TAHUN 2017 ini, tepatnya 30 Maret, Kota Singaraja diyakini menginjak usia 413 tahun. Berbagai kegiatan pun dilangsungkan untuk memeriahkan ulang tahun kota itu. Tapi tidak tahu kenapa, peringatan ulang tahun terasa hambar. Tidak meriah. Kurang gereget. Padahal pemerintah pasti mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk merayakan ulang tahun kota.
Dalam rangkaian jadwal HUT Kota Singaraja, tercatat ada 25 agenda yang tercantum. Lagi-lagi tak tahu kenapa, jadwal kegiatan HUT kota ini kurang diketahui masyarakat. Mungkin saja masyarakat tidak mau tahu, karena banyak kegiatan yang terkesan merakyat, tapi sebenarnya eksklusif.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan HUT kota kebanyakan hanya bisa dijangkau kalangan tertentu. Tak banyak kegiatan yang turut melibatkan masyarakat sebagai partisipan. Jadi tidak usah heran kalau akhirnya banyak yang cuek dengan perayaan ulang tahun kota kita tercinta ini.
Dari sekian banyak daftar kegiatan lomba, ada beberapa lomba yang terkesan eksklusif. Dilaksanakan oleh kalangan birokrat, diikuti oleh kalangan birokrat, dan untuk menghibur kalangan birokrat.
Sebut saja Lomba Senam. Lomba ini diikuti oleh kalangan birokrat. Tak banyak masyarakat umum yang menonton. Bahkan masing-masing instansi harus mengerahkan staf mereka untuk menjadi supporter.
Lalu masih ada deretan lomba lain yang melibatkan birokrat, seperti kejuaraan futsal, lomba karaoke, lomba majejahitan, lomba olahraga tradisional, dan lomba penjor hias. Semua lomba itu terkesan dekat dengan masyarakat, tapi sayang bukan masyarakat umum yang jadi peserta. Tapi kalangan birokrasi.
Banyaknya kegiatan yang melibatkan kalangan birokrasi itu, menyebabkan kegiatan HUT Kota Singaraja hanya terasa di kalangan elite. Hal itu bukan hanya terjadi tahun ini saja. Tapi tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya.
Tidak banyak masyarakat yang ikut merasakan kemeriahan HUT Kota. Kemeriahan itu hanya mereka rasakan secara terbatas. Hanya saat jalan santai, parade budaya, juga pameran. Setelah itu, sudah.
Kemeriahan hanya terasa saat mereka menyaksikan pagelaran. Kemeriahan yang sebenarnya hampa, karena mereka tidak ikut terlibat secara langsung dalam merayakan kemeriahan HUT Kota. Tidak ada unsur kebanggaan dan rasa cinta terhadap tanah kelahiran yang ditanamkan.
Saya membayangkan, acara ulang tahun kota tahun depan diselenggarakan dengan kegiatan yang lebih massif dan kolosal. Kalau bisa melibatkan seluruh elemen masyarakat yang tinggal di desa-desa.
Saya membayangkan tahun depan lomba penjor hias dihapus. Diganti dengan lomba menghias antar desa dan kelurahan. Setiap desa/kelurahan diberi waktu menghias desa sejak tanggal 1 Januari sampai 29 Maret. Lalu tanggal 30 Maret desa/kelurahan mereka dinilai. Mirip seperti Lomba Agustusan.
Dampaknya apa? Desa tentu jadi lebih tertata. Pembangunan bergeliat di awal tahun. Lebih dari itu, desa dan kelurahan akan mengerahkan masyarakat untuk gotong royong tiap minggu. Mendekorasi desa, bahkan hingga ke sudut-sudut. Tepat pada tanggal 30 Maret, seluruh wilayah kabupaten akan bersolek, merayakan hari jadi kota. Semuanya bersolek bahkan hingga ke desa yang ada di ujung kabupaten. Masyarakat pun ikut terlibat di dalamnya.
Saya membayangkan tahun depan, lomba majejahitan antar lembaga pemerintahan dihilangkan. Lomba diganti dengan lomba ogoh-ogoh antar desa pakraman dengan memanfaatkan barang bekas. Maka para teruna-treuni akan ikut terlibat. Mereka akan berkreasi semaksimal mungkin, membuat ogoh-ogoh terbaik dengan bahan yang bersumber dari barang bekas. Lomba ini relevan bukan? Apalagi Buleleng sempat deklarasi bebas dari sampah plastik. Sepuluh ogoh-ogoh terbaik, punya hak ikut serta dalam parade budaya.
Saya membayangkan tahun depan lomba olahraga tradisional dihilangkan. Diganti dengan lomba permainan tradisional. Tidak usah libatkan masyarakat kebanyakan. Libatkan anak sekolah dasar, biar mereka tidak lupa dengan permainan tradisional. Ajak mereka lomba tajog, lomba gebug bantal, lomba tarik tambang, malah lebih bagus kalau mereka diajak lombameong-meong,lombaslodor, atau lomba kering engkeb alias petak umpet.
Saya membayangkan tahun depan ada banyak lomba-lomba yang melibatkan masyarakat sebagai partisipan. Bukan sekedar menyaksikan. Saya membayangkan tahun depan semua itu benar-benar terjadi. Ah, tapi sayang semua itu mungkin hanya akan jadi bayang-bayang semu. (T)