“Apa cita-citamu? Jadi dokter, jadi pilot, atau astronot?”
“Tidak, saya ingin jadi guru SD.”
Ya, guru SD. Meski tak seringkali terdengar dari mulut anak-anak, dan tidak dipuji-puji sebagai cita-cita yang gagah dan mengundang tepuk tangan, ternyata memang banyak anak-anak muda di Bali punya cita-cita jadi guru sekolah dasar. Guru SD.
Lihatlah di tiga perguruan tinggi negeri di Bali. Di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja dan Universitas Hindu Negeri (UNH) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.
Di tiga perguruan tinggi itu, jumlah mahasiswa yang kuliah di program studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) menempati jumlah terbesar dibading mahasiswa dari prodi yang lain. Jumlah mereka banyak karena pelamarnya juga banyak.
Di Undiksha Singaraja, jumlah mahasiswa baru tahun akademik 2022/2023 untuk prodi PGSD sebanyak 735 mahasiswa. Itu jumlah terbesar dibanding mahasiswa pada prodi yang lain.
Jika satu kelas jumlahnya 30 mahasiswa, maka di Undiksha bisa terdapat sekitar 25 kelas untuk mahasiswa PGSD. Jika mau berdesakan-desakan di dalam kelas, mungkin bisa dibikinkan 15 kelas, dan itu akan tetap sebagai kelas terbanyak dibandingkan prodi lain di Undiksha.
Di Undiksha, jumlah mahasiswa PGSD secara keseluruhan memang selalu terbanyak. Dikutip dari rekap keadaan mahasiswa Undiksha semester ganjil tahun akademik 2021/2022, jumlah mahasiswa PGSD secara keseluruhan sebanyak 1.639 orang. Tentu saja jumlah itu belum ditambah dengan jumlah mahasiswa baru tahun 2022 ini.
Angka 1.639 itu adalah jumlah terbanyak, bahkan jauh lebih banyak dari prodi S1 Akutansi yang berada di peringkat kedua, yang jumlah mahasiswanya 1.356 orang.
“Di Undiksha, jumlah mahasiswa PGSD meningkat setiap tahun,” kata Dr. I Gede Margunayasa, S.Pd.,M.Pd., koordinator Prodi PGSD di Undiksha.
Di STAHN Mpu Kuturan mahasiswa prodi PGSD jumlahnya juga jauh melimpah. Pada tahun akademik 2022/2023 jumlah mahasiswa baru untuk S1 di STAHN Mpu Kuturan sebanyak 687 orang. Dari jumlah itu, sekira 35 persen adalah mahasiswa PGSD, yakni sebanyak 214 orang. Mahasiswa dari masing-masing prodi lain bahkan tak ada yang sampai menyentuh angka 100 orang.
Bahkan secara keseluruhan sejak tahun 2016 hingga tahun 2022, jumlah mahasiswa PGSD selalu tertinggi. Secara keseluruhan jumlah mahasiswa PGSD di kampus itu sebanyak 896 orang. Jauh besar dibanding Prodi PAUD yang 180 orang, Pendidikan Agama Hindu 285 orang, dan Pendidikan Bahasa Bali 145 orang.
“Mahasiswa PGSD selalu terbanyak di STAH,” kata I Nyoman Suka Ardiyasa, dosen Bahasa Bali di STAH Mpu Kuturan, setelah memberikan data-data jumlah mahasiswa di kampus tempatnya mengajar.
Di UHN IGB Sugriwa (sebelumnya bernama Institut Hindu Dharma Negeri-IHDN) kondisinya juga sama. Mahasiswa PGSD paling banyak. Pada tahun akademik 2022/2023 jumlah peminatnya 471 orang. Jauh lebih banyak dari mahasiswa di Prodi Penddikan Agama Hindu yang peminatnya 154 orang.
Dosen Ilmu Agama UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Dr. Ida Bagus Subrahmaniam Saitya, S.H., S.Ag., M.Fil.H., yang sekaligus menjadi Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2022 ini menyebutkan, tren meningkatnya minat lulusan SMA untuk masuk Prodi PGSD di UHN Bagus Sugriwa terlihat sejak tahun 2019.
“Jumlahnya (mahasiswa PGSD), selalu banyak, dan meningkat pesat sejak tahun 2019,” kata Ida Bagus Subrahmaniam Saitya.
Melihat Peluang Pasar
Pertanyaannya, kenapa banyak anak lulusan SMA masuk prodi PGSD? Apa alasan mereka? Barangkali ada yang ikut-ikutan teman atau ikut tren, mungkin juga karena banyak dari mereka yang memang punya jiwa mengajar dan bercita-cita mulia jadi guru.
Dari hasil ngobrol dengan sejumlah mahasiswa Prodi PGSD di Undiksha, terdapat sejumlah alasan kenapa mereka memilih pendidikan di prodi itu. Ada alasan berdasarkan faktor ekonomi, misalnya karena kondisi keluarga dengan ekonomi kurang mampu sehingga memilih PGSD, selain karena biaya kuliah bisa dijangkau, juga potensi untuk bisa dapat pekerjaan sangat besar.
