31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Made Urip, Politik Tenang, dan Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

Made Adnyana OlebyMade Adnyana Ole
February 2, 2018
inOpini
173
SHARES

 

Ketika SMA, sekira tahun 1986, saat ulangan umum (semacam tes tengah semester), saya terkejut melihat lembar soal mata pelajaran Bahasa Indonesia yang salah satu pertanyaannya di luar dugaan. Siapakah penulis puisi berjudul “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”?

Terkejut pertama: puisi itu tak pernah disebut-sebut oleh guru pengajar pada pelajaran sehari-hari di kelas. Terkejut kedua: kok guru saya tahu puisi semacam itu?

Saya pikir saat itu guru Sastra dan Bahasa Indonesia hanya tahu puisi Chairil Anwar dan Amir Hamzah, karena penyair itulah yang paling terkenal dalam buku pelajaran SMP maupun SMA. Ini kok ada guru membaca puisi “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”? Ketemu buku di mana guru itu?

Dengan soal pertanyaan seperti itu, sangat yakin saya, di kelas dengan jumlah siswa sekitar 30 orang itu, hanya saya yang menulis nama Rendra di kolom jawaban. Saat itu, (saat itu lho), di antara teman-teman sekelas, hanya saya yang membaca buku puisi di luar buku pelajaran sastra sejak SMP. Bahkan guru saya pun, saya pikir tak pernah membaca buku puisi, apalagi buku puisi Rendra, apalagi puisi tentang pelacur dan sejenis-sejenisnya itu.

Tapi, guru saya itu, guru pengajar Sastra dan Bahasa Indonesia itu, tiba-tiba memberi pertanyaan tentang puisi Rendra. Saat itu saya berbisik heran dalam hati, “Ternyata ada guru yang baca puisi Rendra.” Maaf, bisikan hati saya itu agak sombong dan sinis. Maafkan, saya masih muda saat itu.

Di luar kelas, dalam waktu yang berbeda, saya sempat ngobrol dengan guru saya itu tentang puisi-puisi Rendra. Ternyata dia memang suka baca puisi Si Burung Merak. Selain “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, dia juga suka “Nyanyian Angsa” dan “Kupanggil Namamu”.

Guru SMA saya itu adalah Made Urip. Ya, Made Urip yang kini anggota DPR RI dari Fraksi PDIP. Saya tiba-tiba ingat dia hingga ke masa-masa SMA setelah membaca berita di sebuah media online di Bali. Media itu menyebut-nyebut nama Made Urip masuk dalam pusaran tenget Pilgub Bali 2018. (baliberkarya.com)

Kata si empunya berita, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarno Putri merestui paket KBS (Koster Bali Satu) yang juga Ketua DPD PDIP Bali berpasangan dengan Made Urip yang kini menjabat Ketua DPP PDIP. Meski sumber beritanya belum jelas, namun nama Urip yang muncul secara ujug-ujug, tentu membuat saya kaget.

Kaget, bukan karena Urip saya tahu tak ikut mendaftar ke DPD PDIP Bali, baik sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur. Tapi karena sejak lama saya punya kesimpulan bahwa guru saya itu tak punya letupan ambisi untuk jadi bupati, apalagi gubernur. Jika pun punya, pastilah ambisi itu tak diumbar atau dikejar dengan langkah patikaplag-patikaplug tanpa pertimbangan dan perhitungan matang.

Waktu-waktu jelang pilkada adalah waktu paling gawat bagi nasib seorang politikus, baik yang mencalonkan diri maupun politikus pendukungnya. Salah mencalonkan diri bisa dipecat, salah dukungan bisa dipecat, atau diturunkan dari kursi Dewan (jika jadi anggota Dewan). Pada waktu-waktu seperti ini politikus harus pintar-pintar mengelola obsesi dan ambisi politiknya. Di sinilah Urip punya cara “mengelola diri” sebagai seorang politikus yang tenang. Dia tak pernah menempatkan diri sebagai “si penentu”, tidak juga sebagai “kader yang ditentukan”, tidak juga sebagai “kader yang tak punya pengaruh politik”.

