INTRONYA musik eletronik menyayat sendu seperti alunan biola. Imaji saya langsung digiring terbang menuju tempat beratmosfser kesunyian. Perlahan ketukan drum masuk memberi penegasan tempo, sejurus suara sang vokalis Ian Joshua Stevenson mengalun mengawang melafalkan lirik lagu Euforia Ku Hampa, peneman setia saya dalam menikmati hidangan sakit hati, beberapa bulan terakhir.
Euforia Ku Hampa merupakan satu lagu dari Zat Kimia band rock alternatif asal Bali. Para punggawanya ada Ian Joshua Stevenson sebagai vokalis sekaligus gitaris, Nobertus Rizki penabuh drum, I Nyoman Chrisna Winata pemetik gitar, dan Eddy Kurniawan di unit bass. (Tersiar kabar gitarisnya keluar barisan, namun saya belum sempat konfirmasi)
Lagu tersebut perlahan telah menguasai kota di kepala saya, ibarat ayat-ayat suci yang didengungkan setiap subuh saat semua orang masih terlelap.
Euforia artinya perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan. Ku bentukan dari aku sebagai pemilik atau penunjuk pelaku.
Hampa berarti tidak berisi, tidak bergairah, sepi dan sia sia.
Bisa dikatakan makna sederhana judulnya adalah kegembiraanku yang kosong. Kesenangan yang semu. Saat patah hati kita merasakan dua rasa sekaligus, senang karena lepas dari keterikatan, juga sedih-hampa karena tak ada lagi yang mendampingi. Fiiix, ini memang lagu bagi kaum patah hati, para picisan yang mencintai drama ketika hatinya luluh lantak. Nasbedag.
Telisik Lirik
Lirik dan racikan komponen alat musik merupakan hal mutlak yang harus dipertimbangkan untuk menyajikan suatu karya musik. Ada musisi yang memilih liriknya mendalam tapi alunan musiknya sederhana, namun ada pula yang liriknya sederhana tapi aransemennya maut tingkat Betara Hyang Guru. Tak ada yang salah, itu sah-sah saja dalam berkarya.
Saya mencoba menjelajah makna lirik Euforia Ku Hampa yang ditulis oleh vokalisnya Ian J. Stevenson. Tentu ruang jelajah bersifat subjektif tergantung pengalaman, kedalaman, serta ilmu pengetahuan seseorang atas tafsiran yang dibentuknya.
Euforia Ku hampa
Indahnya laut saat dia membiaskan cahaya sang surya
Dia bernyanyi, dia mengiburku saatku kehilangan
Dinginnya aku membeku biarkan warnamu memudar
Adakah ruang untuk berbagi rasa
Pergilah pergi
Meski berat hatiku
Pergilah pergi
Kau akan slalu ada di fikiranku
Euforia ku hampa, bila kau tak ada di sisiku
Bila kau untukku, biarkan sang waktu yang menghantarmu
Terbit dan terbenam, inginku jalani semua bersamamu
Lirik ini adalah puisi, karena memiliki ambiguitas arti serta nilai tafsir.
Menurut Sapardi Djoko Damono dalam bukunya Bilang Begini Maksudnya Begitu, latar suatu puisi sangat penting dalam upaya memberikan suatu penafsiran. Latar dimaksudkan membangun imaji penikmat untuk mewujudkan dunia yang melatari suatu peristiwa. Berdasar pernyataan eyang Sapardi, mari kita bangun imaji gambar berdasar lirik lagu di atas.
Bait 1
Indahnya laut saat dia membiaskan cahaya sang surya
Dia bernyanyi, dia mengiburku saatku kehilangan
Dinginnya aku membeku biarkan warnamu memudar
Bait pertama menggambarkan si aku lirik (aku dalam puisi) sedang berada di pantai, melihat biasan matahari di permukaan laut. Cahaya jingga yang sering kita saksikan saat terbit atau terbenamnya matahari itu dianggap hidup, mereka mampu menghibur, layaknya seorang teman.
Bernyanyi dan menghibur metafor untuk mengungkapkan angin yang berhembus, sehingga permukaan air laut bergoyang dan sesekali berbuah ombak ke garis pantai. Tarian air laut serta nyanyian ombak nampaknya menjadi hiburan bagi si aku lirik yang saat itu sedang bersedih (kehilangan).
