2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Euforia Ku Hampa”, Penyempurna Kesedihan – “Nyen Sakit Ati, Ne Dingehin, Diolas!”

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
February 2, 2018
inUlasan

Zat Kimia in action. Foto: koleksi penulis

256
SHARES

INTRONYA musik eletronik menyayat sendu seperti alunan biola. Imaji saya langsung digiring terbang menuju tempat beratmosfser kesunyian. Perlahan ketukan drum masuk memberi penegasan tempo, sejurus suara sang vokalis Ian Joshua Stevenson mengalun mengawang melafalkan lirik lagu Euforia Ku Hampa, peneman setia saya dalam menikmati hidangan sakit hati, beberapa bulan terakhir.

Euforia Ku Hampa merupakan satu lagu dari Zat Kimia band rock alternatif asal Bali. Para punggawanya ada Ian Joshua Stevenson sebagai vokalis sekaligus gitaris, Nobertus Rizki penabuh drum, I Nyoman Chrisna Winata pemetik gitar, dan Eddy Kurniawan di unit bass. (Tersiar kabar gitarisnya keluar barisan, namun saya belum sempat konfirmasi)

Lagu tersebut perlahan telah menguasai kota di kepala saya, ibarat ayat-ayat suci yang didengungkan setiap subuh saat semua orang masih terlelap.

Euforia artinya perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan. Ku bentukan dari aku sebagai pemilik atau penunjuk pelaku.

Hampa berarti tidak berisi, tidak bergairah, sepi dan sia sia.

Bisa dikatakan makna sederhana judulnya adalah kegembiraanku yang kosong. Kesenangan yang semu. Saat patah hati kita merasakan dua rasa sekaligus, senang karena lepas dari keterikatan, juga sedih-hampa karena tak ada lagi yang mendampingi. Fiiix, ini memang lagu bagi kaum patah hati, para picisan yang mencintai drama ketika hatinya luluh lantak. Nasbedag.

Telisik Lirik

Lirik dan racikan komponen alat musik merupakan hal mutlak yang harus dipertimbangkan untuk menyajikan suatu karya musik. Ada musisi yang memilih liriknya mendalam tapi alunan musiknya sederhana, namun ada pula yang liriknya sederhana tapi aransemennya maut tingkat Betara Hyang Guru. Tak ada yang salah, itu sah-sah saja dalam berkarya.

Saya mencoba menjelajah makna lirik Euforia Ku Hampa yang ditulis oleh vokalisnya Ian J. Stevenson. Tentu ruang jelajah bersifat subjektif tergantung pengalaman, kedalaman, serta ilmu pengetahuan seseorang atas tafsiran yang dibentuknya.

 

Euforia Ku hampa

 

Indahnya laut saat dia membiaskan cahaya sang surya

Dia bernyanyi, dia mengiburku saatku kehilangan

Dinginnya aku membeku biarkan warnamu memudar

Adakah ruang untuk berbagi rasa

Pergilah pergi

Meski berat hatiku

Pergilah pergi

Kau akan slalu ada di fikiranku

Euforia ku hampa, bila kau tak ada di sisiku

Bila kau untukku, biarkan sang waktu yang menghantarmu

Terbit dan terbenam, inginku jalani semua bersamamu

Lirik ini adalah puisi, karena memiliki ambiguitas arti serta nilai tafsir.

Menurut Sapardi Djoko Damono dalam bukunya Bilang Begini Maksudnya Begitu, latar suatu puisi sangat penting dalam upaya memberikan suatu penafsiran. Latar dimaksudkan membangun imaji penikmat untuk mewujudkan dunia yang melatari suatu peristiwa. Berdasar pernyataan eyang Sapardi, mari kita bangun imaji gambar berdasar lirik lagu di atas.

 

Bait 1

Indahnya laut saat dia membiaskan cahaya sang surya

Dia bernyanyi, dia mengiburku saatku kehilangan

Dinginnya aku membeku biarkan warnamu memudar

Bait pertama menggambarkan si aku lirik (aku dalam puisi) sedang berada di pantai, melihat biasan matahari di permukaan laut. Cahaya jingga yang sering kita saksikan saat terbit atau terbenamnya matahari itu dianggap hidup, mereka mampu menghibur, layaknya seorang teman.

Bernyanyi dan menghibur metafor untuk mengungkapkan angin yang berhembus, sehingga permukaan air laut bergoyang dan sesekali berbuah ombak ke garis pantai. Tarian air laut serta nyanyian ombak nampaknya menjadi hiburan bagi si aku lirik yang saat itu sedang bersedih (kehilangan).

