9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Mendaki Malam Menemu Pagi di Pucak Mangu, Gunung Catur, Badung…

Canestra Adi PutrabyCanestra Adi Putra
February 2, 2018
inTualang

Foto-foti: https://canestra.wordpress.com/

67
SHARES

GUNUNG di Bali selalu menarik dijelajahi. Beberapa gunung di pulau ini seperti Batur dan Agung memang sudah popular di kalangan para pendaki. Bahkan Batur sudah masuk kategori mainstream karena saking banyaknya pendaki yang datang setiap hari.

Namun banyak pendaki ingin menjejakkan kaki di beberapa gunung yang tidak terlalu popular, seperti Abang atau Batukaru. Gunung-gunung ini boleh saja tidak popular, tapi urusan view dan suasana, tentunya gunung-gunung ini menawarkan sensasi yang berbeda.

Salah satunya Gunung Catur yang berketinggian 2.069 mdpl. Bahkan orang Bali sendiri banyak yang tak tahu gunung ini. Tapi ketika kita bertanya Pura Pucak Mangu, barulah semua tahu. Karena memang di puncak gunung itulah terdapat pura kuno tempat umat Hindu bersembahyang.

Konon, di tempat inilah I Gusti Agung Putu, pendiri Kerajaan Mengwi, bertapa untuk mencari keheningan sekaligus pencerahan setelah kalah dalam perang. I Gusti Agung Putu pun mendapatkan pencerahan dan bangkit dari kekalahannya, dan akhirnya menang dalam perang dan sukses mendirikan Kerajaan Mengwi. Sungguh kisah yang heroik.

Nah, memang kalo sudah suka jalan-jalan, denger tempat baruuu aja, pengennya langsung tancap gas ke lokasi baru itu. Tempat ini memang jarang dikunjungi pendaki lho guys, kecuali untuk sembahyang.

Jadilah aku dan kawan-kawan memutuskan untuk pergi ke Gunung Catur sekaligus bersembahyang. Itung-itung cari pencerahan atas segala persoalan hidup yang melanda. Wkwkw. Kurasa, dengan melakukan perjalanan sekaligus sembahyang, paling nggak memang ada tujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sekaligus menikmati ciptaannya.

Perjalanan kali ini memang tergolong unik. Aku dan teman-teman sudah sepakat akan berangkat dari Singaraja sekitar jam 12 siang, tiba di sana, langsung muncak sehingga tidak mendaki di malam hari.

Tapi dasar sedang sial yeee, jam 12 siang, ketika semua sudah berserikat berkumpul, tiba-tiba datang hujan deras. Deras banget. Akhirnya ya kita tunggu hujan reda dulu. Belum lagi ada temen-temen yang ngaret, bilang OTW padahal masih packing, sudah kumpul bilang keluar beli makan tapi baliknya lama. Ada juga yang bahkan ketiduran nunggu hujan sehingga perlu waktu biar sadar. Kalo aku sih selalu tepat waktu ya. hati aku berdoa, agar teman-temanku diberi kesadaran untuk tidak ngaret lagi di trip selanjutnya. Wkwk.

Dari rencana berangkat jam 12, akhirnya kami berangkat pukul 4 sore. Yak. Pukul 4 sore. Tapi karena kita santai, ya itu ga masalah. Segeralah aku, Iwan, Mila, Tusan, Dwik, Made, Gorby dan Made tancap gas menuju Desa Plaga, di kawasan Bali Tengah gitu deh. Dari Singaraja, kita lewat Bedugul tentunya. Katanya sih ada jalur pendakian ke Pucak Mangu lewat Bedugul, tapi karena minim informasi, ya sudah kami lewat jalur Plaga saja.

Tiba di Plaga, tak lupa kita ‘lapor’ dulu ke Pura Penataran Pucak Mangu, sekaligus juga ‘lapor’ kepada pemangku setempat. Waktu sudah menunjukkan jam 6 sore, jadi kebayanglah kalo nanti kita mendaki pada malam hari. Menurut pemangku, yang jelas hati-hati saja mendakinya.

Yang unik, kita dilarang membawa daging babi. Alamak. Padahal kita sudah siap dengan siobak (makanan dari daging babi), sehingga mau tak mau harus dimakan sebelum mendaki. Kasian kan kalo dibuang.

Setelah bekal di makan, beberapa lama kemudian mulailah satu persatu kawanku mengeluh lapar. Termasuk aku. Haha. Untunglah ada warung buka di dekat pura, jadi kita langsung beli makanan sekaligus menghabiskan bekal siobak.

Bapak penjaga warung berkisah mengenai sejarah Pura Pucak Mangu dan tampak antusias melihat semangat kita untuk naik, padahal sudah malam. Ya iyalah. Masa mau balik lagi. The trip must go on kan yaa..

