1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Sarjana Modern yang Kehilangan Arah dan Idealisme

Yoga PramarthabyYoga Pramartha
February 2, 2018
inOpini

Foto: Mursal Buyung

183
SHARES

SARJANA.

Bak mobil yang telah turun kastanya dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer. Sarjanapun, maknanya semakin memudar. Terlalu banyak sarjana modern yang merasa salah arah, kehilangan arah dan tersesat di jalan. Termasuk saya.

Saya adalah seorang fresh graduate di tahun 2016 ini. Salah satu sarjana modern. Sedikit malu juga rasanya kalau saya berbicara tentang diri sendiri. Jadi mungkin itu saja informasi tentang diri saya.

Sekarang ijinkan saya mengelaborasi apa yang saya amati dan sedang nikmati dalam pikiran saya.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada Februari 2015 sebanyak 5,34 persen pengangguran bertitel sarjana dan meningkat menjadi 6,22 persen dalam satu tahun. Sarjana pengangguran itu ibaratnya adalah orang-orang yang punya tiket konser, tapi tak bisa menonton konser itu karena ternyata lapangan konser tak seluas yang dibayangkan.

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Di sini saya ingin membeberkan cara pandang saya pribadi akan hal tersebut. Jadi jangan dicuri ya. Ini pikiran saya lho, inget. hehe Setiap tahun jumlah lulusan sarjana meningkat. Sangat jelas ini terkait langsung terhadap masalah yang terjadi ini.

Lalu kenapa setiap tahun semakin banyak lulusan sarjana? Tentu saja karena setiap tahun mahasiswa yang diangkat semakin banyak. Contoh nyata saja, mahasiswa satu angkatan saya dalam satu jurusan berjumlah 6 kelas dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 30-an orang per kelas. Kemudian angkatan setahun kemudian jumlahnya bertambah menjadi 10 kelas. Begitu seterusnya.

Sebenarnya implikasinya adalah bahwa taraf hidup masyarakat sudah semakin meningkat, karena semakin banyak orang tua yang mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Namun banyak orang yang tidak memperhitungkan dampak dari kemajuan ini. Tentu saja dampak nyatanya adalah semakin ketatnya persaingan di dunia kerja. Lalu ini semua salah siapa?

Tentu tak ada yang bisa disalahkan. Jangan pernah menyalahkan pihak manapun. Orang tua tak bisa disalahkan karena mereka ingin anaknya mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Mahasiswa pun tak bisa disalahkan karena mereka memilih untuk meningkatkan kualitas hidupnya lewat pendidikan.

Lalu bagaimana dengan perguruan tinggi itu sendiri?

Seperti yang saya katakan tadi, tak ada yang perlu disalahkan. Namun, seandainya saja penerimaan mahasiswa baru dilakukan seketat dulu, mungkin saja jumlah mahasiswa bisa dibendung. Namun kenapa kebanyakan sekolah, perguruan tinggi, dsb. mencari siswa sebanyak-banyaknya dengan proses seleksi yang sedikit renggang?

Mungkin sudah tergambar sedikit. Silahkan simpulkan sendiri. Satu-satunya petunjuk yang saya berikan adalah bahwa kebutuhan di jaman modern begitu kompleks, meski tak ada yang mengharuskan hal itu terjadi. Maka tak salahlah jika segala hal dijadikan industri. Tak salah. Sama sekali tidak. Karena industri diciptakan oleh manusia. Jadi tak salah. Karena memang sifat manusia yang hanya memikirkan diri sendiri. Itu manusiawi. Sayapun begitu.

Kebanyakan dari kita begitu terfokus dengan kepentingan kita dan tidak memikirkan apa dampak yang diterima orang lain atas ambisi kita memenuhi kepentingan atau kebutuhan kita.

Singkatnya begini.