Saya membayangkan aku lirik sedang berdiri memandang laut di senja hari, sesekali kakinya tersapu buih ombak, telinganya mendengar nyiur melambai nyanyian ombak yang tumpang tindih, ia memicingkan mata karena bias cahaya menyilaukan, tapi juga menikmati gerakan-gerakan kecil di permukaan laut akibat angin yang mendesis.

Lambat laun angin berhembus kencang, menggigil tubuhnya, mendingin hatinya, sementara di kepalanya silih berganti memutar kenangan bersama yang terkasih, namun perlahan pudar atau terpaksa dikikis sebab mereka telah bersudah.

 

Bait 2

Adakah ruang untuk berbagi rasa

 

Bait ini bercerita atas belenggu penjara pedihnya kehampaan. Tapi apa daya tak jua datang bala bantuan. Ia bertanya kepada alam, pasir, batu karang, angin, ombak, air laut, bias cahaya, nyiur kelapa, matahari senja. Apakah tersedia tempat untuknya, sekedar singgah menenangkan hati?

Ruang dan rasa metafor untuk mewakili kedekatan, keintiman. Ruang berarti tempat, dalam hal ini ruang dalam diri aku lirik. Sementara rasa hanya diketahui keberadaanya oleh diri sendiri, sehingga bersifat pribadi. Intinya aku lirik butuh seorang teman bahkan hal pribadi sekalipun tak jadi soal untuk diceritakan, agar tak meresah saban waktu.

Kalimat ini menampilkan sisi batin aku lirik. Atas gejolak rasa yang menganjal di pipa-pipa pikirannya. Ruh yang terkandung dalam bait ini menjadi utuh jika pendengar menyelipkan maknanya ke latar yang telah dibangun pada bait sebelumnya.

Saya cermati nada bait ini berbeda dari bait pertama. Jadi tak apa saya pisahkan jadi bentuk bait sendiri. Saat dilagukan kalimat ini pun diulang dua kali. Memberikan kesan, makna yang terkandung di dalamnya penting.

 

Bait 3

Pergilah pergi

Meski berat hatiku

Pergilah pergi

Kau akan slalu ada di fikiranku

 

Lihatlah penekanan kata pergi sampai 4 kali. Ini bukan bumbu penyedap adegan dramatisir. Namun penegasan akan kepergian yang tak sepenuhnya diamini. Bisa bayangkan kelam yang ia rasakan. Harus patah hati malu, mare nawang asane. Hehehe. Kenangan nampaknya menjerat erat ke poros pusaran masa lalu, dalam waktu bersamaan ia hendak mengusirnya. Dua hal berbeda dalam waktu bersamaan terjadi.

Hati dan fikiran metafor untuk menunjukkan tempat bergumulnya peristiwa adu pendapat tersebut. Pikiran dengan logika seolah dapat mengatasi kepergian berdasar perhitungan untung dan rugi. Namun hati yang melibatkan rasa tak menerima logika manapun untuk menjelaskan kebaikan perpisahan.

Bagi saya pribadi (yang pernah mengalami melankolia patah hati) keempat larik ini menciptakan pertanyaan yang lebih dalam. Yakni apa yang mempengaruhi aku lirik dalam perpisahan tersebut? Kenapa begitu berat? Apa permasalahan yang melatar belakangi 4 larik di atas sehingga mereka memutuskan untuk berpisah?

Apakah mereka berbeda prinsip? Apakah mereka berbeda agama? Apakah mereka berbeda kasta (care kasus di bali)? Tidakkah akur menjadi opsi yang baik kenapa justru perpisahan?

Siapa yang dapat menjawab pertanyaan di atas? Hayoooo baang men pis siu !?

Ini bagian reff, ada pukulan drum dengan tempo tertentu, (gimana cara jelasinnya yah, coba dengar langsung dah lagunya hahahaha). Tempo pelan dan ritmis ini memberikan imaji untuk merasakan kesakitan saat ditinggal kekasih. Apa karena saya lagi sakit hati waktu itu yah, jadi kesannya jeg nyambung banget. Maunya pasrah tapi belum iklhas, sok-sokan kuat menahan rasa sakit, tapi air mata netes. Sialan, dot melut bawang cang, pang saruang dik ngeling ne, hehehe.