Saya membayangkan aku lirik sedang berdiri memandang laut di senja hari, sesekali kakinya tersapu buih ombak, telinganya mendengar nyiur melambai nyanyian ombak yang tumpang tindih, ia memicingkan mata karena bias cahaya menyilaukan, tapi juga menikmati gerakan-gerakan kecil di permukaan laut akibat angin yang mendesis.
Lambat laun angin berhembus kencang, menggigil tubuhnya, mendingin hatinya, sementara di kepalanya silih berganti memutar kenangan bersama yang terkasih, namun perlahan pudar atau terpaksa dikikis sebab mereka telah bersudah.
Bait 2
Adakah ruang untuk berbagi rasa
Bait ini bercerita atas belenggu penjara pedihnya kehampaan. Tapi apa daya tak jua datang bala bantuan. Ia bertanya kepada alam, pasir, batu karang, angin, ombak, air laut, bias cahaya, nyiur kelapa, matahari senja. Apakah tersedia tempat untuknya, sekedar singgah menenangkan hati?
Ruang dan rasa metafor untuk mewakili kedekatan, keintiman. Ruang berarti tempat, dalam hal ini ruang dalam diri aku lirik. Sementara rasa hanya diketahui keberadaanya oleh diri sendiri, sehingga bersifat pribadi. Intinya aku lirik butuh seorang teman bahkan hal pribadi sekalipun tak jadi soal untuk diceritakan, agar tak meresah saban waktu.
Kalimat ini menampilkan sisi batin aku lirik. Atas gejolak rasa yang menganjal di pipa-pipa pikirannya. Ruh yang terkandung dalam bait ini menjadi utuh jika pendengar menyelipkan maknanya ke latar yang telah dibangun pada bait sebelumnya.
Saya cermati nada bait ini berbeda dari bait pertama. Jadi tak apa saya pisahkan jadi bentuk bait sendiri. Saat dilagukan kalimat ini pun diulang dua kali. Memberikan kesan, makna yang terkandung di dalamnya penting.
Bait 3
Pergilah pergi
Meski berat hatiku
Pergilah pergi
Kau akan slalu ada di fikiranku
Lihatlah penekanan kata pergi sampai 4 kali. Ini bukan bumbu penyedap adegan dramatisir. Namun penegasan akan kepergian yang tak sepenuhnya diamini. Bisa bayangkan kelam yang ia rasakan. Harus patah hati malu, mare nawang asane. Hehehe. Kenangan nampaknya menjerat erat ke poros pusaran masa lalu, dalam waktu bersamaan ia hendak mengusirnya. Dua hal berbeda dalam waktu bersamaan terjadi.
Hati dan fikiran metafor untuk menunjukkan tempat bergumulnya peristiwa adu pendapat tersebut. Pikiran dengan logika seolah dapat mengatasi kepergian berdasar perhitungan untung dan rugi. Namun hati yang melibatkan rasa tak menerima logika manapun untuk menjelaskan kebaikan perpisahan.
Bagi saya pribadi (yang pernah mengalami melankolia patah hati) keempat larik ini menciptakan pertanyaan yang lebih dalam. Yakni apa yang mempengaruhi aku lirik dalam perpisahan tersebut? Kenapa begitu berat? Apa permasalahan yang melatar belakangi 4 larik di atas sehingga mereka memutuskan untuk berpisah?
Apakah mereka berbeda prinsip? Apakah mereka berbeda agama? Apakah mereka berbeda kasta (care kasus di bali)? Tidakkah akur menjadi opsi yang baik kenapa justru perpisahan?
Siapa yang dapat menjawab pertanyaan di atas? Hayoooo baang men pis siu !?
Ini bagian reff, ada pukulan drum dengan tempo tertentu, (gimana cara jelasinnya yah, coba dengar langsung dah lagunya hahahaha). Tempo pelan dan ritmis ini memberikan imaji untuk merasakan kesakitan saat ditinggal kekasih. Apa karena saya lagi sakit hati waktu itu yah, jadi kesannya jeg nyambung banget. Maunya pasrah tapi belum iklhas, sok-sokan kuat menahan rasa sakit, tapi air mata netes. Sialan, dot melut bawang cang, pang saruang dik ngeling ne, hehehe.