Sekolah dan Perguruan Tinggi mempersilahkan masuk banyak siswa sehingga pemasukan yang diterimapun semakin banyak. Tak salah kan? Namun, ada satu hal yang mungkin tak terlalu mendapatkan perhatian pihak instansi tersebut.

Saya memang bukan dewa. Maaf saya bukan orang hebat. Mungkin saya bisa mengatakan idealisme saya, apa yang saya anggap seharusnya dilakukan semua pihak tapi saya sendiri tidak pernah mencoba meletakkan kaki saya di sepatu mereka. Sebagai seorang guru mungkin saya tak berhak dan mungkin saya sendiri tak mampu mewujudkan idealisme saya.

Tapi setidaknya saya ingin mengutarakan pemikiran sederhana saya ini. Saat ini saya bekerja di sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris. Suatu saat saya diajak berbincang dengan bapak pemilik kursus ini. Kita berbincang mengenai hal-hal yang bisa dikatakan kurang berhubungan dengan profesi guru kami. Kita berbicara bisnis. Beliau mengutarakan bahwa perguruan tinggi, khususnya jurusan kami, pendidikan, terlalu menekankan mahasiswa untuk menjadi guru yang baik, tapi tak pernah kami diajarkan untuk menjadi penyedia lapangan kerja.

Intinya adalah, sarjana seperti didoktrin untuk menjadi pegawai. Memang ada mata kuliah entrepreneurship selama satu semester, namun seperti yang saya nyata rasakan, sepertinya ada yang kurang dalam hal itu. Sepertinya itu saja tidak cukup. Memang, mencari kerja sebagai pegawai saja sudah susah, bagaimana bisa menjadi bos? Sejak lulus kuliah hingga akhirnya diajak berbincang itu, saya baru tersadar bahwa memang ada satu hal yang belum diajarkan.

Bagaimana membuka pikiran dan jiwa?

Saya bukannya ingin mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia, apalagi saya seorang guru, ya sudah pasti akan ditertawakan. Namun begitulah saya. Otak saya dipenuhi idealisme-idealisme yang mungkin susah untuk terwujud.

Salah satu idealisme yang terlalu di angan-angan yang saya miliki adalah sebuah sistem pendidikan di mana siswa bisa mengembangkan softskill mereka sejak dini dengan menekankan perkembangan psikomotor anak dibanding kognitif.

Jujur, saya pribadi tertawa saat mengetik kata-kata ini mengingat saya bukanlah tipe orang yang suka praktek. Saya adalah tipe orang yang suka merenung, berpikir, melamun dan berteori. Memang bukanlah jenis orang yang terlalu berguna di dunia ini. Tapi entah mengapa saya merasa bahwa ada orang di luar sana yang mengerti cara pandang saya, dan saya harap beliau mampu sedikit mewujudkan pemikiran saya.

Ada sebuah wacana “full day school”. Memangnya nggak capek ya? LOL

Menurut saya rencana itu bagus sekali, asal… Waktu seharian itu dibagi dengan bijak. Misalkan saja mungkin sehari siswa diajak ke sekolah selama 8 jam. Nah, dalam 8 jam itu, 4 jamnya kita beri waktu siswa untuk belajar di kelas. Lalu sisanya? 4 jam yang lain kita bisa gunakan untuk mengembangkan potensi mereka.

Nah, alternatif saya, dan yang mungkin sedikit susah untuk direalisasikan adalah pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang memang sesuai dengan minat dan bakat anak. Jadi intinya adalah, kita tidak menyediakan daftar ekskul. Tapi… (Nah ini yang menarik :D) kita berikan siswa kesempatan untuk menentukan hal apa yang ingin mereka lakukan dalam 4 jam itu. Terserah mereka.

Mungkin bagi anda yang pernah menonton film Accepted (itu mungkin keluaran tahun 2006? Saya lupa) yang dibintangi Justin Long, akan mengerti cara pandang saya. Jadi dalam film itu, Bartleby Gaines (J. Long) diceritakan tidak diterima di kampus manapun. Itulah sebabnya dia mendirikan universitas bohong-bohongan yang ceritanya menerima dia agar orang tuanya tak kecewa dia tidak kuliah.

