MEDIA massa baik itu cetak maupun elektronik setahu saya adalah sebagai “tukang lapor” kepada masyarakat luas terhadap apa yang terjadi pada suatu tempat dan suatu waktu di belahan bumi di mana media tersebut berpijak.
Harapan publik adalah media melaporkan situasi nyata yang terjadi fakta dan bukan opini. Sehingga informasi yang didapat adalah informasi yang akurat dan terpercaya. Masyarakat pun akan bisa menilai bahwa media ini punya kredibilitas tinggi dalam melaporkan kejadian-kejadian yang terjadi di masayarakat.
Fenomena belakangan ini, berita-berita dari sejumlah media yang merupakan fakta di lapangan bukan lagi menjadi sasaran empuk para “tukang lapor”, melainkan hanya seperti ikan asin yang mudah didapat di pasar. Demi mencari rate penonton serta prestise lainnya, berita yang banyak “dilaporkan” adalah berita-berita yang bersifat kontroversial, yang belum pasti adalah sebuah fakta.
Dengan kondisi itu, media kemudian begitu ditunggu-tunggu oleh penggosip untuk mendapartkan materi gosip untuk dibedah di warung sembari menikmati kopi hitam dan pisang goreng. Padahal, media yang berani untuk netral dan mengawal kebijakan dengan baik adalah media yang punya kredibilitas di mata masyarakat sebagai media massa yang teladan, baik itu cetak maupu elektronik.
Kemudian yang paling aneh lagi adalah “pelaporan” kasus-kasus yang terkesan “ditunggangi kepentingan”. Ini bisa dilihat dari frekuensi kemuculan sebuah kasus. Ada yang terlalu sering, ada yang muncul langsung lebur, ada yang begitulah pokoknya susah dideskripsikan. Kasus A menggaet nama petinggi-petinggi serta kerabat dekatnya begitu mencuat langsung meredup kemudian, karena media mengalihkan pemberitaan utamanya ke kasus lain yang dianggap lebih kontraversi.
Begitulah comedy sekali hal yang terjadi di negeri ini, kata aliran teater yang sedang saya pelajari di mata kuliah literature.
Jika kita lihat saat ini peranan media begitu besar dalam sepak terjang berbagai aspek kehidupan. Media adalah alat kontrol. Alat kontrol yang harusnya mengontrol dengan benar sehingga hal yang dikontrol berjalan dengan baik dan terwujud sesuai harapan atau misi yang ingin dicapai.
Kalau media sudah wild masyarakat akan semakin wild. Alat kontrol mestinya punya standar kontrol tertentu. Sehingga dalam prosesnya akan mampu menjadi teladan dalam melaporkan peristiwa serta dalam mengontrol bagaimana kebijakan itu dijalankan.
Kadang pemikiran ini saya alihkan lagi bahwa media adalah alat untuk berpolitik, sarana dalam beraspirasi. Di mana setiap orang yang ada di negara demokrasi bebas untuk mengemukakan pendapat di depan umum. Tetapi ada yang kurang dengan cara beraspirasi di sini atau saya katakan berpolitik atau beraspirasi “dengan cara menunggangi kuda”.
Kembali kepentingan para kapitalis selalu mendominasi. Memang keberadaan dan kekuasaan kapitalis lagi-lagi tak bisa dibantah. Besar dan berkuasa. Rakyat pada umumnya hanya diam mengamati, mendengarkan, melakukan, dan mendapat sisa-sisa.
Kuda memiliki ketertarikan tersendiri sehingga dipilih dan ditunggagi oleh sang koboi zaman dulu. Kini koboi menunggangi media. Seperti juga kuda, sebuah media pasti punya daya tarik sendiri kenapa kepentingan koboi menunggani media.
Ini hanyalah tulisan biasa yang hanya melaporkan apa yang terjadi dari sudut pandang penulis. Semoga Indonesia lebih baik! (T)