Setiap 20 Mei kita merayakan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Pada 2024 adalah Harkitnas ke-116 dengan menjadikan organisasi Budi Utomo sebagai tonggak peringatan sesuai dengan tanggal berdirinya, 20 Mei 1908. Harkitnas tahun ini bertema “Bangkit untuk Indonesia Emas”.
Aura Harkitnas ke-116 terasa istimewa paling tidak untuk tiga hal. Pertama, peringatan Harkitnas ini bersamaan dengan hajatan dunia dalam gelaran Forum Air Dunia (World Water Forum) ke-10 yang dilaksanakan di Nusa Dua Bali pada 18 – 25 Mei 2024. Forum Air Dunia dilaksanakan setiap tiga tahun dan pertama 1997 di Maroko. Sifat air adalah mengalir dari hulu ke hilir. Hulunya adalah gunung dan hilirnya adalah laut. Maka keduanya (hulu dan hilir) harus dijaga dan dirawat agar seimbang sesuai konsep segara-giri.
Sifat perjuangan organisasi modern Budi Utomo juga mengalir dari kaum intelek berpendidikan modern ke rakyat yang ada diplosok miskin pendidikan. Aliran perjuangan mereka membakar semangat rakyat bergerak serentak memperjuangkan kemerdekaan. Andaikan air di gunung tersumbat karena manusia membuang sampah sembarangan, maka aliran air ke laut pun akan terhambat bahkan berpeluang mendatangkan petaka bagi semesta dan mahkluk hidup di sekitarnya. Begitu pula halnya, jika perjuangan kaum intelek terhambat oleh rakyat yang diperjuangkan, maka kemerdekaan pun makin jauh dari harapan. Oleh karena itu, Harkitnas dipandang sebagai aliran air perjuangan yang membersihkan tubuh bangsa menuju kemerdekaan lahir batin.
Kedua, Harkitnas 2024 juga dirayakan dalam suasana ritual Tumpek Uye (Tumpek Kandang) yang jatuh pada Sabtu Kliwon Uye, 18 Mei 2024. Hakikat Tumpek Uye dalam tradisi Bali adalah perayaan memuliakan binatang untuk membantu pekerjaan manusia. Pada zaman dahulu, ketika budaya agraris dominan, binatang terutama sapi dan kuda selain membantu petani dalam membajak dan sebagai alat transpotasi juga berfungsi sebagai tabungan untuk berjaga-jaga.
Setiap rumah di desa beternak untuk persiapan berbagai kebutuhan (sekolah anak, makanan sehari-hari, dan berbagai upacara yadnya). Petani beternak adalah simbol kecerdasan diversifikasi pertanian, selain untuk memuliakan binatang yang telah membantu. Kebangkitan petani tidak melupakan binatang peliharaannya sebagai bagian dari balas jasa. Oleh karena itu, Tumpek Uye membangkitkan gairah petani selayaknya pejuang kebangkitan nasional pada zaman pra-kemerdekaan.
Ketiga, dunia mengakui adanya energi positip air yang secara universal akan menyejukkan. Dalam konteks ke-Bali-an diterjemahkan melalui spirit ritual Segara Kerthi (memuliakan laut) sebagai kulkas raksasa. WWF yang digelar di Nusa Dua Bali pun memuliakan air dengan ritus pemujaan melibatkan sulinggih dan diikuti dengan melukat “mandi secara spirit” bersama para delegasi dari berbagai negara untuk mengembangkan budaya positip. Hakikat melukat adalah membersihkan badan fisik dengan air suci (tirta) dilaksanakan di Pulau Kura-Kura denpasar.
Di dalam Manawa Dharma Sastra disebutkan tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran, atman disucikan dengan tapa brata, budi disucikan dengan ilmu pengetahuan. Agama Air melebur semua perbedaan untuk membersihkan daki di badan. Joko Pinurbo memuisikan dengan singkat dan bernas : Äpa Agamamu ? Agamaku adalah air yang membersihkan pertanyaanmu.
