Festival Dusun hari ke-2, Selasa 21 Desember 2021, ini mungkin lebih menarik menurutku. Dari beberapa acara selain lanjutan workshoop pada hari pertama, malam harinya ada beberapa pementasan dari siswa SMA Negeri 1 Negara, Sangar Uyah Lengis, pemutaran film dari Minikino dan diskusi buku dari Ngurah Suryawan.
Mungkin untuk memperpanjang catatan ini, aku ceritakan saja hasil workshoop teater oleg Bli Ibed. Ya, setelah kita mempresentasikan apa yang kita tulis dan narasikan, lalu kita membuat narasi itu menjadi sebuah pertunjukan. Sangat menarik dan menambah hal baru. Karena dari hal itu aku bisa tahu hal di sekitar kita bisa menjadi sebuah pertunjukan. Salah satu kata-kata yang aku dengar dari Bli Ibed dan mungkin beberapa orang juga sudah pernah mendengarnya adalah; “Kita menjadi diri sendiri saat berada di kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi itu, kita akan berakting”.
Setelah beberapa latihan yang singkat di hari ke-2 ini, kita akan mempresentasika hasil dari workshoop itu di hari ke-3. Beruntung sebenarnya aku bisa mengikuti festival ini. Aku bisa lebih banyak mengetahui hal-hal kecil dalam dunia teater modern ini.
Setelah workshoop itu, pada sore harinya kita disuguhkan dengan penampilan yang menarik dari Teater Solagracia SMA Negeri 1 Negara. Mereka mementaskan Musikalisasi Puisi dengan puisi berbahasa Indonesia dan berbahasa Bali lalu setelahnya ada pementasan monolog. Yang menjadikan menarik dari monolog ini adalah, aktor mengubah naskahnya menjadi bahasa khas Negara. Itu semua bisa diterima oleh warga dusun karena monolog adalah pementasan yang awam untuk masyarakat sebenarnya. Lalu, mereka mengubah ke dalam logat khas Negara agar bisa diterima oleh warga dusun itu sendiri.
Setelah pementasan dari Teater Solagracia dilanjutkan dengan pementasan dari sanggar Uyah Lengis. Sanggar Uyah Lengis ini jauh datang dari Bangli ke Jembrana. Mereka menampilkan kesenian modern dicampur dengan kesenian lama tujuannya adalah agar dapat diterima oleh warga dusun yang menonton. Ini adalah sebuah eksperimen sebenarnya yang dilakukan oleh Sanggar Uyah Lengis
Kesenian modern itu adalah stand up comedy yang dipadukan dengan pakem-pakem bondres yang juga adalah kesenian lama yang sudah melakat dan biasa ditonton masyarakat umum. Dari pementasan itu Sanggar Uyah Lengis mendatkan kesuksesan dari eksperimen itu. Pakem bondres itu dilakukan kepada penonton. Yang biasanya tek-tokan atau saling sahut dalam bondres dilakukan pada lawan bicara yang memang sudah disetting tetapi dalam eksperimen ini tek-tokan itu dilakukan pada penonton secara spontan.
Setelah pementasan dari Sanggar Uyah Lengis, dilanjutkan dengan pemutaran 2 film dari Minikino. Setelah pemutaran film itu, ada diskusi buku dari Ngurah Suryawan.
Buku yang didiskusikan kali ini adalah buku terbaru Ngurah Suryawan yang berjudul Bali, Pandemi, Refleksi. Diskusi ini juga langsung dimoderatori oleh Bli Ibed yang juga selaku pemberi workshoop teater.
Dalam diskusi buku ini, Bli Ngurah ingin menyampaikan bagaimana Bali di tengah pandemi dan orang-orang yang sudah menjadi pelaku wisata dan akan menjadi pelaku wisata. Di sana kita merefleksikan langsung bagaimana kita yang masih diterjang pandemi dan pariwisata yang terjadi ketika pandemi ini. Diskusi ini juga merambat ke dalam Bali dalam sudut pandang penduduk muslim di Bali. Bagaimana pariwisata Bali dengan adanya tempat ibadah-ibadah bagi umat muslim.
Setelah diskusi buku ini memang tidak lengkap tanpa adanya diskusi berkelanjutan sampai pagi. Ya, memang kurang cukup rasanya jika rasa penasaran kawan-kawan yang ingin berdiskusi kembali tidak terpuaskan. Ini adalah sebuah tradisi diskusi yang tak akan pernah hilang.[T]
BACA JUGA