“Jika tak bisa diangkat langsung jadi pegawai negeri, kita bisa jadi guru honor di sekolah swasta atau negeri,” kata seorang mahasiswa.
Ada juga alasan kedua orang tuanya adalah guru SD, dan mereka ingin meneruskan jejak orang tuanya untuk mengajar anak-anak SD di sekolah. Ada juga alasan karena menjadi guru SD itu asyik, jam kerjanya bisa lebih santai, dan selalu bisa dekat dengan anak-anak karena sebagaian dari mereka mengaku memang suka pada anak-anak.
Ada juga alasan yang cukup idealis, misalnya mereka ingin turut serta dalam membentuk masa depan bangsa dengan ikut membentuk dan mengembangkan pendidikan di usia anak-anak. Itu alasan yang top.
Seperti dikatakan Made Risda Kusnari Jayanti, seorang mahasiswa Prodi PGSD semester lima di Undiksha Singaraja.
“Saya masuk PGSD karena memang niat sendiri, yang kemudian mendapat dorongan dan motivasi dari orang tua,” kata Risda.
Orang tua Risda adalah pengelola sanggar seni, dan dia sendiri jago menari. Tapi cita-citanya sejak awal memang menjadi guru SD, sementara menari tetap dianggap sebagai sekadar hobi.
“Dari awal cita-cita saya jadi guru SD. Pekerjaannya mulia dan guru SD sangat dibutuhkan, dan menentukan masa depan karena kita menerapkan pelajaran sejak anak-anak usia dasar,” kata Risda.
Rinda yang mahasiswa angkatan tahun 2020 itu mengaku senang kuliah di PGSD. Saat pandemi, karena kuliah dilakukan lewat daring atau online, ia mengaku bisa mengenal teknologi dan pembaharuan-pembaharuan teknologi di bidang belajar mengajar.
Saat sudah kuliah secara langsung di kelas, ia juga merasa senang karena bisa melakukan interaksi secara lebih dekat dengan teman kuliah dan dosen.
Saat ini bahkan ia menjadi ketua panitia dalam ajang Pemilihan Mahasiswa Berbudi Pekerti. Ia tentu sangat sibuk, apalagi ia juga menjadi pengurus Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM).
“Meski mulai banyak kegiatan, perkuliahan nomor satu untuk mengejar cita-cita menjadi guru SD,” kata Risda.
Selain itu, banyak juga mahasiswa yang masuk PGSD karena pengaruh daya tarik kampus. Mereka masuk PGSD karena kampusnya bagus, lengkap, dan meyakinkan sebagai tempat belajar untuk menggapai cita-cita. Satu lagi, akreditasi kampus juga penting.
Koordinator Prodi PGSD Undiksha Gede Margunayasa mengatakan Prodi PGSD Undiksha sudah terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), dan Lembaga Undiksha sendiri juga akreditasi A BAN PT.
“Tahun ini kami sedang menunggu visitasi akreditasi internasional AQAS dari Jerman,” kata Margunayasa.
Selain itu, kata Margunayasa, sarana prasarana pendidikan di PGSD Undiksha lengkap. Untuk itu, mahasiswa prodi PGSD punya peluang besar untuk meningkatkan minat, dan bakat pun jadi terasah.
“Banyak mahasiswa PGSD berprestasi, dan dosennya juga berpengalaman dalam dan luar negeri,” ujar Margunayasa tentang keunggulan Prodi PGSD di Undiksha.
Terdapat alasan yang juga amat penting, yakni lulusan PGSD punya peluang kerja lebih besar dengan adanya pengangkatan CPNS dan P3K. P3K adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang kini sedang gencar diadakan oleh pemerintah.
“Bahkan ada mahasiswa baru lulus sudah diangkat (jadi ASN),” ujar Margunayasa.
Jika alasannya peluang kerja, pendidikan kini bisa diumpamakan selayaknya pasar. Produk apa yang laris, produk semacam itu yang banyak diproduksi. Pemerintah memerlukan banyak guru SD, maka jadilah guru SD dengan masuk Prodi PGSD.
Ida Bagus Subrahmaniam Saitya mengakui soal paradigm pangsa pasar itu dalam keputusan untuk memilih pendidikan di perguruan tinggi. Bahwa anak-anak muda dalam memilih pendidikan lebih melihat pada peluang kerja.
“Peluang kerja ini biasanya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Dulu ada banyak pengangkatan guru agama, dan saat itu Prodi Pendidikan Guru Agama banyak dicari calon mahasiswa,” kata Ida Bagus Subrahmaniam Saitya.
Nah, sejak tahun 2019, pemerintah mulai mengangkat banyak guru, termasuk yang banyak itu adalah guru SD. Ada pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) katagori P3K, yakni pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Maka, dengan begitu, prodi PGSD kemudian menjadi primadona.
