15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kenapa Orang Bali Suka Ahok?

Made Surya HermawanbyMade Surya Hermawan
February 2, 2018
inOpini

Ilustrasi: IB Pandit Parastu

3k
SHARES

MASIH tentang pilkada DKI Jakarta. Nyatanya seluruh pasangan calon yang bertarung di sana punya nilainya tersendiri. Punya lebih kurangnya masing-masing. Dari latar belakang profesi, tingkat pendidikan, hingga karakter yang membedakan dirinya dengan yang lain. Termasuk baju hitam, kotak-kotak, dan putih. Itu semua menjadi barang jualan.

Sekali lagi, pada musim pilkada, semua barang halal dijual. Baik untuk meningkatkan citra diri, atau menjatuhkan lawan. Halal.

Pasca debat calon gubernur DKI Jakarta putaran pertama, saya melihat ada fenomena cukup unik. Senyatanya fenomena itu bukan hal baru, karena sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu di media sosial. Fenomena itu terjadi di Bali, di laman-laman media sosial orang-orang Bali.

Media sosial yang ruang lingkupnya mendunia, kali ini saya batasi hanya untuk mengamati orang (yang tinggal) di Bali. Tentu karena saya tidak sanggup membahas semua. Terlalu luas. Kalaupun dicoba, kesannya akan sangat dipaksakan.

Begini. Mayoritas pemilik akun media sosial yang terkoneksi dengan akun media sosial saya memerlihatkan simpati, atau lebih tepatnya kesukaan, atau dukungan, pada satu tokoh. Ahok.

Timeline media sosial saya hampir selalu dipenuhi oleh postingan positif tentang Ahok. Para pengguna media sosial itu memosting status, foto, juga tautan berita. Hingga yang paling ekstrim ada kalimat “kalau Ahok tidak disukai di Jakarta, bawa dia ke Bali untuk jadi Gubernur Bali”. Anehnya, itu dibuat sebagian besar oleh orang Bali. Lebih khususnya anak muda Bali.

Kenapa Ahok?

Pertanyaan yang kemudian muncul, kenapa Ahok? Kalau dilihat lebih jauh, dan jika ingin berbicara kultur, Ahok bukan orang Bali. Pun bukan Hindu. Nyatanya dia juga tidak memiliki kedekatan emosional dengan orang Bali, seperti layaknya Bung Karno dan keturunannya yang memang punya darah Bali.

Jika dirunut lebih ke belakang, fenomena ini diawali ketika pasangan Jokowi-Ahok menang pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Jokowi-Ahok tampil dengan gaya yang berbeda. Mereka membuang jauh kesan pemimpin priyayi. Gaya blusukan mengesankan mereka dekat dengan rakyat. Bukan pemimpin yang berjarak, yang selama ini mungkin dirasakan sebagaian masyarakat.

Belum lagi persoalan lelang jabatan, KJP dan berbagai kartu lainnya yang menjadi terobosan kala itu. Hingga Jokowi menjadi presiden dan Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta. Jokowi tetap disukai, pun dengan Ahok. Ditambah peran media yang santer memberitakan. Hingga membuat segala yang terjadi di Jakarta diketahui dengan baik oleh orang-orang di Bali.

Aneh memang, mereka bekerja di Jakarta tetapi kesan baik yang ditimbulkan sampai ke Bali. Mungkin ini menjadi ciri bahwa masyarakat Bali sudah bercara pandang lebih terbuka. Ya, walaupun itu belum semua. Sisanya masih sibuk ngiriang pisaga dan megarang warisan. Mungkin.

Terlepas dari sebagian orang Bali masih sibuk ngiriang pisaga dan megarang warisan, saya melihat fenomena ini menggambarkan orang Bali merasa memiliki Jakarta. Tentu sebagai Ibu Kota Negara. Atau lebih besar merasa memiliki Indonesia. Bagaimana tidak, fenomena ini belum pernah terjadi, sepengetahuan saya.

Orang Bali meluangkan waktu, walaupun sekadar untuk menuliskan status atau berbagi informasi positif tentang Ahok. Memang bukan indikator kesukaan yang signifikan. Namun setidaknya, ini mencirikan mereka peduli tentang orang, sesuatu, atau peristiwa. yang berada jauh di Jakarta sana.

Hal lain yang bisa jadi menyebabkan kesukaan pada Ahok yaitu faktor kebosanan. Kebosanan masyarakat tentang politikus korup yang digerakkan partai. Mereka mungkin melihat sosok berbeda pada diri Ahok. Sosok yang berani, jujur, dan bersih. Pun tidak mudah dikendalikan partai. Mereka mungkin juga merindukan adanya pemimpin seperti itu di Bali.

Beberapa kali Ahok terlibat duel argumen dengan DPRD DKI Jakarta. Dengan Haji Lulung atau M. Taufik. Yang paling mengemuka tentu soal UPS. Ahok menduga ada anggaran siluman pengadaan UPS untuk sekolah di DKI Jakarta. Faktanya, dia berani menentang. Bahkan menantang. Walau harus berhadapan dengan DPRD. Meginstruksikan bawahannya menghapus anggaran itu. Selain karena tidak tepat sasaran, baginya nominal anggarannya tidak masuk akal. Membengkak.

Ahok berani mengambil jalan berbeda. Di tengah banyak deal bawah meja antara legislatif dan eksekutif, dalam hal UPS Ahok menjelaskan bahwa dirinya bukan bagian dari sistem yang busuk itu. Sistem yang menjunjung hukum di atas meja, namun memancungnya ketika bersepakat di bawah meja.