 

Bait 4

Euforia ku hampa, bila kau tak ada di sisiku

Bila kau untukku, biarkan sang waktu yang menghantarmu

Terbit dan terbenam, inginku jalani semua bersamamu

 

Bait ini menguraikan kebimbangan. Dalam keadaan terpuruk, apapun menjadi alasan pembenaran, satu diantaranya ialah waktu. Lihat larik kedua bait di atas, betapa klise dituliskan sang waktu akan menjawab segala gelisah . Dalih semacam ini modus klise yang acap kali menjadi alasan di balik hati yang remuk redam.

Harapan kembalinya kekasih titik tumpu yang semestinya dimusnahkan, untuk melanjutkan hidup. Kata seorang penyair muda Ni Putu Rastiti asal Bali, masa lalu adalah waktu yang terhenti dan terlupakan. Kenangan diciptakan untuk mengingatkan, tapi jika ia sesekali muncul menghadirkan kemurungan, perlulah untuk sedikit melupakannya.

Sang Waktu metafor untuk mengungkapkan betapa lemahnya manusia, tak kuasa dalam beberapa hal. Larik kedua terdengar seperti “jika jodoh pasti akan kembali”, sejujurnya saya tak sepaham dengan kelakar super duper jijik ini. Bagi saya pasangan hidup itu harus dipilih, diseleksi, dikritiki, dicermati, serta diperjuangkan berikut dengan segala pengorbanannya.

Terbit dan terbenam ialah matahari yang berulang sepanjang hari, lalu berganti bulan, lalu tahun dan seterusnya. Aku lirik berharap besar kekasihnya bisa kembali seperti sedia kala, apapun diperbuatnya untuk menembus kesalahan terdahulu. Ada harap di atas segala kepedihannya, walau hanya sekadar biasan matahari senja yang segera tenggelam.

***

Lirik yang Ian tulis tak berusaha membuat para penggemarnya menyatukan alis saat mendengar lagu ini. Pemilihan kata sehari-hari, polos, dan tak banyak jurang menjadikan lagu tersebut nikmat untuk resapi. Kata-katanya bersatu membangun bentuk imaji, konteks keseluruhannya mudah dicerna. Pun tak ada kawinan kata yang begitu sulit untuk dijelaskan secara logika. Satu kata untuk Ian “sederhana”.

Tapi saya pribadi ketika pertama kali mendengar lagu ini, kata euforia begitu berani disisipkan oleh Ian. Bagi saya euforia kurang cantik birama bunyinya, kata ini lebih cocok untuk judul lukisan, judul novel, tulisan psikologi atau semacamnya.

Cukup aneh kata ini menjadi bagian dari lirik, bahkan menjadi bagian judulnya. Sama seperti kata diabetes dalam lagu Sebelah Mata-nya Efek Rumah Kaca, terkesan mengganjal, tapi jika itu hilang konteksnya jadi kacau. Artinya walaupun kata euforia tak sedap namun Ian mampu menempatkannya secara benar, karena jika kata ini hilang, konteks lagu pun menjadi samar, bahkan tak membangun bentuk apapun.

***

Pukulan drum menyentak, namun terjaga dengan bunyi lainnya menjadi satu kesatuan utuh hingga menciptakan raungan kesedihan. Racikan musik elektronik yang terkesan menyayat itu selalu hadir menjaga suasana kesendirian, kesepian yang telah dibangun sedari awal. Pun penutup lagu ini menarik, Zat Kimia sungguh cermat, memberikan ruang penuh alunan musik elektroniknya untuk menuntaskan lagu yang berdurasi hampir 5 menit ini.

Saya tidak paham seberapa tingkat kerumitan dalam memproduksi lagu tersebut, sebagaimana tingkat kesulitan dalam menyatukan seluruh komponen hingga menjadi satu kesatuan, berapa lama proses penciptaannya? Tapi yang saya pahami, alunan musik tersebut mampu mendampingi liriknya yang sederhana itu menciptakan bentuk khayal di kepala saya.

Silahkan bagi kawan-kawan yang ingin tahu lagunya, kunjungi soundcloudnya, atau datanglah ke konsernya. Yang lagi PATAH HATI ini lagu bagus lo, dalam menyempurnakan serpihan hati yang hancur. Uasu! (T)

Tags: lagumusikPuisi
Previous Post

Menghubung-hubungkan “Om Telolet Om” dengan Banjir Pancasari dan Pariwisata Buleleng

Next Post

Kritik Dibilang Hujat – Simpang Siur Dunia Kita

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post

Kritik Dibilang Hujat – Simpang Siur Dunia Kita

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co