Bait 4
Euforia ku hampa, bila kau tak ada di sisiku
Bila kau untukku, biarkan sang waktu yang menghantarmu
Terbit dan terbenam, inginku jalani semua bersamamu
Bait ini menguraikan kebimbangan. Dalam keadaan terpuruk, apapun menjadi alasan pembenaran, satu diantaranya ialah waktu. Lihat larik kedua bait di atas, betapa klise dituliskan sang waktu akan menjawab segala gelisah . Dalih semacam ini modus klise yang acap kali menjadi alasan di balik hati yang remuk redam.
Harapan kembalinya kekasih titik tumpu yang semestinya dimusnahkan, untuk melanjutkan hidup. Kata seorang penyair muda Ni Putu Rastiti asal Bali, masa lalu adalah waktu yang terhenti dan terlupakan. Kenangan diciptakan untuk mengingatkan, tapi jika ia sesekali muncul menghadirkan kemurungan, perlulah untuk sedikit melupakannya.
Sang Waktu metafor untuk mengungkapkan betapa lemahnya manusia, tak kuasa dalam beberapa hal. Larik kedua terdengar seperti “jika jodoh pasti akan kembali”, sejujurnya saya tak sepaham dengan kelakar super duper jijik ini. Bagi saya pasangan hidup itu harus dipilih, diseleksi, dikritiki, dicermati, serta diperjuangkan berikut dengan segala pengorbanannya.
Terbit dan terbenam ialah matahari yang berulang sepanjang hari, lalu berganti bulan, lalu tahun dan seterusnya. Aku lirik berharap besar kekasihnya bisa kembali seperti sedia kala, apapun diperbuatnya untuk menembus kesalahan terdahulu. Ada harap di atas segala kepedihannya, walau hanya sekadar biasan matahari senja yang segera tenggelam.
***
Lirik yang Ian tulis tak berusaha membuat para penggemarnya menyatukan alis saat mendengar lagu ini. Pemilihan kata sehari-hari, polos, dan tak banyak jurang menjadikan lagu tersebut nikmat untuk resapi. Kata-katanya bersatu membangun bentuk imaji, konteks keseluruhannya mudah dicerna. Pun tak ada kawinan kata yang begitu sulit untuk dijelaskan secara logika. Satu kata untuk Ian “sederhana”.
Tapi saya pribadi ketika pertama kali mendengar lagu ini, kata euforia begitu berani disisipkan oleh Ian. Bagi saya euforia kurang cantik birama bunyinya, kata ini lebih cocok untuk judul lukisan, judul novel, tulisan psikologi atau semacamnya.
Cukup aneh kata ini menjadi bagian dari lirik, bahkan menjadi bagian judulnya. Sama seperti kata diabetes dalam lagu Sebelah Mata-nya Efek Rumah Kaca, terkesan mengganjal, tapi jika itu hilang konteksnya jadi kacau. Artinya walaupun kata euforia tak sedap namun Ian mampu menempatkannya secara benar, karena jika kata ini hilang, konteks lagu pun menjadi samar, bahkan tak membangun bentuk apapun.
***
Pukulan drum menyentak, namun terjaga dengan bunyi lainnya menjadi satu kesatuan utuh hingga menciptakan raungan kesedihan. Racikan musik elektronik yang terkesan menyayat itu selalu hadir menjaga suasana kesendirian, kesepian yang telah dibangun sedari awal. Pun penutup lagu ini menarik, Zat Kimia sungguh cermat, memberikan ruang penuh alunan musik elektroniknya untuk menuntaskan lagu yang berdurasi hampir 5 menit ini.
Saya tidak paham seberapa tingkat kerumitan dalam memproduksi lagu tersebut, sebagaimana tingkat kesulitan dalam menyatukan seluruh komponen hingga menjadi satu kesatuan, berapa lama proses penciptaannya? Tapi yang saya pahami, alunan musik tersebut mampu mendampingi liriknya yang sederhana itu menciptakan bentuk khayal di kepala saya.
Silahkan bagi kawan-kawan yang ingin tahu lagunya, kunjungi soundcloudnya, atau datanglah ke konsernya. Yang lagi PATAH HATI ini lagu bagus lo, dalam menyempurnakan serpihan hati yang hancur. Uasu! (T)