Belum lagi ketika Ahok keluar dari Gerindra. Dia menampilkan sosok pemimpin milik rakyat. Bukan milik partai. Dia berani keluar dari partai yang mengusungnya ketika mencalonkan diri menjadi wakil gubernur, dulu. Alasannya, Ahok berseberangan dengan Gerindra.

Gerindra dulu mendukung pemilihan kepada daerah melalui DPRD. Ahok dengan keras menentang. Dan memang, ketika itu gerakan penolakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD dari akar rumput cukup tinggi. Ahok berada pada rakyat. Baginya, tidak masalah dikatakan kutu loncat di partai, asalkan setia pada konstitusi. Wajar saja, dulu Ahok Golkar, kemudian Gerindra, lalu sekarang masih belum berpartai. Sepertinya belum.

Sikap itu menunjukkan dia ada di sana tidak untuk kepentingan partai. Jarang bukan? Iya, memang jarang orang seperti dia. Kalau dilihat di seluruh Indonesia, seorang kepala daerah yang berani menentang keputusan partai karena bertentangan dengan idealismenya tidak lebih dari hitungan jari tangan kiri. Atau mungkin jari itu terlalu banyak. Itu mungkin satu alasan orang Bali suka dia, karena di Bali juga tak banyak politikus seperti itu. Mungkin saja tidak ada.

Bali Berada di Tengah

Orang Bali sudah selesai dengan dirinya sendiri. Itu alasan berikutnya. Orang Bali boleh jadi masyarakat yang paling toleran di Indonesia. Bergaul ke barat, oke. Pun ketika berbaur ke timur, tidak masalah. Hal ini pernah di-iya-kan oleh seorang dosen saya. Dia mengatakan bahwa orang Bali mudah bergaul ke Indonesia barat ataupun timur. Ada kultur yang berbeda antara barat dan timur. Bali memilih ada di tengah. Merangkul-dirangkul keduanya.

Tidak pernah memandang agama Ahok. Orang Bali tetap menyukainya. Mungkin, bagi kebanyakan orang Bali, itu bukan masalah. Lebih tepatnya bukan hal yang patut dipermasalahakan. Semasih dia menjalankan tugas dengan baik, jujur, dan berpihak pada rakyat, prihal beda agama bukan perkara.

Sejarah mencatat, Bali pernah memiliki gubernur beragama Islam. Namanya Soekarmen. Aman, Bali tetap harmonis.

Berbagai macam terpaan kasus dari tuduhan korupsi hingga penistaan agama menyerang Ahok. Nyatanya kesukaan itu tetap ada. Tidak berkurang. Justru tumbuh. Banyak orang Bali mungkin saja beranggapan saat ini Ahok sedang diserang. Sedang dikriminalisasi. Mereka percaya bahwa Ahok tidak begitu. Tidak korup, juga tidak berniat menista agama. Hal ini bagi saya bukan kesukaan buta.

Orang Bali memilih figur untuk dipercaya. Orang Bali mengemas rasa percaya dalam bingkai rasionalitas. Contoh: ketika Jero Wacik (orang Bali) dipanggil KPK dan ditetapkan sebagai tersangka, hampir tidak ada dukungan untuknya. Yang banyak hanya cibiran, bahkan makian, di media sosial. Tentu respon itu tidak sembarang muncul. Saya percaya ada alasan kuat dan masuk akal yang mendasarinya.

Ahok dapat respon berbeda. Ketika dipanggil KPK tentang kasus RS Sumber Waras, dia tidak dicibir atau dimaki. Dia justru mendapat simpati. Bahkan dukungan. Hal yang persis sama juga terjadi ketika Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama. Dia tetap disukai.

Rasa dan rasio orang Bali terbuka. Hari ini, fenomena terbalik terjadi. Ketika orang yang dianggap baik disudutkan. Dikriminalisasi. Bukan antipati yang dia dapat, tapi simpati. Kalaupun suatu saat Ahok terbukti bersalah, prediksi saya, orang Bali masih akan menyukainya. Orang baik, seberapa kuatpun dikesankan buruk, dia akan tetap baik di mata hati rakyatnya.

Saya merasa mulai muncul ikatan emosional orang Bali dengan Ahok. Seperti orang Bali dengan Sukarno.

Semoga, ketika pemilihan gubernur Bali nanti, orang Bali juga akan merasa memiliki Bali-nya sendiri. Memilih calon lebih dari sekadar partai. Menggunakan rasa dan rasio menakar calon gubernurnya sendiri.

Saya sering berpikir, kalau saja ada calon gubernur Bali yang menyerupai Ahok. Ketegasan, kejujuran, terobosan, dan gaya memimpinnya. Dia pasti menang mudah. (T)

Baca juga:

# Agus Terburu-buru, Anies Khas Akademisi, Ahok Seperti Bukan Ahok

Tags: AhokbaliDKI JakartaPilkada
Previous Post

Padi Ladang Bertahan di Antara Perkebunan Karet dan Pipa Migas

Next Post

Bukan Salah Sejarah, jika Takut pada “Hantu” dalam Sejarah

Made Surya Hermawan

Made Surya Hermawan

Lahir di Denpasar, 7 Oktober 1993, tinggal di Kuta, Bali. Lulusan Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja, 2015. Gemar mendengar cerita politik dan senang berorganisasi. Setleah menamatkan studi pascasarjana di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang, ia mengabdikan ilmunya dengan jadi guru.

Next Post

Bukan Salah Sejarah, jika Takut pada “Hantu” dalam Sejarah

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co