15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto koleksi penulis

Foto koleksi penulis

Sakit Mata Obatnya Bunga Bintang – Pesan Alam untuk Cintai Lingkungan

Made Nurbawa by Made Nurbawa
February 2, 2018
in Esai
28
SHARES

SETIAP orang pasti pernah sakit, misalnya sakit mata (mata merah). Wabah sakit mata mudah menular ke orang-orang berbagai usia. Untuk mencegah dan mengobatinya anda bisa melakukan dengan cara dan bahan alami yaitu dengan menggunakan bunga bintang atau dauh kelor.

Caranya mudah:

Pertama, cari 1 tangkai bunga bintang yang sudah mekar. Kemudian ambil gelas, isi dengan air bersih (air biasa, bukan air dingin atau panas) sekitar 2 sendok makan. Rendam bunga bintang selama 1-2 menit di dalam gelas. Kemudian ambil kapas, celupkan kapas ke gelas lalu airnya teteskan ke mata. Mata akan terasa perih sekitar 15 detik, setelah itu nyaman kembali. Lakukan 2 hari sekali. Selain menyembuhkan sakit mata, tetesan air bunga bintang bisa membuat mata segar, cling dan mencegah katarak.

Kedua, cari 1 tangkai daun kelor (jangan terlalu muda). Tuangkan air panas ke dalam gelas sekitar setengah gelas lebih. Daun kelor kemudian diremas dengan tangan lalu masukan ke dalam gelas, rendam dan tunggu sekitar 1-2 menit. Kemudian ambil kapas, celupkan kapas ke gelas lalu airnya teteskan ke mata. Mata terasa agak perih sekitar 15 detik setelah itu nyaman kembali. Lakukan 2 kali sehari. Selain menyembuhkan sakit mata, tetesan air daun kelor bisa membuat mata segar, cling dan mencegah katarak.

Dulu, di Bali, bunga bintang dan pohon kelor banyak tumbuh di halaman rumah. Bunga bintang biasa tumbuh secara liar di sisi tembok, seperti di telajakan dekat tembok sanggah. Pohon kelor biasanya ditanam di sudut halaman, dekat pintu masuk rumah, atau di belakang rumah untuk membatasi halaman dan teba.

Pohon kelor memang banyak gunanya. Selain untuk obat tetes mata, daun kelor bisa juga dimasak untuk sayur. Biasanya dimasak untuk sup, sayur urab, atau ditumis sesuai selera. Buah kelor biasa disebut kelentang. Di wilayah Buleleng dan Jembrana, sayur kelentang adalah sayur favorit bagi banyak warga pecinta masakan tradisional.
Kini bunga bintang sudah jarang ditemui. Selain halaman rumah sudah di-paving, dihias batu sikat atau dirabat semen, bunga bintang juga kerap dianggap tumbuhan tak berguna. Padahal, Tuhan menciptakan semua tumbuhan, pasti memiliki guna.

Ketika sakit mata, orang tua dulu langsung ingat bunga bintang, daun kelor, atau tumbuhan lain yang bisa digunakan sebagai obat. Jika sariawan atau jampi, orang tua ingat dengan daun jarak. Ketika sakit, orang tua kita langsung ingat tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman. Maka, tumbuhan dipelihara dengan baik.

Bisa jadi sakit yang kita alami dalam hidup ini adalah “pesan alam” agar kita senantiasa mengenali, memelihara dan mencintai kembali berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita. Sehingga memahami dan memanfaatkan tanaman dengan benar merupakan sebuah kewajiban hidup sehingga menjadi keyakinan dan membudaya hingga kini.

Memanfaatkan tanaman dengan benar juga banyak dilakukan melalui beragam upacara adat dan agama (yadnya) sebagai bahan upakara. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa di komunitas budaya seperti di Bali, masyarakatnya wajib melaksanakan upacara dengan sarana banten yang bahan-bahannya dibuat dari tanaman alami.

