DI dalam Gelanggang Olahraga (GOR) Bhuana Patra, Singaraja, supporter bergemuruh sangat kencang. Permainan tradisional megoak-goakan membangkitkan orang-orang untuk berteriak, “Ayo, ayo!”—dan yel-yel menyala gokil di tribun itu dalam ajang Festival Olahraga Pendidikan (FOP) pada Kamis siang, 12 September 2024..
Megoak-goakan adalah salah satu permaianan tradisional Bali yang dipercaya berasal dari Desa Panji, Buleleng. Menariknya—mengapa orang-orang berteriak menyemangati tim jagoannya masing-masing itu, karena permainan ini menyerupai sebuah tarian sekaligus juga olah fisik yang melibatkan gerakan dinamis dan melibatkan kerjasama tim yang kuat.
Dan megoak-goakan bukan sekadar permainan fisik, tetapi juga bagaimana strategi, kerja sama tim dan kekompakan diramu di dalamnya. Sehingga kelompok yang menjaga ekor mesti kuat dalam mempertahankannya agar tak tertangkap Si Goak.
Permainan tradisional megoak-goakan | Foto: tatkala.co/Son
Tetapi walaupun begitu, kemahiran I Nyoman Restu Darmada (13), siswa kelas 2 dari SMPN 1 Sukasada itu—barangkali memiliki kemahiran menangkap cukup bagus. Instingnya sangat kuat dalam membaca teknik pertahanan lawannya. Bahkan tak sampai enam menit, ia mampu melumpuhkan lawannya, tim dari SMPN 2 Seririt—bahkan menang berturut-turut ketika kelompoknya yang gantian menjadi ular atau menjaga ekor sebagaimana yang dilakukan SMPN 2 Seririt itu. Ya, cara bermain di permainan ini—saling ganti posisi.
Karena pemenang dalam permainan ini ditentukan dari keberhasilan “goak” menyentuh “ekor ular” lawan. Tim itu mendapat poin 10. Dengan perasaan gembiralah, Darmada keluar dari dalam GOR terus tersenyum karena menang. Asyik.
Tetapi meriahnya lomba tak hanya di dalam GOR, di lapangan sepak bola—masih di areal GOR yang sama, Bhuana Patra, juga tak kalah meriahnya. Bahkan walaupun matahari sudah jatuh ke semua sisi lapangan itu, siswa-siwi dari 100 sekolah SD, SMP hingga SMA yang berkumpul di lapangan itu saling bergantian bertanding satu sama lain. Berteriak menyemangati. Sekitar seribu orang ikut serta dalam perlombaan hari itu.
Ada beberapa cabang olahraga yang diperlombakan di lapangan sepak bola Bhuana Patra, diantaranya adalah Bola Keranjang, Lompat Tali, Tarik Tambang, dan Menggiring Bola (Tic Tac Toe).
Peran Olahraga untuk Siswa
Festival Olahraga Pendidikan (FOP) 2024 resmi dibuka dengan penuh kemeriahan di GOR Bhuana Patra, sehari sebelumnya, Rabu, 11 September. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng Gede Suyasa yang membuka festival itu menyoroti peran penting olahraga dalam membentuk karakter generasi muda.
Kegembiraan Festival Olahraga Pendidikan | Foto: tatkala.co/Son
“Olahraga bukan hanya memperkuat fisik, tetapi juga membangun karakter yang kuat dan sportif. Kami berharap melalui FOP ini, akan lahir generasi yang lebih tangguh dan disiplin,” ujar Suyasa.
Perwakilan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, Triyono, yang hadir dalam acara itu mengatakan festival ini penting dalam menggalakkan budaya hidup sehat di kalangan pelajar.
“FOP bukan sekadar kompetisi, tetapi juga wadah bagi generasi muda untuk belajar hidup sehat dan sportif,” ungkap Triyono.
Ketua Panitia sekaligus Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, Made Astika, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah mendukung pelaksanaan FOP. Ia mengungkapkan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 1.100 pelajar yang terdiri dari 693 siswa SD, 330 siswa SMP, dan 77 siswa SMA/SMK.