Namun ada sebuah kesalahan teknis yang membuat sekolah itu seakan-akan memang memiliki website sendiri dan dari website itu, orang-orang yang tidak diterima di kampus-kampus lain (unaccepted people) mendaftar dan diterima otomatis.

Bukannya mengatakan kebenarannya, si Bartleby justru membiarkan orang-orang itu masuk. Tanpa adanya dosen, Bartleby menyuruh mahasiswa-mahasiswa KW itu belajar sendiri dan mempelajari apa yang mereka ingin pelajari. Tanpa dosen.

Banyak dari pelajaran-pelajaran yang mereka pelajari bukanlah pelajaran yang lumrah (contoh: ada yang belajar meledakkan benda dengan telepati, LOL). Tapi mereka mempelajari hal yang mereka minati, dan itu membuat mereka bahagia. Itu membuka jiwa dan pikiran mereka.

Banyak anak yang merasa terpaksa belajar matematika. Banyak pula yang merasa begitu semangat saat pak guru matematika datang ke kelas. Banyak yang membenci pelajaran sejarah. Banyak pula yang selalu mengangkat tangan saat guru sejarah mengajukan pertanyaan.

Artinya adalah semua orang memiliki minat sendiri-sendiri. Sebagai fasilitator, kenapa kita tak biarkan mereka mengembangkan minat mereka DALAM PENGAWASAN yang baik selama 4 jam sisa sekolah mereka.

Memang sulit. Oleh karena itulah, profesi guru selayaknya diapresiasi tinggi. Bukan karena saya seorang guru lho ya. Tapi itu memang murni pemikiran saya yang begitu sederhana. Semua anak memiliki potensi dan minat yang selayaknya dibantu untuk dikembangkan, bukannya dikekang. Asaal…. Tetap dalam pengawasan. Itu saja kok. Sederhana tapi sulit.

Tapi jika itu mampu terwujud, bukan tak mungkin mereka menjadi calon-calon sarjana yang bisa membuka lapangan kerja sendiri sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing.

Sebagai seorang Hindu saya begitu familiar dengan ungkapan Tat Twam Asi yang artinya Aku adalah Kamu. Tapi, saya sedikit kurang setuju. Andai saja diperbolehkan untuk merubah artinya, mungkin saya akan ubah menjadi “Aku dan Kamu Satu”. Apa yang aku lakukan berdampak pada hidupmu. Apa yang kamu lakukan berdampak pada hidupku. Karena kita satu, bukan sama.

Semoga tidak ada yang salah paham atau tersinggung ya. Maksud saya baik kok. Kalau ternyata pikiran Anda sama, ya saya bersyukur sekali. Tapi namanya pemikiran kan tak harus sama toh. Yang penting saling menghargai saja. Kan hidup kita singkat. Ngapain nyari gara-gara?

Salam damai 😀

Tags: mahasiswaPendidikanSarjana
Previous Post

Putus Cinta, Sakit Hati, Anak Muda Kadang Ingin Makan Ban…

Next Post

Pameran Qilin: Membaca Kisah Tionghoa-Singaraja dalam Karya Rupa

Yoga Pramartha

Yoga Pramartha

Bernama lengkap Kadek Yoga Pramartha. Lahir 1 Juni 1994 dan kini tinggal di Banjar Batanwani, Desa Kukuh, Marga, Tabanan.

Next Post

Pameran Qilin: Membaca Kisah Tionghoa-Singaraja dalam Karya Rupa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more

“Noctourism”: Berwisata Sambil Begadang

by Chusmeru
June 1, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

“Begadang jangan begadang, kalau tiada artinya, begadang boleh saja, kalau ada perlunya”. Itulah sebait lagu dangdut yang dibawakan Rhoma Irama...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co