Dengan kata lain kewajiban melakukan upacara yadnya dengan sarana banten sesungguhnya merupakan pengetahuan yang terus diwariskan oleh leluhur (tradisi) agar kita senantiasa memahami, memanfaatkan dan memelihara tanaman secara benar dan berkelanjutan atau dikenal dengan bahasa kekinian sebagai “pelestarian lingkungan yang lestari dan berkelanjutan”.

Membuat sarana upakara atau banten dengan bahan alami yang kita tanam dan pelihara sendiri sangat mungkin dimaksudkan agar kita tidak hanya melihat tanaman bahan upakara itu hanya sebagai bentuk, tetapi juga mengenali dan memahami langsung manfaatnya dan hubungannya dalam kehidupan sehari-hari secara makro dan mikro kosmos.

Hubungan dan manfaat tanaman dengan kehidupan manusia inilah banyak di jelaskan dalam filosofi Sad Kertih (Wana Kertih) yaitu aktifitas positif dalam kehidupan yang mensejahterakan semua unsur kehidupan. Di Bali kesadaran ini terus ditanamakan secara berkelanjutan (seimbang) melalui pelaksanaan upacara dalam putaran dan tatanan waktu (rerahinan). Kesadaran itulah yang kemudian populer dengan istilah “Tri Hita Karana”.

Tidak menjalankan “Tri Hita Karana” diyakini bisa sakit. “Sakit” dalam ruang-ruang populer tentu bukan hanya sakit mata seperti cerita di atas, bisa juga konflik, gerubug, krisis, perpecahan antar kelompok, hoax/fitnah, perang dan sebagainya. (T)

Tags: alambalifloralingkungantanaman obatupacara
Made Nurbawa

Made Nurbawa

Tinggal di Tabanan dan punya kecintaan yang besar terhadap tetek-bengek budaya pertanian. Tulisan-tulisannya bisa dilihat di madenurbawa.com

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Hamparan sawah di Buleleng. (Foto: Mursal Buyung)
Esai

Pilihan Bertani, Demi Kekayaan atau Kebahagiaan Hidup?

Bertani itu kotor, dekil, tidak menguntungkan, ndeso. Pikiran-pikiran seperti itu yang selama ini mejejali otak generasi muda karena sangat alergi ...

April 22, 2019
Ilustrasi diambil dari Bappedalitbang BUleleng
Esai

Kebun Raya Desa Selat, Buleleng: Mungkinkah Dibangun? #Kolom Made Metera

PERSYARATAN utama membangun Kebun Raya adalah ada lahan yang statusnya tidak bermasalah. Kemudian dibuat Master Plan, maka sudah bisa disebut ...

November 3, 2018
Ida Ayu Made Diah Naraswari (kiri), juara 1 Lomba Menulis Puisi Festra Basindo Undiksha Singaraja. /Foto: Pantia
Ulasan

Membidik Peristiwa Menelisik Makna – Catatan Lomba Puisi Festra Basindo Undiksha

MEMBIDIK peristiwa untuk menjadi tema dalam puisi memang menarik dibicarakan. Butuh kepekaan untuk memaknai suatu peristiwa. Pemaknaan tersebut tidak serta ...

February 2, 2018
Rhythm Rebels, band yang berasal dari Pulau Dewata ini, sukses tampil di hari pertama Java Jazz Festival yang diselenggarakan di Kemayoran Jakarta pada tanggal 1 – 3 Maret 2019. (Foto: Yulinar Rusman)
Khas

Rhythm Rebels, Sukses di Pamungkas Java Jazz Festival Hari Pertama

Rhythm Rebels, band yang berasal dari Pulau Dewata ini, sukses tampil di hari pertama Java Jazz Festival yang diselenggarakan di ...

March 2, 2019
Presiden Jokowi di Gedung Kesenian Singaraja. Foto: PM
Peristiwa

Jokowi di Buleleng: Resminya Bagikan Sertifikat, tapi Yang Asyik Bagi-bagi Buku dan Sepeda

  “Siapa yang mau sepeda, angkat tangan?” Itu kata Presiden Joko Widodo kepada ribuan siswa di Gedung Kesenian Gde Manik, ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In