UNIVERSITAS memang sudah pada ghalibnya memiliki sumber daya dosen yang sangat berkompeten pada berbagai bidang. Kompetensi keilmuan dan profesionalisme dosen secara umum didapat melalui pendidikan formal dalam beberapa jenjang (S1, S2, dan S3) serta program-program pengembangan diri lainnya.
Di samping hal itu, dosen juga mengembangkan diri dengan cara yang lain. Dosen membangun jejaring komunitas dalam bidang-bidang yang penting secara mandiri dan berkelanjutan sebagai sebuah bentuk keterpanggilan jiwa untuk berkontribusi dalam kehidupan nyata di masyarakat sekitarnya. Karena itulah, tidak jarang dosen membangun lembaga-lembaga kecil yang bersifat swadaya, mandiri, dan berkelanjutan yang sarat dengan beban-benan atau muatan idealis.
Lewat Lembaga kecil ini mereka berkarya di masyarakat sepanjang tahun dan mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu, seni, dan teknologi. Karena itu tidak jarang keahlian dosen dan profesionalismenya, yang erat kaitannya dengan pelayanan kepada masyarakat atau pengabdian, dibentuk oleh dosen secara berkelanjutan, secara swadaya, dan mandiri sebagai perwujudan kebebasan mimbar seorang akademisi.
Dan ini, mendapatkan dukungan sepenuhnya dari universitas karena turut berkontribusi kepada kemajuan universitas sejalan dengan pembangunan rekognisi serta reputasi universitas. Sebagai salah satu fakultas di Universitas Pendidikan Ganesha, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) pun memiliki dosen-dosen yang bergerak secara aktif dalam bidangnya masing-masing seperti literasi.
Dalam kapasitasnya sebagai sebuah program nasional, gerakan literasi menjadi kebutuhan masyarakat untuk dapat dikembangkan menuju masyarakat yang literat. Karena itulah FBS Undiksha senantiasa terbuka dan mendukung sepenuhnya kiprah dosen dalam bidang gerakan literasi nasional.
I Wayan Artika (penulis)
FBS memiliki seorang dosen (penulis) yang berkiprah dalam gerakan ini. Atas dasar itulah saya selaku dosen di Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, mendapat dukungan penuh dari Bapak Dekan FBS dan jajaran pimpinannya untuk senantiasa membangun jejaring dan terlibat di dalam berbagai kegiatan nasional dalam gerakan literasi, khususnya Gerakan literasi di masyarakat bawah atau akar rumput.
Segala dukungan ini pada akhirnya memudahkan penulis dalam mengembangkan diri mengemban salah satu misi FBS dalam meningkatkan rekognisi bagi kepentingan bangsa khususnya dalam bidang gerakan literasi nasional.
Sejak dua tahun terakhir ini FBS Undiksha menjadi rujukan atau barometer penegmbangan kajian dan praktik baik dalam Gerakan literasi nasional. Sejak 2023, FBS Undiksha terlibat dalam pemenuhan permintaan narasumber instruktur literasi berlisensi nasional yang sangat dibutuhkan oleh sekolah-sekolah di seluruh Bali. Sehingga, narasumber atau instruktur literasi di sekolah-sekolah dapat dipertanggungjawabkan kompetensinya. Hal ini membuktikan bahasa FBS Undiksha telah satu spesifikasi keahlian yang dimiliki yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
Dukungan pimpinan dan Bapak Dekan FBS Undiksha lebih memantapkan langkah saya dalam membangun jejaring literasi nasional sehingga gerakan ini lebih nyata dan lebih memberikan manfaat bagi kehidupan dan pembangunan fondasi-fondasi literasi gerakan literasi di masyarakat. Tahun ini misalnya saya selaku dosen FBS Undiksha dan lewat lembaga swadaya dalam bidang literasi yang dibangun, Komunitas Desa Belajar Bali di kawasan desa pertanian perkebunan kopi di kaki Gunung Batukaru di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali menerima hibah dari pemerintah berupa bantuan pemerintah dalam gerakan literasi nasional, senilai 50.000.000.