Politikus yang suka sastra, menurut saya, biasanya memang punya tabiat khusus. Setidaknya dua tabiat khusus yang bertentangan. Pertama, terlalu percaya diri. Kedua, terlalu hati-hati dan penuh perhitungan, ya, seperti Made Urip. Jika tak hati-hati, dan terlalu mengumbar ambisi, terutama saat-saat menjelang pilkada, mungkin sejak dulu ia sudah terpental dari PDIP seperti banyak teman-teman seperjuangannya yang digampes keluar lingkaran banteng moncong putih karena rebutan kursi kekuasaan.

Jika bicara soal layak atau tak layak, tentu saja Urip amat layak dicalonkan, bukan hanya sebagai Wakil Gubernur, tapi juga Gubernur. Ia termasuk kader PDIP yang punya sejarah cukup panjang di lingkaran partai, dari masa Orde Baru hingga Orde Reformasi, dari sekup desa hingga sekup negara, dari anak cabang hingga pokok kayu partai paling tinggi.

Di masa Orde Baru, semasih PDIP hanya bernama PDI, Made Urip jadi pengurus anak cabang (PAC) PDI (1982-1987) dan dilanjutkan sebagai wakil ketua DPC PDI Tabanan (1988-1994). Dengan hitungan seperti itu, saat jadi guru yang menjarkan saya soal sastra dan Bahasa Indonesia, ia sudah jadi pengurus partai. Itu tindakan cukup berani, karena kepala sekolah saya waktu itu adalah seorang pegawai negeri yang otomatis jadi tokoh Golkar.

Ketika PDI sukses diporakporanda pemerintah Orde Baru, muncullah PDI Pro Mega dan PDI Soerjadi. PDI Soerjadi direstui pemerintah, PDI Pro Mega dianggap pembangkang. Dan Urip adalah salah satu kader yang berani pasang badan untuk PDI pemberontak ini, tentu saja dengan terlebih dulu meninggalkan profesi guru. Dari berita-berita di media massa yang saya ikuti, nama Urip hampir selalu muncul pada berita tentang pertentangan PDI Pro Mega dan PDI Soerjadi.

Setelah Orde Baru runtuh dan Presiden Soeharto lengser, 21 Mei 1998, nasib politik Urip seakan-akan meluncur ke atas. PDI Pro Mega, setelah berganti nama menjadi PDI Perjuangan (PDIP), memberi jalan pada Urip untuk melaju. Tahun 1998 hingga 2000 ia menjadi sekretaris DPD PDIP Bali, lalu wakil ketua DPD tahun 2000-2005. Hingga kemudian menjadi salah satu Ketua DPP.

Pada Pemilu tahun 2009 ia diantarkan oleh suara rakyat dalam jumlah besar untuk bisa duduk di kursi DPR RI. Bahkan dalam setiap pemilu berikutnya ia selalu terpilih, hingga kini. Dan, selain sebagai DPR RI, tak pernah terdengar ia punya ambisi politik macam-macam lagi, apalagi pulang kampung untuk jadi kepala daerah.

Tidak banyak kader PDIP bisa bertahan dalam lintasan sejarah panjang perpolitikan dalam satu partai, tanpa loncat-loncat kutu, eh, pindah-pindah partai. Apalagi kehadiran orang-orang baru di PDIP membawa dinamika persaingan yang sangat ketat. Sudah banyak kader senior “ditendang” kader yunior, atau disingkirkan kader pindahan dari partai lain. Bukan karena tak pintar atau tak militant, tapi lebih karena tak punya banyak strategi dan energi untuk melawan perkembangan politik yang berubah-ubah, terutama di internal partai.

