Saat masih kecil Naga Api tidak tahu kalau dirinya bisa menyemburkan api. Kemampuan menyemburkan api baru dia ketahui saat ia bermain jauh dari rumah. Saat itu, teman-teman sepermainnya yang biasa mengejek jambulnya yang seperti mahkota itu tiba-tiba mengeroyok dan menarik jambulnya.
“Ahhh kamu sombong sekali, selalu pakai jambul agar nampak cantik dan hebat,” kata mereka kemudian mengeroyok, menarik-narik jambulnya. Tentu saja Naga Api marah, dan tak sadar menyemburkan api yang sangat panas ke tubuh pengeroyoknya. Untung saja mereka cepat menghindar sehingga tidak sampai celaka. Tetapi sejak saat itu Naga Api tak punya teman lagi. Naga Api dijauhi, dibicarakan di belakangnya sebagai mahluk yang jahat. Tapi Naga Api berusaha sabar dan menahan diri.
“Tidak semua mahluk bisa menyemburkan api, kamu dianugrahi kemampuan yang luar bisa dari Tuhan, jagalah anugrah itu dengan baik. Ingatlah dalam anugrah juga terkandung masalah. Anggaplah masalah itu juga anugrah dalam bentuk ujian yang harus kamu selesaikan. Sehingga masalahpun akan menjadi anugrah,” pesan kakeknya sebelum mereka berpisah.
Kini Naga Api tak pernah lagi bertemu Kakek, tetapi pesan-pesan Kakek selalu terngiang dalam telinga dan hatinya, membuatnya tak pernah merasa sendiri. Api yang bisa ia semburkan selalu dia usahakan bermanfaat bagi mahluk lain. Naga Api tidak mau anugrah yang ia miliki menjadi masalah bagi mahluk lain dan dirinya.
Di tempatnya yang baru Naga Api merasa sangat disayang dan dihargai, karena ia selalu memakai apinya untuk kebaikan mahluk lain. Banyak orang dan binatang yang ingin bersahabat dengannya, bahkan diantara yang laki-laki banyak yang ingin memilikinya, menjadikannya kekasih. Diantara semuanya ada seseorang yang begitu sangat mencintainya, memanjakannya dan membuatnya merasa sangat berharga.
Ya lelaki itu akhirnya menjadi kekasihnya, selalu mengajaknya kemanapun pergi dan memintanya untuk menyemburkan api pada saat diperlukan.
Setiap saat kekasihnya itu selalu memintanya menyemburkan api, baik untuk memasak makanan, membakar sampah, menghangatkan ruangan dan lain-lain. Naga Api melakukannya dengan senang walaupun tenaganya harus terkuras dan tubuhnya sakit. Naga Api merasa telah melakukan hal yang benar, berkorban demi kebahagiaan kekasihnya.
Suatu hari lelaki itu berbicara pelan kepada Naga Api. Lelaki itu takut Naga Api tersinggung dan marah, atau menjauhinya.
“Saya sangat menyayangimu, saya selalu membutuhkan bantuanmu, jangan pernah tinggalkan saya ya, berjanjilah untuk selalu di sisi saya dan membantu saya sebagai saudara, karena kita ditakdirkan tidak berjodoh, “kata lelaki itu lembut sambil mengelus-elus jambulnya.
Dada Naga Api naik turun, ia ingin menangis, marah, dan meledakkan semua perasaan yang ada di dadanya. Tapi, tak bisa, tangan lelaki itu masih mengelus-elus jambulnya. Naga Api tak ingin lelaki itu terluka, ia tak ingin ada yang terluka, bagaimanapun ia menyayangi lelaki itu. Naga Api berusaha keras agar anugrah semburan api yang dia miliki tak menimbulkan masalah.