Pernah suatu kali pendidikan pariwisata budaya jadi primadona di UHN Sugriwa. Tahun ini prodi pariwisata peminatnya menurun, mungkin karena saat pandemi banyak usaha pariwisata yang tutup dan dianggap tak bisa menjanjikan peluang kerja pada waktu-waktu yang belum bisa ditentukan.
“Saya sering diskusi soal ini bersama teman-teman dosen. Masalahnya adalah pangsa pasar,” ujar Ida Bagus Subrahmaniam Saitya.
Kebijakan pemerintah yang belakangan banyak mengangkat guru SD melalui jalur ASN P3K memang diyakini sebagai salah satu penyebab laris manisnya prodi PGSD di Undiksha, STAH Mpu Kuturan maupun di UHN IGB Sugriwa.
“P3K sama dengan PNS pada umumnya. Hanya bedanya, ASN P3K tak mendapatkan uang pensiun,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan Buleleng Ida Bagus Surya Brata.
Pengangkatan guru ASN P3K sudah dimulai sejak 2019. Di Kabupaten Buleleng saja, pada tahun 2019-2020 diangkat 66 ASN P3K dari kalangan guru SD dan SMP di Buleleng. Tahun 2021 jumlah pengangkatan guru di Buleleng dioptimalkan untuk formasi 2.552 guru SD dan SMP.
“Yang mendaftar jumlahnya 2.365. untuk jenjang SD-SMP, dan dilakukan seleksi tiga tahap,” kata Surya Brata.
Cepat Balik Modal
Ada anggapan bahwa masuk Prodi PGSD biayanya murah, peluang mendapat pekerjaan cepat dan besar, sehingga kemungkinan untuk bisa balik modal terjadi dalam waktu yang relatif cepat.
Bahkan, jika saat lulus nanti sama-sama diangkat menjadi ASN, gaji pokoknya bisa setara dengan dengan gaji PNS dari lulusan prodi lain yang biaya pendidikannya lebih besar.
Anggapan itu bisa saja salah, tapi logikanya bisa diterima. Mari hitung-hitungan.
Di Undiksha UKT (uang kuliah tunggal) untuk mahasiswa Prodi PGSD, menurut Gede Margunayasa, rata-rata Rp 2 juta per semester.
Hitung misalnya pendidikan ditempuh selama 4 tahun, maka UKT yang dikeluarkan hanya Rp 16 juta. Jika ditambah biaya makan, transporatsi, biaya kos, dan lain-lain, secara total mungkin biayanya tak sampai Rp 100 juta.
Biaya kuliah Prodi PGSD di STAHN Mpu Kuturan lebih murah lagi. Suka Ardiyasa menyebutkan rata-rata UKT untuk mahasiswa Prodi PGSD di kampusya adalah Rp 600 ribu hingga Rp 900 ribu per semester. Sementara di UNH IGB Sugriwa Denpasar, kata Ida Bagus Subrahmaniam, UKT-nya berkisar antara Rp 900 ribu hingga Rp 1,2 juta.
Setelah tamat dan diangkat menjadi PNS atau pegawai ASN P3K, modal kuliah bisa secepatnya kembali. Ida Bagus Surya Brata dari Dinas Pendidikan Buleleng mengatakan, gaji sebulan untuk guru dengan status ASN P3K rata-rata Rp 3,5 juta sebulan, bahkan ada yang sampai Rp 3,9 juta.
Hitung saja modal kuliah mencapai Rp 100 juta, maka dalam waktu empat tahun—waktu yang sama dengan masa kuliah S1—jumlah gaji yang diterima bisa mencapai lebih dari Rp 160 juta.
Hitung-hitungan itu tentu saja berhasil mulus dalam keadaan normal dan lancar. Misalnya seorang mahsiswa baru saja tamat, langsung ada bukaan formasi guru SD di pemerintahan, dia melamar, lulus dan langsung diangkat jadi guru di sekolah yang dekat dengan tempat tiinggalnya. Kondisi seperti itu sungguh-sungguh menyenangkan.
Ada seorang lulusan Prodi PGSD dari daerah Tabanan. Namanya Wayan Astika. Ia lulusan PGSD tahun lawas. Setamat kuliah ia langsung jadi guru honor di sekolah dekat tempat tinggalnya. Setelah beberapa tahun, ia merasa nasibnya tak pernah jelas, mau diangkat atau terkatung begitu-begitu saja.
Iseng-iseng ia melamar jadi pegawai bank, di terima, dan di bank itu karirnya mulus. Kini ia memegang jabatan di bank itu. Jadilah ia lulusan PGSD yang jadi pegawai bank.
Iya, namanya juga usaha. Kadang sukses, kadang gagal, kadang sukses di wilayah yang tak dicita-citakan. [T]
Reporter: Tim Liputan Khusus
Penulis/Editor: Made Adnyana Ole