai tampilan pamungkas. Dahsyat kan?
Oh iya satu lagi, panitia Bulfest sejak tahun 2014 sampai tahun 2017 punya utang janji. Janji itu adalah membuat dramatari kolosal. Tahun depan, ada baiknya Bulfest dibuka oleh sebuah dramatari kolosal yang mengambil cuplikan kisah dalam epos Ramayana. Kenapa harus Ramayana? Ini tidak ada hubungannya dengan isu politik Rai Mantra-Agus Suradnyana.
Epos Ramayana harus dipilih, agar kesenian Wayang Wong bisa ikut serta terlibat dalam garapan kolaborasi ini. Wayang Wong hanya bisa dipentaskan dengan mengambil cuplikan epos Ramayana. Wayang Wong harus dilibatkan, karena dia warisan budaya dunia tak benda yang berasal dari Buleleng. Kalau bukan kita yang bangga, siapa lagi? Apa harus menunggu klaim negara tetangga baru kita bangga? Tentu tidak.
Sebenarnya masih ada banyak lagi catatan tentang Bulfest yang belum ditulis. Tapi biar tidak terlalu panjang lebar bin dawe melembot, cukup sekian saja.
Mudah-mudahan tahun depan saya dapat undangan menghadiri Bulfest. Jika saya dapat undangan, pasti saya simpan dengan rapi biar tidak nyelip. (T)