Kita tiba di parkiran sekaligus assembly point para pendaki sekitar jam setengah 8 malam. Suasana udah malam gitu deh.. Bahkan malam itu pekat banget. Bulan bintang juga ga ada, karena mungkin baru saja hujan reda (atau akan hujan lagi). Satu-satunya sumber cahaya yaitu dari kunang-kunang yang jumlahnya lumayan banyak. Indah banget. Ini pertama kalinya aku melihat kunang-kunang sebanyak itu. Di kota, mana ada. So, the experience was very special.

Setelah semua siap, termasuk melindungi helm motor agar nantinya tidak tergenang hujan (percayalah, salah satu kejadian menyebalkan ketika sedang trip adalah menggunakan helm basah. Wkwkw), kami pun perlahan menuju puncak. Jadi, kita bentuk barisan gitu deh. Ada yang di depan, tugasnya mengamati jalan, agar teman yang lain tidak terperosok.

Ada juga yang di belakang, yang bertugas untuk mengamati siapa tahu ada barang teman-teman yang tercecer. Siapa tahu nanti powerbank tercecer, maka itu akan menjadi akhir dunia karena kebayang kan kalo ga bisa foto-foto di puncak karena baterai lemah.

Apalagi ada karakter teman yang sangat pelit dipinjemin powerbank. “Ada powerbank ga? Pinjem donk,” kata si peminjam. “Miii… Aku lagi pake juga.. Kao kan bawa powerbank,”kata yang dipinjami. “Iya nok.. di mana kaden tak taruh/hilang/habis isinya.” Biasanya, si peminjam akan gagal meminjam powerbank.

Dari penggalan dialog itu kita bisa melihat bahwa adanya sistem ketidakikhlasan dari seorang teman untuk meminjamkan barang, dan betapa powerbank menjadi kebutuhan pokok generasi masa kini, yang tidak akan terjadi apabila kalian bawa powerbank sendiri. Huehehee..

Sementara teman di barisan tengah adalah teman yang (agak) penakut yang biasanya sering terbayang-bayang adegan film The Conjuring atau film-film horror lainnya. Teman tipe ini biasanya melihat hal aneh dikit aja udah histeris bilang “Apa tu ee??” dan biasanya menolak jika harus giliran baris di depan atau di belakang. Wkwkw.

Perjalanan ke puncak membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam, diiringi becek dan rintik hujan. Di perjalanan sering kami jumpai pura atau pelinggih. Kami sempatkan untuk bersembahyang di setiap pelinggih yang kita jumpai, sekaligus memohon ijin dan keselamatan.

Perjalanan agak sedikit mencekam karena hutan lagi gelap-gelapnya banget (yaiyalah.. namanya juga malam). Mungkin karena gunung ini memang lebih digunakan sebagai tempat bersembahyang ketimbang sebagai tempat pariwisata ya. Kondisi jalan juga sudah bagus, tangga-tangganya sudah disemen dan jalan setapaknya terlihat jelas. Walaupun suasana gelap dan mencekam, namun kami berbahagia karena sering becanda dan menyanyi agar tak cepat lelah.

Ada beberapa hal yang menurutku unik dalam perjalanan menuju puncak pada malam itu. Yang pertama adalah pelinggih ‘pohon kembar’ yang seperti gerbang menuju puncak. Tak lupa kami sembahyang, sekaligus mohon ijin gitu deh guys. Kemudian, di beberapa menit sebelum puncak, juga ada pelinggih yang menurut internet namanya Pura Beji. Pelinggihnya beratapkan ijuk dan dinaungi pohon rapat. Kalo siang, pasti keren banget untuk foto. Tapi karena malam dan ingin segera berada di puncak, kami tak sempat narsis. Beberapa juga takut kameranya kehujanan. Wkwkw. Ya sudah, narsisnya bisa ditunda sampe besok.

Tak jauh dari Pura Beji, sampailah kami di puncak. Kondisi puncak saat itu sedang berkabut dan hujan. Tanah juga menjadi licin. Kami satu-satunya rombongan di atas. Tak ada pendaki ataupun pemedek lain. Di kejauhan, kulihat ada pelinggih meru dan beberapa pelinggih lain dalam kompleks yang sama. Di beberapa bagian juga kulihat ada bale-bale.

Selamat datang di Pura Pucak Mangu, begitu ucapku dalam hati. Aku lega, bahagia dan bersyukur sekali bisa ‘tangkil’ di salah satu pura penting di Bali ini. Aku segera menuju pura dan bersembahyang di sana.