Setelah lelaki itu pergi, Naga Api tak kuat menahan gejolak perasaannya. Naga Api tak tahan, tubuhnya terasa panas, tetapi ada rasa kasih yang besar di dalamnya. Tanpa disadari tubuh Naga Api yang merah berubah menjadi ungu, dan semburan apinyapun berwarna ungu. Anehnya semburan api yang tak sengaja mengenai bunga mawar yang sedang mekar membuat bunga itu layu. Naga Api sedih sekali, dan berkali-kali meminta maaf kepada Pohon Mawar.
“Maafkan kesalahan saya, saya telah membuat bungamu layu,” kata Naga Api kepada Pohon Mawar yang tetap tersenyum dengan bunga-bunganya yang lain.
“Marahlah, hukumlah saya, jangan tersenyum terus,” kata Naga Api. Pohon Mawar tetap tersenyum.
“Marah, menghukummu, tidak akan membuat bungaku yang layu segar kembali, malahan bunga-bungaku yang lain akan ikut layu,” jelas Pohon Mawar. Naga Api tertegun mendengar kata-kata Pohon Mawar, ia ingat kata-kata kakeknya.
“Api yang paling bagus adalah api yang tidak berwarna, yang tidak bisa dipadamkan oleh air. Belajarlah menciptakan api itu, api yang tidak membakar, tidak memadamkan, tetapi menciptakan, dan menyegarkan,” kata Kakeknya.
Naga Api tersenyum, ia kini tahu caranya menebus kesalahannya. Naga Api bertekad untuk melatih konsentrasi dan perasaannya agar bisa menyemburkan api bening, agar bisa menyegarkan kembali bunga Mawar yang telah ia buat layu itu.
Naga Api terus berlatih, tanpa makan tanpa minum. Hanya satu tekadnya menciptakan api yang bisa menyegarkan Bunga Mawar yang layu itu.
Jika dahulu Naga Api selalu menyemburkan api dengan semangat yang membara, kini Naga Api melatihnya untuk lebih tenang. Dan benar saja saat pikiran dan perasaannya tenang, tubuh dan api yang disemburkannya juga berubah warna. Kini Naga Api bisa menyemburkan api yang berwarna biru, mematangkan tetapi tidak membara. Naga Api tidak puas, dia berusaha dan berusaha terus untuk melatih perasaannya, menghilangkan semua kebencian, kesedihan dan rasa tidak puas.
Dan aneh, pada saat seperti itu tubuhnya dan semburan apinya berubah menjadi hitam. Naga Api terheran-heran dengan apa yang dilihat dan dialaminya. Naga Api terus berlatih, mengendalikan keinginannya, dan merasakan kasih sayangnya pada Bunga Mawar, hanya kasih sayang. Tiba-tiba saja tubuh dan semburan nafasnya menjadi bening tak berwarna. Pada saat itu Naga Api merasakan kebahagian yang sangat, yang tak bisa diucapkan.
“Bagus cucuku, api yang kamu semburkan adalah penampakan jiwamu, dirimu yang sejati. Api itu banyak jenisnya, kesejatianmu menentukan warna api, ingatlah api bening adalah api yang tak akan padam oleh air, karena api bening adalah api cinta kasih, api semesta. Pertahankanlah…” suara Kakeknya bergema mengisi relung-relung jiwa Naga Api.
Kini Naga Api tahu, bahwa perasaan dan jiwa menentukan warna api yang disemburkannya. Selama ini Naga Api tidak tahu kalau dirinya, dan semua mahluk bisa menciptakan dan menyemburkan api bening dari tubuhnya, semburan api yang sejati. Naga Api hanya tahu api merah membara yang bisa ia semburkan, membuat orang-orang kagum, lalu memanfaatkannya. “Terima kasih Mawar, terima kasih, kau telah mengajarkan aku tentang api yang tak terlihat, tentang semburan api yang sejati” kata Naga Api sambil mencakupkan tangan dan bersujud di depan Pohon Mawar dengan bunga-bunyanya yang mekar dan selalu mekar. [T]
____
BACA Dongeng lain dari penulis Mas Ruscitadewi
____