BADUNG | TATKALA.CO — Hampir 3,5 Tahun proses pengalih aksara dan alih bahasa lontar milik Pasemetonan Dadia Taman, Desa Adat Badeg Tengah, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem bekerja sama dengan Unit Lontar Universitas Udayana (ULU) dan Penerbit Mahima Institute akhirnya berhasil dibukukan.
Bertempat di Warung Betutu Latu, Abiansemal, Kabupaten, Badung, Sabtu, 11 Mei 2024, Buku berjudul “ Ki Pasek Badeg” dalam lontar Kandan Pasek diluncurkan secara simbolis dihadiri Bidang Sejarah dan dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Pengurus Pusat Maha Gotra Sanak Sapta Rsi (MGSSSR). Sekaligus buku diserahkan dari Tim ULU Unud kepada Pengurus Pusat Pasemetonan Dadia Taman, serta perwakilan warih Ki Pasek Badeg se- Bali.
Tim Unit Lontar Unud mengakui, baru pertama kali membukukan sebuah naskah tua berupa lontar bernama Kandan Pasek . “ Proses pengalihan aksara dan bahasa dari lontar babad pasek yang cukup tua hingga berhasil dibukukan ini baru yang pertama kami laksanakan, “ kata Putu Eka Guna Yasa, S.S, M.Hum, selaku koordinator Tim ULU Unud, Sabtu (12//5/2024).
Dijelaskan, alih aksara dan alih bahasa dari beberapa naskah yang kondisinya paling baik dipilih . Meski naskahnya menggunakan aksara Bali yang jelas terbaca, tetapi bahasa yang digunakan sangat arkais. Yang lebih menantang lagi, gaya penulisan babad ini berbeda dari babon babad umumnya yang menjadikan Babad Dalem sebagai model penulisan. “Maka, kami menghabiskan waktu 1 tahun untuk alih aksara dan alih bahasa,” ucapnya.
Bermula di tahun 2021 yang lalu Pasemetonan Dadia Taman Badeg meminta ULU Unud untuk memeriksa naskah yang ada di pura itu. Lantas memeriksa sekitar 15 naskah dan 2 tembaga. Dari keseluruhan naskah yang diperiksa, 3 naskah mewacanakan figur Ki Pasek Badeg sebagai bagian dari trah Pasek. Meski hanya fragmen, 2 lempeng tembaga yang terwaris di pura itu juga memuat hal yang tidak berbeda.
Setelah alih aksara dan alih bahasa, 30 September 2022 dilaksanakan diskusi terpumpun bersama sejumlah guru besar di bidang naskah (filologi) Fakuktas Ilmu Budaya Unud. Sesuai dugaan, masukan beliau yang berlimpah menyebabkan tim penyusun memerlukan satu tahun lagi untuk merevisi.
Guna Yasa didampingi Tim ULU Made Agus Atseriawan Hadi, mengungkapkan pula, selama proses revisi, pihaknya juga sempat ke wilayah Pupuan-Tabanan tepatnya di Paibon yang ada di Desa Belatungan, untuk menelusuri kabar bahwa ada naskah yang disungsung di sana. Medan Pupuan-Tabanan tak jauh beda dengan Badeg Karangaem. Sama-sama di dataran tinggi. Di tempat ini, dengan tangan terbuka dan upacara, lontar diturunkan.
“Suatu kejutan bagi kami, ternyata lontar ini merupakan varian yang sangat mirip dengan 3 lontar dan tembaga yang berada di Badeg. Lontar ini tampaknya disalin dari sumber Badeg lalu dibawa ke wilayah Pupuan pada tahun 1963. Kala itu, Hyang Tohlangkir menganugerahkan pawaka-lahar sehingga masyarakat Badeg terpaksa kesah dan berpisah satu sama lain meninggalkan tanah kelahiran,” ujarnya.
Perbandingan dilakukan lagi untuk memastikan kemunculan Ki Pasek Badeg memang diwacanakan, bukan karena salah tulis. Setelah diperiksa, naskah yang tua dimakan waktu tampak mengalami beberapa kerusakan. “Syukur, ngengat dan serangga pengerat menyisakan kata Ki Pasek Badeg yang masih terbaca. Maka, dapat dipastikan ada 4 naskah dan 1 tembaga yang mewacanakan Ki Pasek Badeg Prasanak Puseh sebagai bagian dari leluhur Pasek di Bali,” ujarnya.
Kabid Sejarah dan Dokumentasi Disbud Bali yang diwakili Agung Wiriawan menyambut baik upaya pelestarian berupa alih aksara dan bahasa dari Lontar Kandan Pasek menjadi sebuah buku.” Ini langkah cemerlang guna melestarikan dan mengamankan literasi atau naskah agar tidak lenyap , dan tentunya bagi pasemetonan Dadia Taman menjadi catatan penting untuk pengetahuan jejak leluhurnya,” kata Wiriawan .
Sementara itu perwakilan Pengurus Pusat Maha Gotra Sanak Sapta Rsi ( MGSSSR) Jro Mangku Sunasdyana mengapresiasi langkah pasemetonan Dadia Taman yang terbuka menelusuri jejak leluhurnya melalui lontar atau prasasti yang dimilikinya dengan mengalih aksara dan bahasakan hingga menjadi sebuah buku.
“ Kami salut dan berharap pasemetonan pasek lainya bisa mengikuti langkah semeton Dadia Taman Ki Pasek Badeg , karena masih ada beberapa lontar yang diduga banyak dimiliki pasemetonan masih disimpan dan dirahasiakan, jika sudah dibukukan seperti Ki Pasek Badeg ini, tentu akan menjadi pengetahuan bagus bagi generasi penerus,” ungkap Jro Sunasdyana.
Buku Ki Pasek Badeg dalam Lontar Kandan Pasek berukuran A5 (14,8×21), dengan jumlah 100 halaman, berisikan foto digital asli naskah lontar , alih aksara dari lontar dan terjemahan lengkap dalam bahasa Indonesia. [T][Rls/Leong/Ado]