Nah, selanjutnya adalah menentukan lokasi camp. Seluruh kawasan pura tampaknya becek sekali. Mila, Dwik dan Made memilih untuk membangun tenda di bale-bale. Iwan juga demikian, dengan alasan tanah sedang dalam kondisi becek. Aku dan Tusan memilih berkemah di bawah pohon. Kebetulan tanahnya agak berumput, memang basah, tapi tidak becek.

Sementara Gede dan Gorby berkemah tepat di samping tenda kami. Suasana sangat menenangkan, udara dingin, tenda yang nyaman, suplai makanan yang cukup, dan teman-teman yang lucu. Angin menderu dengan keras. Sayup-sayup bisa kudengar suara pinus yang diterpa angin, kadang beberapa dahan patah, jatuh ke atap bale. Suasana memang gelap, tapi aku merasa damai. Tidur juga nyenyak banget.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan cerah menyingkap pemandangan indah Gunung Catur. Dari kejauhan, tampak Danau Beratan dan gugusan pegunungan kawasan Bedugul. Ketika cuaca makin cerah, kabut tipis perlahan hilang, memperjelas Danau Beratan yang berkilauan.

Tampak di kejauhan mobil-mobil bergerak perlahan seperti semut di jalur Bedugul. Rasanya menakjubkan, karena biasanya aku cuma melihat gunung ini dari jalan di Bedugul. Kini sebaliknya, aku melihat jalan di Bedugul dari puncak Gunung Catur.

Seperti otomatis, langsung aja para geng narsis beraksi. Cekrek. Cekrek. Cekrek. Sampai ratusan cekrek. Wkwkw. Buat video juga tidak dilewatkan. Pokoknya seru banget.

Nah, tidak lupa juga kami ngayah bersih-bersih di sekitar kawasan pura. Setelah bersih-bersih, kami langsung memakai pakaian adat dan bersembahyang bersama. Duh… suasananya itu lho. Suasana khusyuk, ditambah semilir angin, apalagi cuaca yang adem, bikin betah berdoa lama-lama.

Jam 10, kami balik. Dalam perjalanan turun, barulah kita lihat kondisi hutan yang sebenarnya. Pada intinya, hutan Gunung Catur masih terjaga dengan baik. Pohon-pohon tumbuh tinggi membentuk kanopi lebat, berbagai jenis paku juga tumbuh subur. Dasar geng narsis, bahkan dalam perjalanan pulang pun teman-temanku masih tetap foto-foto. Aku juga ikut sih. Wkwkw.

Menjelang siang, banyak pemedek yang mendaki untuk bersembahyang. Perjalanan turun sedikit lebih cepat, kira-kira jam 12 siang sudah berada di parkiran. Baru kusadari, di mata kakiku bercokol seekor lintah dengan imutnya menghisap darahku.

Sebelum membasminya, kusempatkan mengambil foto lintah itu. Tusan langsung membalurkan minyak GPU ke lintah itu, dan segera saja lintah itu menggelinjang manja dan melepaskan tubuhnya dari kakiku. Konsekuensinya, darah terus mengalir. Ada seorang pedagang yang memberikan serbuk kopi, katanya harus ditempelkan gitu ke luka bekas gigitan lintah. Beberapa jam setelahnya, darah terus mengalir. Katanya sih memang lama gitu sih keringnya..

Pura Pucak Mangu memang luar biasa. Vibrasi spiritual yang kental ditambah pemandangan yang indah membuat Gunung Catur ini layak dikunjungi, terutama untuk keperluan spiritual. Pada akhirnya, aku dan teman-teman pun sepakat bahwa kami akan kembali. Udah deh guys.. langsung aja ke sana dan buktikan sendiri keindahan Pura Pucak Mangu. (T)

Tulisan lain Canestra Adi Putra bisa dilihat di: Blog Canestra – Music. Travel. Books. Movies. Culinary. Designs. Fashion. Lifestyle. Random Stuffs.

Tags: BadungpetualanganPura Pucak Mangu
Previous Post

Persoalan Bahasa Prancis (Juga) Persoalan Bahasa Bali

Next Post

Alexis dalam Debat Pilkada DKI, Malvinas dalam Debat Pilkada Buleleng

Canestra Adi Putra

Canestra Adi Putra

Blogger, guru, petualang. Alumni S2 Bahasa Inggris Undiksha yang masih jomblo ini adalah Ketua Impeesa Scout Adventure (2017) yang sudah menjelajah gunung-gunung di Bali, Jawa dan Lombok. Tulisan-tulisannya bisa dibaca di https://canestra.wordpress.com/

Next Post

Alexis dalam Debat Pilkada DKI, Malvinas dalam Debat Pilkada Buleleng

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co