9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jayaprana Layonsari Rasa Rujak Campur – Sebuah Catatan Kecil

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
February 2, 2018
inUlasan

Pementasan Jayaprana Layonsari oleh Komunitas Mahima di Pesta Kesenian Bali, Taman Budaya Denpasar, 21 Juli 2017./ Foto-foto: Dea Chessa LS

18
SHARES

DI tengah sajian kesenian bernuansa konservasi budaya konvensional Pesta Kesenian Bali ke-39 di Art Centre Denpasar. pementasan Jayaprana Layonsari oleh Komunitas Mahima, Buleleng, Singaraja menawarkan lakon yang berkesan “nyeleneh” dari wacana tersebut, 21 Juli 2017.

Sebelas penari wanita atau badan properti membentuk formasi lingkaran di atas panggung. Mereka memakai gelung kepala berwarna emas dengan hiasan sederetan bunga jepun kuning, wajahnya bermake-up bak penari Bali. Tapi ada yang janggal dengan pakaiannya, mereka tidak memakai atribut khas penari, melainkan mengenakan baju dan celana panjang ketat berwarna putih mirip penari balet. Sebuah selendang merah melingkar di pinggang, bagian yang tidak melingkar mejuntai hingga ke lutut. Di tangan, mereka menggenggam sejumlah dupa, kemudian melakukan gerakan-gerakan tangan-tubuh sekilas seperti gerakan yoga.

Sejurus kemudian narasi dibacakan, mengisahkan tentang Ida I Dewa Kaleran raja dari kerajaan Kalianget yang ingin mensejahterakan rakyatnya. Berbarengan narasi tersebut sebelas badan properti membentuk sebuah komposisi presisi di tengah panggung, komposisi tersebut tidak hanya mengandalkan tubuh, juga tangan, badan, kaki, serta ekspresi wajah.

Sementara sang raja berpakaian hampir senada dengan badan properti, ia berdiri di atas salah satu badan properti hingga kedudukannya lebih tinggi dari komposisi. Komposisi ini menyiratkan kemegahan, kekuasaan, serta keagungan dari Ida I Dewa Kaleran. Tiba-tiba raja melompat ke depan melewati dua badan properti di bawahnya, sontak hal itu mengagetkan penonton.

Selanjutnya dimulailah jalan cerita pementasan. Seperti yang kita tahu cerita Jayaprana dan Layonsari mengisahkan kisah cinta sepasang insan manusia yang berakhir tragis karena ketamakan seorang raja. Layonsari mengakhiri hidupnya setelah mendengar kabar Jayaprana meninggal dunia dalam sebuah misi tipuan yang diperintahkan oleh sang raja melalui sang patih. Sebab sang raja ingin menyingkirkan Jayaprana untuk mendapatkan kecantikan Layonsari.

Kekuatan Narasi

Saya mencatat keutuhan pementasan yang disutradarai Kadek Sonia Piscayanti sangat bergantung pada teks narasi. Rajutan fragmen, impresi peristiwa, serta emosi yang dibangun seolah hampa tanpa kehadiran narasi, kendati cerita Layonsari dan Jayaprana ini telah kita hafal di luar kepala, khususnya bagi masyarakat Bali.

Kehadiran pemain setelah atau berbarengan pembacaan narasi memiliki peran kuat untuk menghadirkan imaji teks dalam benak penonton, di tambah dengan dialog yang bertumpu pada karakterisasi aktor. Narasi juga paduan penonton untuk membaca setiap komposisi yang hadir di atas panggung oleh badan properti tadi. Sebab komposisi yang dibentuk memiliki berbagai tafsir, untuk meminimalisir tafsiran itulah kehadiran teks narasi dibutuhkan.

Hemat saya hantaran narasi ini sangat berpengaruh pada tangkapan penonton. Bangunan rasa, emosi, imaji yang telah di pupuk sejak awal pementasan, dapat memudar karena pembacaan narasi membutuhkan waktu. Sementara tik-tok adegan berlanjut tanpa berjeda, apalagi ketika memasuki adegan tegang. Untuk itu mungkin saja kehadiran narasi ini tidaklah menjadi benang merah yang kuat untuk mengelem seluruh adegan, tapi menjadi benang samar yang kehadirannya ditakar sesuai kebutuhan agar tidak mengorbankan estetika permainan.

Komposisi Badan Properti

Pementasan yang berlangsung hampir 60 menit tersebut terasa sistematis, jauh dari kesan konvensional yang salah satu cirinya penuh improvisasi. Selain keluar masuk pemain peradegan, wujud sistematis juga dihadirkan dalam berbagai komposisi oleh badan properti, untuk menguatkan hadiran visual di atas panggung. Badan properti ini menjadi pembeda dari sejumlah pementasan lainnya.

Ini bagian adaptasi yang dilakukan oleh sutradara. Adaptasi yang bertujuan untuk mencari bentuk pementasan yang lebih liar, jenaka, dan unik namun tidak meninggalkan akar budaya tradisionalnya. Seperti yang dijelaskan oleh dramawan Abu Bakar dalam diskusi sastra Adaptasi Naskah di Bentara Budaya Bali (30/6) bahwa manusia selalu melakukan adaptasi setiap hari, tomyang atau capcai contohnya, walaupun isiannya berbeda karena keterbatasan bahan di setiap negara, tapi namanya tetap. begitu juga berteater.

Teater juga merespon atas reaksi kekinian, kendati tidak menjadi bagian yang ingin diceritakan secara harafiah, namun hanya mengambil bagian biasnya saja. Seperti kehadiran badan properti yang mungkin saja mengadaptasi dari bentuk grup boy band, girl band, dance modern yang kita tahu selalu beranggotakan banyak orang.

Catatan saya, dari awal hingga akhir pementasan kehadiran badan properti ini mewarnai setiap adegan. Seperti menjadi air yang membanjiri desa, menjadi singgasana raja, menjadi tembok pembatas jalan, menghadirkan impresi pasar, menjadi gerakan api dan lain sebagainya. Komposisi ini juga menghadirkan tantangan baru bagi sutradara untuk memilah komposisi yang tepat dan seberapa takaran yang dihadirkan di atas panggung. Agar tidak terasa sebagai tempelan yang hanya mengejar bentuk visual tanpa mempertimbangkan alasan di baliknya serta pesan yang ingin disampaikan.

Tapi sayang, sutradara belum mengolah badan properti secara maksimal. Sebab secara garis besar mereka hanya menjadi benda, masih banyak potensi dan ruang tubuh yang perlu digali dan eksplorasi, yang tidak hanya menghadirkan suasana perstiwa tapi mampu mengolah emosi penonton dari gerakan badan properti tersebut.

Yang lebih penting lagi semestinya pementasan tersebut dibawakan pada malam hari atau di ruang gelap, dengan menggunakan efek lampu untuk memunculkan kesan dramatis. Bayangkan komposisi badan properti yang dibentuk jika di tembak oleh lampu. Tentu menghasilkan bayangan tertentu, kesan ini akan menimbulkan dimensi emosi yang hadir dalam perjalanan pementasan.

Sayangnya hari itu pementasan dilakukan pada siang hari, pukul 11.00 wita, alhasil banyak adegan serta badan properti yang tidak terlalu kuat hingga menurunkan performa pementasan.

Sejumlah adegan juga tampak lemah tanpa kehadiran efek lampu, misalnya adegan Layon Sari yang di perankan oleh Ni Kadek Desi Nurani Sari bunuh diri lalu terjatuh ke lantai. Adegan tersebut semestinya sangat sedih dan mengharukan, tapi yang sampai ke penonton mereka malah sibuk mengkhawatirkan gelung yang dipakai Layonsari karena saat terjatuh sangat keras menghantam lantai. Juga adegan raja yang diperankan oleh I Gede Pasek Budi Wira Kusumahendak membopong Layon Sari yang terbaring setelah bunuh diri. Namun sang raja hampir jatuh saat proses membopong tersebut. Hasilnya adegan dramatis itu penyap bersama tawa penonton yang menertawai raja.

Bacaan Tersirat

Tapi jika ditelisik dari pemain yang didominasi oleh perempuan, ada sebuah gerakan terselubung yang ingin di sampaikan oleh sutradara. Mengingat Layon Sari dalam cerita sebagai subjek korban, Sementara dominasi perempuan dalam pementasan adalah hal sebaliknya, menyuratkan eksistensi perempuan itu sendiri. Bahwa perempuan juga dapat beradu saing dengan laki-laki dalam segala lini. Pementasan tersebut juga menyodorkan kita fakta sebuah perubahan, budaya yang semakin hari kian dinamis. Dilihat dari adaptasi gerak kontemporer namun masih mengambil unsur tradisi dan gabungan musik dari gitar listrik, organ tunggal, ceng-ceng dan gangsa. Komponen itu saja sudah mampu menyadarkan bahwa budaya adi luhung yang sedang dilestarikan juga berkomproni dengan budaya baru.

Maka tidak salah, saya menyebut pementasan itu seperti memakan rujak campur, kuah pindang sebagai idiom tradisionalnya, lalu dicampur dengan berbagai buah yang mewakili idiom perubahan itu sendiri.

Satu pesan penting dari saya, jika menonton pementasan jangan datang dengan kepala yang penuh terisi berbagai konsep atau bayangan pementasan lainnya. datanglah lalu duduk dengan baik, kemudian nikmati pementasan seperti memakan rujak campur, nikmati kecutnya mangga, asemnya belimbing, sepatnya pepaya, tapi tetap kuah pindangnya terasa dalam setiap gigitan. Setelah usai pementasan jabat tangan sutradaranya lalu berkata: “Rujak campurnya enak sekali!” atau “Rujaknya kurang pedas lho! Atau “mangganya terlalu matang” atau “pepayanya kurang muda itu” dan berbagai lainnya.

Salam. (T)

Tags: Pesta Kesenian Baliseni pertunjukanTeater
Previous Post

Pukul 5.15 Pagi

Next Post

Masa Depan Itu Nisbi – Sebuah Renungan

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post

Masa Depan Itu Nisbi – Sebuah Renungan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co