Urip bertahan terus bahkan di wilayah lingkaran partai paling sakral. Ia punya strategi, tentu saja. Namun kebertahanannya lebih karena ia politikus tenang, tidak grasa-grusu, tidak gila publikasi, dan di sisi lain tetap bekerja diam-diam membangun Bali dan bangsa Indonesia sesuai bidang kerjanya sekaligus merawat dukungan dari masyarakat. Karena tabiat itulah ia termasuk politikus yang bersih, sejauh ini, tanpa pernah tersandung kasus hukum yang bikin heboh.

Sejak masuk Gedung Senayan di Jakarta, Urip memang pernah diperiksa KPK. Itu terjadi Jumat 9 Mei 2008. Itu pun sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi IV. Saat itu, ia diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Sarjan Tahir, terkait alih fungsi hutan. Setelah itu, sepengetahuan saya, tampaknya Urip tak pernah dikait-kaitkan dengan kasus hukum, apalagi kasus korupsi.

Beberapa bulan lalu saya bertemu guru saya itu di acara turnamen voli antarkampung di desa saya di Tabanan. Saya sempat bertanya, “Apakah tak ingin mengganti Eka (Bupati Eka Wiryastuti) jadi Bupati Tabanan?” Dia menjawab dengan senyum sambil menepuk-nepuk bahu saya. Saya tak dapat jawaban pasti, tapi saya bisa menduga-duga.

Sepulang dari acara Jamuan Malam Cerpen Kompas di Jakarta, Juni 2017, saya bertemu Urip lagi di Bandara Soekarno Hatta. Dia juga hendak pulang ke Bali. Saya sebenarnya ingin bertanya tentang kondisi politik menjelang Pilgub Bali dan kondisi politik di Tabanan setelah Bupati Eka masuk periode kedua masa jabatannya. Namun penumpang keburu dipanggil untuk masuk pesawat, dan kami berpisah karena ia harus masuk lewat pintu khusus penumpang bisnis.

Sampai akhirnya saya baca berita soal Urip direstui berpaket dengan KBS di Pilgub Bali. Saya sendiri, dengan alasan yang sangat subyektif, berharap berita itu tidak benar. Saya tak ingin Urip jadi calon wakil gubernur karena bisa mengacaukan karir politiknya yang sudah merambat terus dengan tenang tanpa riak. Misalnya, harus “menjadi orang berbeda” ketika tiba-tiba dapat serangan politik dari orang-orang tak terduga – seperti dari lawan yang dulu teman.

Jika pun terpilih jadi wagub, pamor politik bisa pudar karena wagub adalah posisi yang memungkinkan orang untuk tidak bisa berbuat apa-apa secara politik. Banyak wagub yang kemudian justru berkonflik dengan gubernur karena tak imbangnya pembagian kekuasaan (juga pembagian pencitraan). Wabup dianggap hanya jadi pemain yang harus duduk manis di kursi cadangan tanpa bisa memperlihatkan keahliannya membangun daerah.

Dengan begitu, lebih baik tetap duduk di kursi DPR RI. Apalagi kini Urip duduk di Komisi IV yang membawahi bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Lebih baik membangun Bali, terutama membangun potensi Bali di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan, dari Jakarta. Dengan kewenangan sebagai wakil rakyat, kedudukannya bisa setara atau lebih tinggi dari Gubernur untuk bekerjasama membangun Bali.

Jadi, Pak Guru, eh, Pak Wakil Rakyat, tetaplah tinggal di Jakarta sambil sesekali membaca puisi “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”. Puisi yang tentu akan ampuh untuk mengingatkan diri sendiri sebagai wakil rakyat sejati, bukan sebagai wakil dari ambisi berkuasa terhadap rakyat. (T)

Tags: Made UripPartai PolitikPDIPPilkada BaliPolitik
Previous Post

Pentas Haridwipa Group: Mengolah Rasa, Menghaluskan Hati, Jauh dari Kekerasan

Next Post

Bulu Mata yang Jatuh di Pipi Remuna Pagi Ini

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

Next Post

Bulu Mata yang Jatuh di Pipi Remuna Pagi Ini

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co