Lewat program ini semakin memantapkan bagaimana saya bisa menyelenggarakan berbagai program kerja literasi serta praktik baiknya. Hal ini tentu akan lebih meningkatkan kiprah saya selaku dosen FBS Undiksha dalam mengemban misi Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi dosen khususnya pada bidang pelayanan kepada masyarakat pada bidang literasi. Dengan dukungan lembaga universitas dan pimpinan FBS saya bisa secara berkelanjutan mengembangkan program literasi masyarakat dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang inovatif dalam bidang literasi. Lewat dukungan FBS itu pula saya bisa lebih leluasa membangun kajian-kajian empiris dalam gerakan literasi nasional dan ini akan menjadi sumbangan FBS Undiksha kepada Gerakan Literasi Nasional (GLN) di Indonesia, khususnya melalui jalur sekolah-sekolah dan komunitas karena bagaimanapun juga sampai saat ini Gerakan Literasi Sekolah (GLS) masih sangat membutuhkan pengembangan dan inovasi.
Melalui dukungan inilah FBS Undiksha sejatinya telah mengambil peranan nyata bagi dalam GLN, secara berkelanjutan mengembangkan pengabdian masyarakat dalam bidang literasi. Pelayanan yang diberikan oleh dosen kepada masyarakat tentu saja berkaitan dengan pemikiran-pemikiran dan kajian-kajian inovatif serta berbagai praktik baik dalam bidang literasi. Di samping itu pula, FBS Undiksha menjadi rujukan rujukan nasional dalam pengembangan literasi.
Memang banyak sekali pihak yang tertarik mengembangkan program literasi namun mereka tidak mendasarkan diri kepada kajian-kajian empiris pada literasi sehingga literasi masih dipahami sebatas kegiatan membaca, menulis, donasi buku dan pembangunan perpustakaan. Lewat kajian-kajian literasi yang dikembangkan di dalam komunitas yang saya bentuk dapat memberikan temuan-temuan mutakhir dalam gerakan literasi yang membumi. Literasi belum bisa dikatakan mengakar walaupun perhatian besar berbagai kalangan terhadap gerakan ini.
Pada satu sisi kelompok masyarakat mencapai tingkat-tingkat literasi yang sangat tinggi seperti telah mampu menulis buku namun hal ini bukanlah potret literasi yang senyataannya. Di kalangan bawah dan masyarakat akar rumput yang luas, literasi bisa dikatakan masih sangat memprihatinkan. Karena itu gerakan literasi masih berurusan dengan hal-hal yang mendasar yaitu membangun minat baca dalam artian yang paling dasar. Minat baca sebagai inti gerakan literasi tentu saja telah mengalami pergeseran terutama jika dikaitkan dengan media apa yang harus dibaca.
Saat ini membaca harus diberi pengertian yang luas tidak hanya seperti membaca sebagaimana dijelaskan di dalam gerakan literasi yang berbasis materi-materi cetak seperti buku. Literasi cetak atau print literasi tampaknya sudah semakin menjadi masa lalu ketika dunia dilanda oleh kebudayaan digital. Maka saat ini sudah sangat terlambat kalau mengartikan literasi sebagai membaca buku. Literasi saat ini adalah literasi digital yang multimoda dimana tiga tahapan literasi manusia yang panjang itu bertemu.
Saat ini adalah era literasi lisan literasi tulis dan literasi digital (sekaligus). Pada era ini dunia digital mempertemukan berbagai moda literasi dan ada kecenderungan literasi manusia sekarang ini mengarah kepada literasi lisan dan literasi visual. Literasi visual tentu saja lebih menarik dan lebih praktis. Literasi baca secara digital belum menjadi budaya karena kembali kepada akar persoalannya yaitu membaca aksara. Nah, pemikiran-pemikiran inilah yang dikaji untuk kemudian disumbangkan kepada masyarakat dan di atas inovasi-inovasi pemikiran itulah FBS Undiksha berperan dalam gerakan literasi bangsa. [T]
BACAesai-esai lain dari penulisI WAYAN ARTIKA