Hubungan Harkitnas, WWF, dan Kearifan lokal Bali tampak mutualistik saling menguatkan dan saling menduniakan (mengglobalkan). Harkitnas hadir dengan semangat nasionalisme (kebangsaan) yang memersatukan suku-suku bangsa yang berbeda melalui wadah NKRI dengan aneka perbedaan bersemboyankan, Bhineka Tunggal Ika.
Sementara itu. WWF hadir dengan semangat memuliakan air dan sumber-sumber air di dunia dengan kesadaran bahwa tubuh (buana alit) dominan adalah air. Kekurangan dan pencemaran air, selain membuat tubuh bangsa (buana agung) terganggu keseimbangannya, juga membuat disharmoni buana alit. Oleh karena itu, pemuliaan air dengan ritus spirit menjadi wadah dialog para pemimpin dunia untuk mencairkan ketegangan di berbagai belahan dunia. Semoga Forum Air Dunia di Bali menjadi penyejuk seperti halnya tirta yang menyembuhkan bangun kemanusiaan umat sedunia.
Semoga Bali dengan kearifannya tentang air dan sumber-sumbernya tidak hanya dieksploitasi untuk kepentingan kapitalistik tetapi dijadikan inspirasi bagi dunia membahas air dengan aneka persoalannya. Lebih-lebih hajatan WWF ke-10 ini menurut Detik Bali (17/5/2024) dihadiri 12 Kepala Negara, 105 menteri, dengan 13.000 terdaftar secara resmi belum termasuk keluarga delegasi dan para jurnalis dari 172 negara, maka spiritnya akan bergema ke seantero dunia. Aliran air pemikiran pemimpin dunia diharapkan semakin jernih dari Pulau Bali setelah delegasi melukat masal dengan sadar dituntun pendeta suci, selaras dengan tema : “Äir untuk Kesejahteraan bersama”.
Momentum Tumpek Uye seyogyanya dapat mengendalikan sifat egois kebinatangan untuk tidak secara buas menguasai air dan sumber-sumbernya demi harmoni alam sekala niskala. Sebagai penyambung lidah kepentingan bangsa dan negara masing-masing delegasi WWF sudah sepantasnya melahirkan aliran air kedamaian untuk kesejahteraan bersama.
Lebih-lebih saat rangkaian agenda WWF pada 22 Mei 2024 bertepatan dengan Purnama Sadha nemu gelang dengan Buda Wage Menail, semoga menyempurnakan pemikiran pemimpin dunia berdialog dengan air demi kesejahteraan lahir batin. Buda Wage Menail (Buda Cemeng Menail) dalam kepercayaan Hindu adalah pemujaan Bhatara Manik Galih yang menurunkan Sang Hyang Omkara Amerta untuk mewujudkan kesejahteraan, sedang Purnama Sadha pemujaan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Chandra dengan nuansa keteduhan dan kesejukan.
Dari Bali kearifan lokal memancar menerangi para pemikir dunia membahas air berkesadaran waktu (sejarah) dengan konsep tri semaya : atita (dulu), nagata (yang akan datang) dan wartamana (kini). Konsep ini selaras dengan pembangunan berkesinambungan dan berkeseimbangan yang dalam trikon-nya Ki Hadjar Dewantara disebut kontinuitas. Semua itu untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dalam konteks pergaulan global.
Mengingat begitu pentingnya air, selama sepekan Bali menjadi sorotan dunia dalam Forum Air Dunia bersamaan dengan Kebangkitan Nasional tanpa melupakan kearifan lokal. Berpikir global, bertindak lokal dan inspiratif. Semoga Bali sebagai sebuah titik tidak tunduk pada huruf kapital dunia dalam politik air. [T]
BACA artikel lain dari penulisNYOMAN TINGKAT