12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Monolog “Dor” Dalam Perspektif Pribadi – Catatan Sutradara, Sebelum Pentas…

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
February 2, 2018
inEsai
9
SHARES

DULU menonton monolog itu membosankan, saya kerap selektif memilih siapa pemainnya, barulah membulatkan tekad untuk menyaksikan pementasan. Kalau terpaksa menonton, paling saya menonton setengah permain saja, lalu ngeloyor keluar gedung. Bukan tanpa alasan ya saya bersikap begitu, saya merasa di perkosa oleh serang aktor dengan kemampuan akting diatas rata-rata itu. Ia yang seorang diri, mampu mengemban dirinya menjadi siapapun kehendaknya, Memang ada decak kagum perihal karakterisasi yang total tersebut, tapi jika disuguhkan bentuk monolog seperti itu secara terus-menerus, apakah penontonya akan langgeng selalu?

Secara harafiah monolog adalah bagian dari pementasan teater yang diperankan oleh satu orang.Setidaknya begitulah kita mengenal monolog dari pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama. Sah-sah saja bagaimana seorang mengenal monolog sesuai tafsir serta interpretasinya pribadi. Bagi saya, melalui sekian lapis diskusi bersama Teater Kalangan (Suma, De Gita, Agus) dan menonton pementasan monolog lainnya, mengartikan monolog sebagai upaya eksplorasi diri, oleh diri, untuk diri yang dipikirkan seorang diri, layaknya seorang petapa dalam mendapatkan wangsit atau wahyu dari dewa. Secara gamblang bisa di katakan monolog adalah kerja seni yang mengedepankan ego dalam keseluruhan pementasannya, kendati dalam pementasan tersebut memakai banyak aktor dan aktris.

Berdasar asumi di atas, saya berusaha mencari alternatif dalam menyajikan monolog agar tak terasa membosankan serta tidak hanya berpaku pada karakterisasi yang kuat dan mumpuni. Jatuhnya yaaa bentuk pementasan yang surealis bahkan terkesan absurd, namun tidak meninggalkan karakterisasi sang tokoh utama. Selain upaya penggalian varian baru, tentu sikap ini harus sejurus dengan landasan berfikir serta tanggung jawab kritis atas estetika bentuk yang dipentaskan.Agar tidak terasa hasil comotan dan menghayal semata, namun juga merupakan hasil observasi lapangan, wawancara narasumber, menonton film, membaca buku, serta mengamati secara mendalam.

Begitulah sekiranya saya sebagai sutradara sekaligus aktor yang juga bisa di katakan sebagai petapa ini dalam menyajikan naskah DOR Putu Wijaya ke hadapan penonton.Berbekal rasa ingin tahu dan semangat untuk melampui diri saya melakukan observasi ruang, tempat, suara, lagu, ide, gagasan yang linier dengan naskah.

DOR menarik bagi saya pribadi, sebab menghadirkan cerita realisme sosial yang kerap terjadi di sekitar kita.Bagaimana cita-cita adalah momok bagi setiap orang. Cita-cita di masa kecil itu seperti lintasan panjang yang sudah disediakan, dan harus di lalui sebagai mana mestinya. Seolah-olah cita-cita itu seperti permen gulali yang biasa dijual di depan sekolah, dengan uang 1000 kita bisa mendapatkannya dengan mudah.

lalu pertanyananya adalah, apa yang terjadi ketika lintasan itu rusak, atau pengemudi bersangkutan oleng di tengah jalan, mengalami kecelakaan. kemudian cita-cita itu sirna, pupus sudah, alhasil bekerja apapun untuk menghasilkan uang, yang penting hari bisa dilalui tanpa kelaparan.

DOR mengisahkan seseorang ayah yang tidak berhasil menggapai cita-citanya karena begitu banyaknya tantangan, kemudian berambisi agar anak semata wayangnya menggapai cita-cita nya di masa muda.Alhasil anaknya menjadi menyimpang tidak sesuai dengan yang diharapkan ayahnya.

Dalam upaya penafsiran itu saya banyak mengambil impresi-impresi kejadian, profesi, atmosfer juga suatu fenomena kita sehari-hari,. Impresi ini berupa gerak, bunyi, kompisisi antar pemain juga sejumlah sentuhan tarian pun saya coba daur ulang dalam pementasan tersebut. Saya mencoba menafsirkan dan merekonstruksi pemahaman terhadap cita-cita ini sebagai suatu hal yang murah dan dapat di beli di pasar. Karena begitu pula kenyataannya orang-orang kebanyakan selalu saja mencari jalan pintas untuk mencapai tujuannya, semisal menjadi dokter harus nyumbang dulu 700 juta, atau membeli ambulans untuk universitas yang di tuju.

Komposisi bentuk pementasan, bentukan tubuh juga memberi dominasi pada pementasan, saya ingin menghadirkan impresi-impresi keseharian yang tampaknya sepele namun tanpa disadari mengisi ruang hidup kita, impresi gerak ini juga berdasarkan pengalaman pribadi saya, misalnya diadegan pembuka ada kalimat “sekilo seperti harga emas”, kalimat nyeleneh ini saya dapatkan di pasar badung saat membeli ayam. Pedagangnya mengeluh seperti itu kepada saya saat harga ayam melambung tinggi, kan menarik.

Selain mengambil fragmen tentu kekuatan teks juga menjadi penunjang pementasan, daya teks belum berani saya lepaskan secara bebas. Sebab kekuatan narasi Putu Wijaya , dengan diksi kalimatnya yang sederhana itu namun selalu memiliki kejutan di beberapa bagiannya, mampu menyulap hal yang rumit menjadi remeh temeh.

Terus terang, DOR tidak utuh menyajikan teks sepenuhnya seperti naskah aslinya, beberapa kalimat yang nampaknya tidak kuat, saya lacikan. Namun atmosfer teks yang terlacikan itu saya coba tafsirkan dalam komposisi-komposisi aktor pembantunya.

Juga akan anda saksikan sejumlah gerak tubuh yang di sajikan lamban, bahkan terasa menjemukan, lewat gerak lamban tersebut saya ingin menyampaikan bahwa dalam kecepatan dunia kita sekarang ini, ada sejumlah kaum masyarakat yang sunyi hidupnya jauh dari hiruk pikuk kecanggihan dan gemerlapan kota, mereka masih memimpikan menjadi orang hebat yaitu dengan bercita-cita setinggi langit. Tapi nyatanya berharap pun tak cukup, berdoa pun tak sepadan, ada faktor di luar itu yang membuntutinya dan harus diikuti alurnya.Jika ingin menjejak kaki lebih hebat.

Coba anda renungkan, benarkah cita-cita bisa digapai dengan mudah, transparan dan bersih? Setidaknya begitulah saya menafsirkannya.

Monolog dalam Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya ini semestinya memberikan ruang militan nan bebas dengan disiplin masing-masing bagi para aktor monolognya. Pendekatan-pendekatan pun seharusnya lebih liar dan ekstrem namun tetap pada tangung jawab yang dewasa, bahwa tidak hanya menampilkan estetika yang menarik, tapi juga menawarkan cara berfikir yang intim dan personal.

Maka dari itu, jika penonton yang saya hormati, melihat adegan yang kurang terasa pas dengan prinsip anda. Cobalah untuk menikmati menu yang di sajikan sebagaimana seorang tamu bertandang ke suatu rumah orang asing, Nikmati segala keganjilannya, dan simpan semua yang janggal, kemudian kita diskusikan bersama. Sebab seni adalah sarana untuk menyatukan diri dalam diri, yang senantiasa selalu berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. (T)

Denpasar, 12 Juni 2017

 

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologseni pertunjukanTeater
Previous Post

Monolog “Damai”, Monopoli Atas Pentas – Catatan Sutradara, Sebelum Pentas…

Next Post

Konser “Musik Salah” dari Badai Di Atas Kepalanya

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post

Konser “Musik Salah” dari Badai Di Atas Kepalanya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

by Sonhaji Abdullah
May 12, 2025
0
Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

DI Sekolah, fenomena bullying (dalam bahasa Indoneisa biasa ditulis membuli) sudah menjadi ancaman besar bagi dunia kanak-kanak, atau remaja yang...

Read more

Pulau dan Kepulauan di Nusantara: Nama, Identitas, dan Pengakuan

by Ahmad Sihabudin
May 12, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

“siapa yang mampu memberi nama,dialah yang menguasai, karena nama adalah identitas,dan sekaligus sebuah harapan.”(Michel Foucoult) WAWASAN Nusantara sebagai filosofi kesatuan...

Read more

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co