“Partisipasi para pelajar ini menunjukkan tingginya antusiasme terhadap kegiatan olahraga. Kami berharap FOP ini bisa menjadi agenda tahunan yang dinantikan oleh seluruh pelajar di Buleleng,” ujar Astika.
Meriah Penuh Kegembiraan
Hari pertama FOP diwarnai dengan sejumlah perlombaan seru seperti estafet lokomotor, lompat tali, dan sirkuit game untuk pelajar SD. Di hari kedua juga tak kalah meriahnya, karena ada senam massal dan perlombaan estafet halang rintang, permainan tradisional megoak-goakan sebagaimana diceritakan di awal tulisan ini, serta sirkuit game untuk peserta SMP dan SMA. Festival ini ditutup Jumat, 13 September.
Kegembiraan Festival Olahraga Pendidikan | Foto: tatkala.co/Son
Semuanya meriah. Di hari kedua, pada mata lomba Bola Keranjang misalnya. Seperti Restu Darmada dalam permainan megoak-goakan, Gede Pradnya Krisnavin (15) dari SMPNi 4 Busungbiu itu juga keluar pertandingan dengan senyum bangga. Walaupun usahanya dalam mengira-ngira jarak keranjang yang digantung di tiang setinggi 2 meter yang akan dilemparkannya dengan bola sangatlah berdarah-darah.
Apalagi desiran angin di lapangan yang sesekali membuat lemparan bolanya kerap gagal, dan mata yang silau oleh matahari siang menyengat juga menjadi musuh terberatnya dan teman-temannya dalam melempar bola kecil. “Haduuuh..” katanya.
Di luar arena lingkaran diameter 4 meter, masing-masing grup mesti memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke atas keranjang dengan masing-masing grup mendapatkan 50 buah bola. Setiap tim terdiri dari 10 pemain—dengan waktu yang telah ditentukan panitia.
“Kadang masuk, kadang nggak. Selain karena bolanya yang kecil terus ringan lagi, angin juga jadi tantangannya. Terus lagi mataharinya jadi bikin silau. Panas sekali,.” kata Gede Pradnya Krisnavin (15) siswa SMPN 4 Busungbiu.
Galih, panggilan akrab dari Gede Pradnya Krisnavin itu, setelah mendengar bola milik timnya masuk lebih banyak dari lawannya SMPN 3 Sukasada itu, ia jingkrak-jingkrak tak karuan di dalam lapangan. “Akhirnya tak sia-sia kami panas-panasan, Kak.. Haha..,” katanya gembira.
Kegembiraan Festival Olahraga Pendidikan | Foto: tatkala.co/Son
Tak hanya Galih satu-satunya dalam perjuangan melawan panasnya matahari di lapangan tersebut. Kadek Budiasri—apalagi. Ototnya barangkali keluar semua saat menarik tambang sekuat tenaga. Siswi SMKN 1 Singaraja itu benar-benar mengeluarkan semua tenaganya di mata lomba tarik tambang itu, sesekali ia tejatuh ke tanah, dan sayang—perjuangannya dan timnya itu mesti di ambang kekalahan.
Tapi hebatnya, walaupun timnya tak menang timnya, ia keluar arena tetap dengan riang—karena justru merasa bertambah teman baru dari sekolah lain—yang baru saja menjadi lawannya. “Gak apa, sih, Kak. Yang jelas kami merasakan keseruannya. Apalagi tadi, kan, sempat jatuh, juga teman-teman sempat jatuh. Permainan ini asyik sekali. Kita juga jadi banyak teman. Sangat seru, yaa…walaupun kalah hehe..,” kata Kadek Budiasri, siswi SMKN 1 Singaraja itu.
Salut. Semoga dewi fortuna memberkati kalian. Pantang menyerah, gess!!
Sambil pergi ke tempat lomba yang lain, mereka berkata sama, “Pastinya! Yuhuuuu..” [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole